Mohon tunggu...
Ahdati Warman
Ahdati Warman Mohon Tunggu... Guru - Guru

Tidak muluk muluk. Hanya pribadi sederhana yang kadang takut untuk bertemu dan berbincang dengan orang lain. Namun jika sudah bertemu dan merasa cocok dengan orang lain, akan memiliki cerita berbeda. Tidak suka mencari masalah, selalu menghindari masalah. Ingat berbuat sebaik-baiknya walau kadang tidak mampu karena kondisinya tidak memungkinkan. Terlalu pesimistis untuk menjalani atau melakukan sesuatu termasuk untuk menyampaikan gagasan. Selalu berada dalam posisi wait and see. Sangat suka menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, seperti opini, cerpen, pentigraf ataupun puisi. Hobi ini sudah ada dalam nadi saat beru lahir. Tidak terlalu muluk-muluk untuk menjalani hidup, mengalir dan biarkan saja seperti itu adanya. Itulah kelemahan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Seperti Memakan Buah Simalakama

17 Desember 2024   09:56 Diperbarui: 17 Desember 2024   09:56 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Akhir semester identik dengan penilaian dan raport. Guru dituntun memberikan nilai yang sesuai dengan perolehan dan proses yang dilakukan siswa. Bagaimana guru menyikapinya kadang menjadi sesuatu yang harus mengolah perasaan dan pandangan. Bagaimana tidak, cobalah bayangkan proses apa yang telah dijalani kedua belah pihak. Begitu berliku dan penuh intrik-intrik.


Pada siswa yang secara sadar menjalani setiap proses pembelajaran tidak akan membuat sulit guru untuk menilai. Memperhatikan saat proses KBM berlangsung, mengerjakan tugas yang diberikan dan memperoleh nilai terbaik saat dilakukan evaluasi. Menilai tidak menjadi hal yang menyulitkan bagi guru.


Berbeda tentunya jika berhadapan dengan siswa yang memiliki keterbatasan dalam proses KBM. Keterbatasan itu dari berbagai hal, baik yang berhubungan kemampuan otak, motivasi, disiplin dan banyak hal lainnya lagi.


Proses Belajar Mengajar (PBM) tentunya menjadi hal yang wajar dihadapi oleh seorang siswa. Namanya juga sekolah, memperhatikan saat pembelajaran, mengerjakan tugas, bertanya ke guru untuk hal yang tidak mudah dipahami, berdiskusi dengan teman sejawat untuk menguatkan materi yang belum dipahami. Banyak lagi hal yang perlu dilakukan sehingga mampu memahami dan menguasai materi yang disampaikan guru.


Menjadi sesuatu yang sulit bagi seorang guru untuk menilai saat berhadapan dengan siswa yang susah mendapatkan nilai dengan predikat "tuntas".
Hal itu terutama terjadi pada siswa yang memiliki keterbatasan di motivasi belajar. Ya, motivasi belajar. Krisis motivasi menjadi hal yang sangat esensial bagi seorang siswa.


Dipelajari dari pengertian motivasi yang menyampaikan. Motivasi adalah suatu dorongan yang diberikan kepada orang lain agar seseorang melakukan sesuatu, baik di dalam bekerja, belajar, dan dalam berbagai hal yang positif lainnya.
Motivasi itu dorongan dengan kata-kata yang memberi semangat. Dalam hal ini tentunya, semangat untuk belajar secara serius dan mengerjakan tugas secara maksimal. Jika tidak memahami bisa bertanya ke guru ataupun ke teman sejawat.


Motivasi yang diberikan berhubungan dengan apa manfaat belajar dan hubungannya untuk masa depan. Umumnya siswa banyak bermasalah dengan motivasi ini. Segala fasilitas dan kemudahan yang mereka dapatkan dari orang tua menjadi hal yang menyebabkan kelalaian. Kelalaian itu yang kemudian menjadi pemicu rendahnya motivasi belajar siswa. Walaupun tidak semuanya mengalami hal yang seperti itu, tapi mayoritas menghadapi atau mengalaminya.


Di sinilah kondisi seorang guru, menilai menjadi halangan terberat. Akhirnya guru melakukan tindakan terakhir yaitu memberikan nilai.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memberikan didefinisikan sebagai tindakan menyerahkan sesuatu.


Dalam hal ini, tindakan guru dilakukan bukan berdasarkan objektivitas tapi berdasarkan subjektivitas padangan guru itu sendiri. Kata, "kasihan" sering menjadi label utama bagi seorang guru untuk menilai seorang siswa yang bermasalah.
Perasaan "kasihan" itulah yang menjadi muara "seperti memakan buah simalakama". Betapa tidak, jika siswa diberikan nilai tapi dia (siswa) tidak ada upaya untuk memperoleh nilai itu menyebabkan mentalnya keropos. "Gampang kok, nanti juga dikasih nilai". Hal ini yang menjadi cikal bakal siswa menyepelekan setiap tugas yang diberikan oleh guru. Akibatnya, setiap proses adalah tantangan dan setiap tantangan ketidakmampuan untuk menghadapinya. Ini tentunya hanya berlaku bagi siswa yang "bermasalah".

Catatan Akhir Semester

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun