Praktisi hukum, Ahmad Suryono menyatakan, kondisi tata negara Indonesia di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak lebih baik dibanding era presiden sebelumnya.
Menurutnya, banyak peristiwa ketatanegaraan gagal dan gagal direspon oleh Presiden Indonesia ketujuh itu secara kenegarawanan dan tak jarang justru berujung kekacauan.
"Antara lain intervensi presiden terhadap proses penegakan hukum, polemik satgas antikorupsi, pengelolaan kewenangan pemerintah masih perlu dibenahi," ujarnya dalam sebuah diskusi publik di Tebet Jakarta Selatan, Selasa (18/5/2015).
Suryono mengatakan, kekacauan sistem tata negara yang terjadi tanpa exit solution, merupakan konsekuensi logis dari amandemen UU 1945 yang menciptakan sebuah zona egaliter pada seluruh lembaga negara.Â
"Tapi bukan hanya soal egaliterisme, independensi masing-masing lembaga negara dalam menjalankan tugasnya juga bermasalah, dan yang paling parah independen dalam menafsirkan tujuan bernegara hanya tersambung dengan Forum Koordinasi Antarlembaga Negara," terangnya.
Menurutnya, keadaan tersebut sangat memprihatinkan, saat visi kelembagaan tidak pernah nyambung dengan visi kenegaraan justru sang kepala negara diam saja.
"Bahkan visi antarlembaga juga bergantung dari selera siapa yang berkuasa di lembaga tersebut," tuturnya.
Sebab itu, Suryono menghimbau Presiden Jokowi untuk tidak mengacaukan sistem ketatanegaraan yang sudah tidak beraturan menjadi lebih kacau lagi.
"Jadi sebaiknya Jokowi jangan terlalu sering membawa teknikal ketatanegaraan dengan menggunakan power kekuasaan, seperti instruksi pembebasan seorang terdakwa kepada penyidik, karena itu jelas mengkudeta Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945," tutupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H