Belakangan ini rasanya hampir manusia di seluruh dunia mengalami kehidupan seperti di alam mimpi. Kebebasan sebagai hak asasi seluruh manusia sengaja dibatasi justru untuk kebaikan bersama.
Gara-gara virus Covid-19, sebaliknya malah bergema di seluruh dunia untuk beramai-ramai melakukan social distancing (pembatasan sosial) guna menekan penyebarannya.
"Jangan berkerumun, jaga jarak dengan orang minimal 1 meter, pakailah masker, dan rajin-rajinlah mencuci tangan dengan sabun," imbau segala pihak. Kita didorong untuk kembali ke dalam kediaman masing-masing bersama keluarga untuk periode yang belum pasti.Â
Ya, belum pasti. Silakan hela nafas panjang, hehe.
Sekarang mau tidak mau, kita harus bisa menjadikan rumah/kediaman sebagai tempat ternyaman untuk bertahan. Benteng terakhir layaknya perlawanan manusia terhadap kaum raksasa dalam film animasi Jepang, Shingeki No Kyojin. Atau seperti shelter berlindung dari bahaya serbuan zombie di film-film horror yang mungkin pernah kita tonton.
Kondisi ini pun mengharuskan kita beradaptasi dengan mengubah kodrat kemanusiaan kita yang aktif bergerak antar ruang dan tempat, menjadi terbatas hanya dalam satu area.
Lumrah saja, dalam beberapa hari kita sudah mendapati keluhan-keluhan tidak betah. Mental kita pun cenderung menjadi emosional dan negatif akibat terlalu banyak mengikuti informasi terkini lewat media elektronik.
Ditambah lagi jika berdengung pemberitahuan dari grup pesan elektronik kantor, teman sejawat, tetangga, dan saudara yang membuat kita semakin resah.
Kabar baiknya, ternyata kita bisa berupaya menjadikan proses adaptasi kita lebih nyaman dan menyenangkan dengan menyimak tipsnya dari para astronot. Iya betul, astronot.
Para astronot ini diharuskan tinggal berbulan-bulan hingga setidaknya 1 tahun lamanya di stasiun luar angkasa, bahkan tak jarang yang sendirian pula. Salah satunya adalah Scott Kelly, Astronot NASA yang tinggal di luar angkasa selama setahun pada periode Maret 2015-Maret 2016.