Melirik status tenaga pengajar, entah itu suka rela, honorer, dan pegawai negeri sipil merupakan satus yang katanya mesti usaha tanpa tanda jasa. Bukan bermaksud menghilangkan status "usaha tanpa tanda jasa", namun zaman yang menuntut hal demikian.
Zaman Oemar Bakri mungkin tenaga pengajar masih banyak yang menyandangnya dan ikhlas dengan status tersebut "usaha tanpa tanda jasa" karena memang cocok dengan zaman tersebut. Berbicara tentang ikhlas setiap saat sih mestinya harus ikhlas, namun seorang tenaga pengajar juga butuh kesejahteraan dan penghargaan yang sesuai dengan kapasitas tenaga yang dikeluarkannya.
Beban materilah yang sangat memaksa sebagian tenaga pngajar melengserkan status "usaha tanpa tanda jasa". Kata sebagian orang "sedikit bergerak mesti mengeluarkan uang, mengerjakan dan menginginkan sesuatu perlu uang". Jadi zamanlah yang menuntut kesejahteraan itu perlu di tegakkan.
Bagi tenaga pengajar yang setiap bulannya menerima slip gaji yang tetap dari penguasa (red:Pemerintah) mungkin sudah menggantikan keringat yang dikeluarkannnya, namun tenaga sukarela dan honorer yang kepastian keringat mereka untuk dihargai saja belum pasti.
Jadi, jangan salahkan mereka yang beralih karir dan membuat tenaga pengajar di negeri kita tercinta ini sangat kurang, karena mereka butuh kesejahteraan. Sedangkan menjadi seorang tenaga pengajar (sukerela/honorer) kesejahteraan mereka tidak dapatkan.
"Salam sejahtera, pesan sebagian suara tenaga pengajar"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H