MEMPERINGATI HARI HAM
Oleh: Ahkam Jayadi
      Peringatan hari Hak Asas Manusia (HAM) Internasional diperingati setiap tanggal 10 Desember setiap tahun. Hari HAM Internasional tersebut didasarkan pada disepakatinya Deklarasi Universal Perserikastan Bangsa Bangsa (PBB) tentang HAM pada tanggal 10 Desember 1948. Kali ini tema hari HAM tahun ini adalah "Equality: Reducing Inequalities, Advancing Human Rights". Sebuah tema yang sangat pas dengan situasi global sekarang ini,  apalagi Pandemi Covid-19 yang kini masih melanda berbagai Negara, termasuk Indonesia yang menyebabkan terjadinya banyak distraksi dalam kehidupan khsusnya ketidaksetaraan yang semakin tajam untuk mendapatkan akses terhadap layan kesehatan dan pendidikan.
      Dalam upaya memperingati hari HAM tersebut, penulis menjadi Narasumber diskusi untuk memperingati hari HAM tersebut yang dilakukan oleh Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Gowa Raya Sulawesi Selatan yang membahas topic, "Represifitas Negara dan Wajah Penegakan HAM di Indonesia Hari Ini". Diskusi yang berlangsung sekitar 3 (tiga) jam sangat menarik dan mendapat perhatian serius dari peserta diskusi.
      Penulis mengawali pembahasan dengan menyatakan bahwa bila kita bicara tentang HAM maka sejatinya Indonesia adalah Negara nomor satu atau paling di depan. Mengapa, karena Indonesia adalah Negara hukum, Indonesia memiliki idiologi Pancasila dan bangsa Indonesia adalah bangsa religious bahkan Umat Islam adalah agama mayoritas. Kita tau semua agama dengan berbagai sumber-sumber nilai ajarannya sangat mendukung dan menghormati hak asasi manusia. Hanya saja pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa sebagian umat beragama di Negara ini seringkali menjadi pelaku yang tidak menghormati hak asasi manusia bahkan menjadi pelaku intoleransi hingga ke tingkat melakukan pembunuhan terhadap orang-orang atau komunitas yang tidak se jalan dengan paham kelompoknya.
      Berkaitan dengan itu sehari sebelumnya penulis mengikuti webinar atau diskusi yang dilakukan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang mengusung tema, "Radikalisme Agama: Ideologi Anti Intelektualisme dan Populisme" yang secara tidak langsung juga pembahasan yang ada dan tentu mengandung aspek-aspek hak asasi manusia. Pada diskusi yang di lakukan AIPI saya sudah sampaikan bahwa sumbernya adalah di "Pikiran" kita yang liar dan bebas di dalam menafsirkan nilai-nilai agama secara keliru.
      Salah satu hal yang ingin kemukakan di tulisan kali ini yang merangkum kedua diskusi ilmiah tersebut adalah pertanyaan dari seorang peserta diskusi. Peserta tersebut mempertanyakan dan rupanya tertarik (entah beliau adalah pengamat atau anggota) tentang LGBT (Lesbi, Gai. Bisuxual dan transgender) Dari sudut pandang hak asasi manusia.
      Komunitas LGBT di Negara kita sampai hari dan entah sampai kapan memang belum bisa di terima (diakui) keberadaannya di tengah masyarakat.  Sebuah sikap yang ambigu oleh karena keberadaan LGBT adalah fakta yang ada di tengah masyarakat yang adanya sudah dari dulu setua usia manusia termasuk lebih tua usinya dengan usia Negara ini. Masalahnya meskipun itu adanya adalah fakta di dalam kehidupan masyarakat akan tetapi masyarakat sendiri juga yang tidak mau menerima dan mengakui keberadaannya. Ketidakmauan menerima kehadirannya bukan sebenarnya pada aspek sebagai manusia akan tetapi yang tidak bisa masyarakat kita terima adalah terkait dengan perilaku sexualnya.
      Perilaku sexuak tersebut misalnya untuk diakui pernikahannya sesama jenis. Laki-laki menikah sesama laki-laki (Homo sexual). Perempuan menikah sesama perempuan (Lesbian). Demikan juga dengan dampaknya di bidang kesehatan yang menjadi salah satu mediator merebaknya berbagai bentuk penyakit sexual karena penyimpangan sexual yang dilakukannya. Misalnya merebaknya penyakit HIV atau Aids. Penyakit Spilis dan yang lainnya.
      Berkaitan dengan hal tersebut penulis kemudian menjelaskan dari sudut pandang hak asasi manusia. Saudara-saudari kita yang tergabung dalam komunitas LGBT sebagai manusia adalah sama dengan kita. Dengan demikian sebagai manusia dia memiliki dan di jamin hak asasinya dalam semua instrument hukum HAM, baik instrument ham Internasional maupun instrument ham nasional. Mereka punya hak hidup, hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk bekerja dan berbagai hak-hak asasi manusia yang lainnya.
      Hanya saja ketika mereka menuntut pemenuhan, perlindungan dan jaminan terhadap kekhususan yang dimiliknya sebagai komunitas LGBT, maka disitulah hal tersebut tidak dapat di terima. Tuntutan yang ada selama ini untuk diakui sebagai komunitas LGBT sejatinya bukan menuntut atas dasar hak asasi manusia akan tetapi mereka menuntut atas dasar entitasnya sebagai kelompok LGBT, pemenuhan hak-haknya sebagai komunitas LGBT.