Mohon tunggu...
Antonius Hananta Danurdara
Antonius Hananta Danurdara Mohon Tunggu... Guru - Sedang Belajar Menulis

Antonius Hananta Danurdara, Kelahiran Kudus 1972. Pengajar Fisika di SMA Trinitas Bandung. Alumni USD. Menulis untuk mensyukuri kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Menebar Keselamatan di Jalan Tol dengan Saling Peduli

7 November 2021   10:15 Diperbarui: 7 November 2021   14:12 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suatu sore melintas tol Cipali  (Sumber: Pribadi)

Hampir semua jalan tol, dari Bandung - Merak - menyeberang ke Lampung, Bandung - Semarang - Bawen - Salatiga, dan Bandung - Batu - Malang - Surabaya pernah penulis lewati bersama Daihatsu All New Xenia. Namun waktu lintas kami tidak seperti yang sering di-upload pengendara lain di sosial media, kadang lebih satu, dua, atau tiga jam dari waktu mereka. Biar lambat, asal semuanya selamat.

Didahului mobil pick up dari sebelah kiri

Suatu ketika, setelah agak mahir mengemudikan mobil, untuk pertama kalinya saya masuk ke jalan tol Kopo - Mohamad Toha, Bandung. Berbekal 100 jam berlatih mengemudikan mobil Daihatsu Xenia di Lembang - Cimahi - Soreang, saya memberanikan diri melaju pelan di jalan tol tersebut. Sebagai bentuk tahu diri, saya memilih jalur mobil besar, jalur paling kiri sebelum bahu jalan. 

Tetapi walaupun sudah merasa mengalah, kadang kita akan bertemu pengemudi yang hanya fokus untuk secepat mungkin sampai di tujuannya. Sebuah mobil bak terbuka terlihat dari kaca spion kiri, kesannya melaju kencang. 

Mobil itu menyusuri bahu jalan, menyalip mobil saya,  dan menyerempet kaca spion dan akhirnya bablas meninggalkan kepulan asap bersama saya yang kaget dan menggerutu.

Menyalip dari sebelah kiri dengan ugal - ugalan

Celakanya cerita di atas juga akhirnya penulis lakukan, menyalip di lajur bahu jalan sebelah kiri. Seperti di awal tulisan ini, pengalaman disalip mendadak tanpa kontak lampu jauh, lampu sein, dan klakson memang menjengkelkan bagi orang - orang tertentu. Waktu itu jalan cukup padat, mobil-mobil di jalan tol bergerak pelan. Karena terburu - buru menjemput pulang anak dari sekolah, penulis ambil jalur bahu jalan sebelah kiri untuk menyalip. Dua - tiga mobil berhasil didahului. 

Masalahnya ada satu mobil yang kelihatannya tidak berkenan untuk disalip dari sebelah kiri. Mobilnya yang bagus pun rela hampir ditabrakkan ke mobil saya. 

Mungkin beliau bermaksud mengingatkan saya untuk tidak melewati kesempitan walaupun ada kesempatan. Sadar kalau salah, dengan malu saya melambatkan mobil.

Di lain pihak, saat melewati Tol Pasteur, saya melajukan mobil dengan kencang. Dari kejauhan terlihat lewat spion, mobil travel berada pada satu jalur di belakang mobil saya. Hanya berselang beberapa detik, moncong mobil tersebut dekat sekali dengan bagian belakang mobil kami. Seolah - olah akan menyeruduk karena tidak sabar menunggu kami melintaskan mobil di lajur yang lebih lambat. Sesaat emosi memuncak, dan di saat seperti ini mudah sekali muncul pikiran jahat.

Bahaya lobang atau cekungan di jalan tol 

Pengalaman yang lain, ketika kami melewati jalan tol Brebes - Pejagan dari arah Bandung menuju Semarang. Kami start dari Bandung pukul sepuluh malam. Tiba di jalan tol tersebut sudah dini hari. Waktu itu, penerangan jalan masih kurang, cuaca sehabis hujan, dan di lajur kiri sedang ada perbaikan jalan yang ditunjukkan adanya sejumlah rambu - rambu informasi yang terpasang. Setelah melewati jalan yang diperbaiki, mobil saya kemudikan dengan laju cukup tinggi kembali. Rupanya tak berapa jauh, ada jalan dengan cekungan yang tidak saya sadari. Mobil kami pun jumping dan menapak ke aspal kembali dengan benturan yang membangunkan anak - istri.

Bahaya bila mengantuk di jalan tol

Lain halnya cerita ketika kami menyusuri jalan tol dari Semarang menuju Bandung.  Perjalanan diawali dari Yogya seusai menghadiri resepsi pernikahan keponakan. Kami berhenti di persinggahan kopi Banaran untuk bersiap perjalanan jauh. Dari Ambarawa, kami memasuki kota Semarang untuk menikmati soto Bangkong dan membeli sejumlah oleh - oleh khas yaitu bandeng, lumpia, dan wingko. Keluar kota Semarang, kami masuk pintu gerbang tol Krapyak.

Saya berpikir perjalanan kami sudah banyak berhenti dan istirahat. Untuk itu, target pemberhentian berikutnya saya tetapkan di rest area sekitar Cirebon. Ketika berada di sekitar Brebes kilometer sekian, tiba - tiba mobil Daihatsu Xenia yang saya kemudikan menyelonong ke kanan tanpa saya sadari. Spontan klakson sejumlah mobil yang ada di belakang berbunyi panjang. 

Walau sejenak panik, dan spontan memperlambat mobil (melepas pedal gas - menginjak rem - tidak sadar bahaya tabrak belakang), akhirnya kesadaran pulih. 

Ternyata beberapa detik saya terlelap. Untung kami sekeluarga selamat dari insiden kecelakaan tabrak belakang. Tidak terbayangkan jika saat itu terjadi crash. Kecelakaan beruntun pasti terjadi dengan saya sebagai penyebabnya.

Terpaan angin kencang membelokkan mobil berkecepatan tinggi

Pengalaman berikutnya saat kami pulang dari daerah Probolinggo, Jawa Timur menuju ke Kuningan, Cirebon. Setelah turun dari kawasan Bromo dari jalur Probolinggo, kami berencana untuk menginap di kota Surabaya. 

Namun karena kabar orang tua, kami memutuskan untuk membelokkan arah kendaraan kami menuju Kuningan, Cirebon.  

Start dari rest area, yang kala itu berjubel - liburan Natal, mobil saya kemudikan menuju Semarang melewati jalan tol yang tiga hari sebelumnya telah kami lewati. 

Dalam kondisi letih dan malam yang cukup gelap, saya mengendalikan mobil dengan kelajuan rata - rata 70 km/jam. Seingat saya, sebelum memasuki daerah Solo, ada ruas panjang jalan tol (Ngawi - Solo (?)) yang cukup lurus dan terbuka. Kelajuan mobil saya naikkan hingga sedikit di bawah 100 km/jam. Mobil dalam posisi terkendali lurus. 

Tetapi, tepatnya di kilometer kesekian, saya merasa mobil berbelok dari jalur kiri ke jalur sebelah kanannya secara mendadak. Saat itu kantuk saya sudah lewat dan sadar bahwa setir sedang dipertahankan agar mobil bergerak lurus. 

Mungkin sekitar dua atau tiga kilometer kondisi tersebut terjadi lagi sampai istri terbangun karena merasa mobil digerakkan paksa untuk bergeser lintas jalur. 

Nalar saya mengarahkan pada jawaban bahwa anginlah sebagai penyebab mobil berbelok mendadak. Efek ini akan terasa saat mobil bergerak dengan kecepatan tinggi. Apalagi untuk mobil kecil yang kami miliki.

Mensintesa pengalaman di jalan tol

Dari beberapa pengalaman langsung di jalan tol, izinkan saya membagikan sejumlah kesimpulan.

Yang pertama adalah fakta bahwa pengemudi di jalan tol memiliki tingkat kemahiran yang berbeda - beda. Jam mengendarai mobil dan model jalan raya yang dihadapi belum tentu sama. Dengan demikian, saling menghormati antar pengendara sebaiknya dinomor-satukan.

Yang kedua adalah fakta bahwa kondisi emosional pengemudi di jalan tol berbeda - beda. Ada yang gemar memacu kendaraannya sampai melebihi kemampuan optimal mobil, ada yang berniat sampai di tujuan dalam target waktu tertentu, ada yang ingin menikmati perjalanan tanpa penetapan target waktu untuk tiba di tujuan dengan 'sak-klek'. Untuk itu, pilihan jalur melaju sesuai dengan laju rata - rata mobil kita adalah penting dan bijak.

Patut disadari, emosi di jalan raya mudah memuncak karena klakson, jalur laju mobil kita tiba - tiba dipotong mobil lain, permainan lampu jarak jauh, termasuk mendekatkan moncong mobil ke bagian belakang mobil lain. Jika kita terprovokasi dengan arogansi tersebut, sebenarnya kita sedang membahayakan diri sendiri.

Yang ketiga adalah melajukan kendaraan sambil cermat memperhatikan kondisi jalan yang dilalui. Semakin cepat kita melajukan mobil, harus diimbangi dengan respon terhadap kondisi jalan yang tinggi. Namun jika kita letih dan tidak berkonsentrasi, kesigapan kita bisa jadi berkurang. Bahkan kadang muncul dorongan emosional 'hajar saja' dengan tancap gas. Jumping seperti dalam pengalaman penulis berkemungkinan besar terjadi.

Yang keempat adalah sebaiknya kita tidak permisif terhadap rasa kantuk yang muncul. Jika kita terbiasa mentaati jam tubuh, sinyal -sinyal keletihan, rasa mengantuk, ketidak-fokusan mudah kita tangkap. Tetapi sebagai pengemudi, seringkali kita tawar - menawar dengan pikiran dan tubuh kita. Bahkan dengan minuman atau obat - obatan, kita memanipulasi jam tubuh tersebut. Akibatnya kepekaan untuk menyadari keletihan, rasa mengatuk, dan ketidakfokusan menjadi berkurang.

Seringkali kita juga pilih - pilih rest area untuk berhenti atau mungkin rest area masih berada jauh di depan sehingga kita tidak bisa beristirahat segera.

 

Yang kelima adalah merespon cepat kondisi cuaca yang kita hadapi saat itu. Hujan yang sangat deras sebaiknya direspon dengan memperlambat kendaraan. Jika kita nekad melajukan kendaraan bisa jadi kita membentur genangan air di jalan. Ini seperti yang penulis alami saat pulang dari Jakarta menuju ke Bandung. 

Setelah keluar dari  rest area yang memiliki ciri khas atap gantung, mobil saya lajukan dengan kencang di jalur sebelah kanan. Tak berapa lama mobil membentur genangan air dan ada beberapa detik terasa mengapung, mengalami perlambatan drastis dan sulit dikendalikan. Cipratan air menutup kaca depan menghalangi penglihatan.

Tiupan angin kencang juga memberikan dampak bahaya bagi pengemudi di jalan tol. Mobil semacam Daihatsu Xenia, walaupun sudah streamline didesain, masih bisa bergoyang kala berpapasan dengan bus atau truck yang melaju dengan kecepatan tinggi. Artinya, jika ada angin kencang dengan kekuatan yang hampir sama apalagi disertai turbulensi, mobil - mobil sekelas ini bisa terpengaruh arah geraknya. Fenomena alam yang menghasilkan angin kencang mungkin dengan cepat dapat kita respon ketika terjadi di siang hari. Kita dapat melihat gerak perpohonan dan debu jalan. Namun agak sulit dilihat saat malam hari.

Mengenali daerah - daerah dengan genangan air hujan atau daerah terbuka dengan terpaan angin yang kencang melalui literasi - mencari informasi sangat perlu. Semoga banyak pengemudi peduli yang mengulasnya untuk kita. 

Yang terutama saat kita berkendara mobil di jalan apapun adalah mengutamakan prinsip, 'aku melindungimu'. Memang belum ada tolok ukur seberapa kita harus berempati melindungi pengendara mobil yang lainnya. 

Tetapi bila budaya ini disosialisasikan, terus - menerus diingatkan, dan menjadi ukuran kelayakan pengemudi yang cerdas di jalan, penulis menyakini bahaya yang diakibatkan kurangnya skill, emosi yang meluap, rusaknya jalan dan kontur turunan atau tanjakan panjang, keletihan, mengantuk dan kurang konsentrasi, serta kondisi cuaca dapat diantisipasi bersama oleh sesama pengendara yang dari awal telah berniat saling menyelamatkan.

Sedikit kencang penulis melajukan Daihatsu Xenia mengikuti Bus Malam PO. Haryanto dengan trayek Jakarta - Jepara.  Setiap ada jalan rusak atau cekungan, lampu tanda bahaya bus dinyalakan berkedip - kedip. 

Beberapa kali ada bus atau truk dari depan yang melaju kencang - berpapasan, lampu sein bus sebelah kanan dinyalakan seolah - olah melarang saya untuk menyalip. Begitulah saya merasa dipandu dari Pekalongan hingga akhirnya sampai di Kudus. (Juni 2016)

Mari kita tebar keselamatan di jalan tol dengan saling peduli dan tidak menjadi pengemudi yang mempermainkan atau bahkan membahayakan sesama pengemudi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun