Mohon tunggu...
Ahercapres
Ahercapres Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendukung PKS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mitos Pembauran Pribumi dan Nonpribumi

3 April 2014   23:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:07 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1396535534335358002

[caption id="attachment_301735" align="aligncenter" width="300" caption="Tradisi Orang Tionghoa"][/caption]

Dikotomi pribumi dan non pribumi dimulai sejak adanya kasus G30S PKI dimana ada larangan penggunaan bahasa cina dan larangan mempraktekkan kebudayaan cina secara terbuka oleh pemerintah orde baru. Di jaman orba, dalam bidang hukum,  kaum tionghoa harus memiliki SBKRI yaitu suatu dokumen penting yang akan ditanyakan jika orang cina mau mengurus dokumen lainnya seperti pasport, KTP, dsbnya. Perbedaan perlakuan oleh negara antara kaum pribumi dan non pribumi menyebabkan pembauran etnis tionghoa dengan pribumi selalu menjadi sorotan  dan berkembang pemikiran bahwa kaum minoritas hidup secara eksklusif tidak membaur dengan yang lainnya.

Etnis Tionghoa datang ke Indonesia lewat laut dari negeri cina . Mereka mendarat di kota-kota yang ada pelabuhannya seperti Medan, Cirebon, Tegal, Semarang, dan lain-lain untuk berdagang dan memulai kehidupan baru di tanah Indonesia. Dahulu belum ada visa, sehingga masyarakat dunia bebas berkeliaran asalkan berani mengarungi samudra luas. Etnis Tionghoa membawa tradisi leluhur mereka dan mulai membuat tempat pemujaan seperti kelenteng yang berisikan dewa-dewa mereka sendiri. Seperti halnya agama Hindu dari India juga memiliki dewa-dewa sendiri. Etnis Tionghoa juga mendirikan sekolah-sekolah untuk generasi muda mereka.

Kehidupan manusia adalah sekolah, bekerja, menikah, pensiun. Kecenderungan orang memilih sekolah, memilih pekerjaan dan memilih pasangan hidup adalah yang sesuai dengan latar belakang nenek moyang mereka. Hal ini supaya tidak terjadi bentrokan adat istiadat. Orang Bali kecenderungannya menikah dengan orang Bali, orang Batak dengan orang Batak, orang Dayak dengan orang Dayak, orang cina dengan orang cina. Jaman sekarang tentu berbeda, cinta antar suku sudah hal yang biasa karena berbagai faktor.

Orang bali jika bicara dengan orang bali kecenderungannya memakai bahasa bali. Orang batak juga demikian. Orang padang juga demikian,orang tionghoa juga demikian.  Orang medan sering mengajarkan anaknya berbahasa cina , demikian pula orang sunda, dan orang bali. Sehingga nantinya jika sudah dewasa mereka mampu dua bahasa. Orang yang mampu dua bahasa akan lebih mudah dalam pergaulan dan mencari pekerjaan dibandingkan yang cuma hanya bisa satu bahasa saja. Setiap suku sebenarnya melakukan hal yang sama, bersifat eksklusif hanya saja tidak menjadi sorotan karena mereka dianggap satu kesatuan dengan yang lainnya yaitu pribumi. Sedangkan etnis tionghoa dianggap berbeda karena memang di jaman orde baru mereka diperlakukan berbeda. Etnis tionghoa dilarang berbahasa cina , dilarang ini dan itu. Etnis tionghoa harus punya SBKRI.

Selain itu  Bahasa Cina adalah bahasa asing yang banyak digunakan di negeri Singapore, cina, taiwan ,hongkong dan lain2. Sedangkan bahasa Bali, bahasa Batak, dan lain2, pemakaiannya terbatas hanya di Indonesia. Perbedaan ini menyebabkan berkembang pemikiran di masyarakat bahwa etnis tionghoa adalah alien. Berkulit putih (Kuning), mata sipit, tidak menggunakan huruf latin dalam tulisannya, punya adat istiadat yang berasal dari negeri cina, negeri yang jauh dari Indonesia.

Di lain pihak kaum pribumi juga berkembang dan saling berdagang, tetapi kita, kaum pribumi lebih beruntung karena lebih leluasa, bisa menjadi pejabat negara. Kaum pribumi dapat berkarir di bidang militer dan akhirnya banyak menduduki jabatan-jabatan publik yang tinggi dan bergengsi. Pribumi dapat menentukan alokasi pendapatan negara untuk kepentingan agama Islam  (=>Pilihlah PKS) seperti subsidi kepada madrasah dan pesantren. Rakyat yang beragama Islam dan miskin tidak perlu membayar uang sekolah di pesantren atau madrasah. Sekolah kelas atas bernafaskan Islam yaitu Al-Azhar kebanyakan juga di dominasi oleh kaum pribumi.  Bahkan juga bermunculan universitas-universitas Islam yang kebanyakan mahasiswanya adalah kaum pribumi Islam. Rumah sakit Islam juga terkenal dengan biaya yang murah dan pelayanan yang baik serta kebanyakan dimanfaatkan oleh mayoritas kaum pribumi.

Tulisan ini dimaksudkan untuk menghapus mitos pembauran pribumi dan non pribumi. Kaum cina yang miskin mau tidak mau harus bersekolah di sekolah negeri yang kebanyakan di dominasi pribumi demikian pula kehidupan kaum cina miskin tinggal di lingkungan yang di dominasi oleh pribumi contohnya cina benteng di tangerang. Kaum cina miskin cenderung lebih berbaur dengan pribumi. Sementara itu kaum pribumi yang kaya juga cenderung hidup eksklusif hanya bergaul dengan yang kaya juga, hidup dibelakang tembok dan pergi kemana-mana pakai mobil. Mereka juga berbaur dengan org cina kaya asalkan punya hobi sama misalkan berburu, mancing, main golf dan lain-lain. Akhir kata: Jika ada orang pribumi dan kaum cina ada yang tidak saling berbaur, tidak berarti mereka saling membenci tetapi kecenderungannya mereka punya kegiatan sendiri-sendiri. Sesuai tradisi dan kesenangannya sendiri2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun