Menghadapi Tantangan Ketersediaan Lithium, Indonesia Mencari Solusi Melalui Kerjasama dan Eksplorasi Sumber Alternatif
Indonesia, negara kepulauan dengan sumber daya alam yang melimpah, bercita-cita untuk menjadi 'raja' baterai listrik dunia. Potensi besar terletak pada keberlimpahan bahan baku pembuatan baterai seperti nikel, tembaga, bauksit, dan lainnya. Namun, ambisi ini menghadapi satu tantangan besar: ketersediaan lithium. Meski telah berupaya menjalin kerjasama dengan Australia, yang merupakan salah satu produsen lithium terkemuka, Indonesia harus menghadapi realitas pahit bahwa sebagian besar hasil tambang lithium di Australia diekspor ke China.
Lithium dari Australia: Tantangan dan Kerjasama
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto, memaparkan fakta yang menarik perhatian dalam acara "Nickel Conference 2023". Ia menyatakan bahwa lebih dari 90% konsentrat lithium di Australia sebenarnya diekspor ke China. Fenomena ini terjadi karena banyaknya perusahaan tambang lithium di Australia yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan China.
Kenyataan ini menimbulkan kekhawatiran bagi Indonesia, yang juga memerlukan pasokan lithium dari Australia. Mengingat lokasi geografis yang relatif dekat, Australia seharusnya menjadi pemasok lithium yang potensial bagi Indonesia. Namun, dengan sebagian besar lithium Australia berakhir di China, Indonesia semakin menghadapi kesulitan dalam mendapatkan sumber pasokan ini.
Alternatif Lain: Mengeksplorasi Pasokan Lithium dari Afrika
Tidak menyerah dengan keterbatasan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi telah mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan lithium dalam membangun ekosistem industri baterai kendaraan listrik di dalam negeri. Beberapa waktu lalu, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan melakukan kunjungan ke Kongo dan Zimbabwe dengan tujuan untuk mencari pasokan lithium dari sana. Langkah ini menunjukkan upaya berkelanjutan Indonesia dalam mencari opsi pasokan lithium yang lebih beragam dan andal.
Menatap Masa Depan: Membangun Rantai Pasokan Lithium yang Tangguh
Tentu saja, penting bagi Indonesia untuk memiliki rantai pasokan yang kokoh dalam menghadapi pertumbuhan industri baterai kendaraan listrik di masa depan. Seperti yang disoroti oleh Deputi Septian Hario Seto, ketersediaan lithium menjadi komponen krusial dalam menghadirkan kendaraan listrik yang andal dan efisien.
Dalam menjalankan ambisi menjadi 'raja' baterai listrik dunia, Indonesia harus terus berupaya untuk mengatasi tantangan ini. Kerjasama dengan negara-negara mitra dan eksplorasi sumber alternatif menjadi kunci utama dalam meraih keberhasilan ini. Dalam hal ini, para pemangku kebijakan dan industri harus berkolaborasi dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan, termasuk kemungkinan pengembangan teknologi daur ulang lithium dan eksplorasi sumber daya alam di dalam negeri.
Dorongan untuk Inovasi dan Riset
Tantangan ini juga menjadi panggilan untuk lebih mendorong inovasi dan riset dalam penggunaan bahan baku lain yang dapat menggantikan lithium dalam pembuatan baterai. Dengan kekayaan sumber daya alam lainnya yang dimiliki Indonesia, potensi menggali alternatif bahan baku yang ramah lingkungan adalah hal yang menjanjikan.
Indonesia memiliki ambisi besar untuk menjadi pemain utama dalam industri baterai listrik global. Kekayaan sumber daya alamnya memberikan keunggulan komparatif yang kuat. Namun, tantangan ketersediaan lithium harus diatasi dengan kerjasama internasional dan upaya eksplorasi sumber alternatif. Dalam rangka mencapai cita-cita tersebut, Indonesia perlu melihat ke depan dengan tekad dan berinovasi dalam menciptakan rantai pasokan lithium yang tangguh dan berkelanjutan. Dengan semangat kolaborasi dan fokus pada riset dan pengembangan, Indonesia dapat menggapai gelar 'raja' baterai listrik dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H