Mohon tunggu...
Ali Al Harkan
Ali Al Harkan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa, aktualisasi, mengejar impian besar. | www.batiksastra.blogspot.com | | www.facebook.com/aharkan | | www.twitter.com/@aharkan |

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup Ini Seperti Gong Show

5 Februari 2012   01:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manusia adalah makhluk yang hidup. Dan kehidupan itu percaya atau tidak, memiliki awal dan akhir. Awal dan akhir itu membuat kehidupan memiliki batasan, sehingga ia dapat dipandang seperti suatu waktu yang singkat. Aku menganalogikannya seperti sebuah ajang ‘kontes bakat’. Dalam suatu kontes panampilan bakat, setiap kontestan diberikan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan maksimalnya dalam menampilakan potensi bakat yang ada dalam dirinya. Ada kontestan yang sukses, berhasil membuat si produser kontes tersenyum, dan mampu menghibur penonton sekaligus kontestan yang sedang mengantri untuk pertunjukan pula, dan ia dikenal dan diingat oleh orang-orang setelahnya. Namun tidak sedikit pula kontestan yang gagal. Ia tidak banyak mempersiapkan penampilannya seperti beberapa orang yang mendahuluinya, sehingga penampilannya dinilai produser dan penonton kurang menghibur apalagi buruk. Ia adalah kontestan yang gagal dan membuat kontestan lain tidak terhibur. Ia hanya akan dikenang sebagai orang yang gagal, dan akan cepat dilupakan.

Dan hidup manusia adalah suatu variabel yang tergantung pada waktu. Dari waktu itu manusia memiliki keterbatasan untuk ‘hidup’nya. Sehingga jika manusia memiliki kehendak, maka ia akan menghadapi batsan-batasan yang menghalanginya untuk menginginkan keabadian. Itulah salah satu pula desain Tuhan agar manusia meskipun ia dinobatkan sebagai makhlauk mulia dan paling sempurna, ia tetap harus memiliki sisi yang yaitu kerendahan hati. Itu membuat manusia agar memiliki kesadaran bahwa keterbatasan hidup ini didesain demikian agar dapat memiliki arti. Dan arti tersebut dapat diwujudkan apabila manusia senantiasa mengisi hidup ini dengan ‘arti-arti’ yang sesuai dengan hakikatnya dihidupkan Tuhan.

Sangat banyak contoh orang yang tidak menorehkan arti dalam hidupnya. Ia hanya memandang hidup ini sebagai suatu kekosongan, tanpa ada kesediaan, kemauan, dan kesungguhan dalam mengisi hidup. Hingga ketika kesempatan hidup yang diberikan Tuhan kepadanya habis, barula ia sadar bahwa ia tidak memanfaatkan kesempatan yang hanya sekali itu dengan kesia-siaan. Sia-sia. Aku tidak ingin seperti itu.

Namun tidak sedikit pula teladan, orang-orang yang telah berhasil menmgisi kesempatan hidupnya dengan ‘sedikit’ gemilang. Ia berhasil menorehkan kesuksesan dalam memenuhi kesempatan hidup. Banyak guna yang ia peroleh dari kesungguhannya mengisi hidup. Ia tidak memiliki ketakutan untuk mempertanggungjawabkan hidupnya pada Sang Pemberi Kesempatan. Dan ia dikenang pula oleh manusia-manusia yang mengenyam kesempatan hidup setelahnya. Ini yang aku inginkan.

Aku adalah seorang remaja berusia 15 tahun yang tidak tahu kapan kesempatan hidupku akan berakhir. Seperti pada acara Gong Show, aku tidak tahu kapan gong akan dibunyikan oleh para juri dan mengakhiri kesempatan untuk menampilkan bakat yang aku miliki. Sehingga dari sini aku mesti melakukan yang terbaik, agar penonton, juri dan produser mampu terhibur dan setidaknya mengingat namaku. Aku ingin setidaknya mereka tahu bahwa aku sebagai peserta kontes itu juga pernah menampilkan sesuatu. Ladies and gentlements, I’ve ever show you my talent.

Itu adalah ingin hidupku sejak aku memiliki ilham untuk menulis tulisan ini. Aku akan memperjuangkan hidupku, mengisi kesempatan hidup yang diberikan Tuhan ini, agar aku tidak gagal ketika mempertanggungjawabkan kesempatan menjadi khalifah di Bumi ini di hadapan-Nya sebagai Ia yang jadi sutradara kehidpupan ini. Dan aku setidaknya, ya atau tidak, akan dikenang oleh orang-orang yang mengisi kesempatan hidupnya sesudahku kelak sebagai orang yang berhasil, berhasil kesempatan hidup di dunia dan menunjukkan kepada dunia. Aku katakan, “Dunia, aku juga pernah hidup!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun