Kejadian itu memang mengenaskan. Semua harapan sirna seketika bagi mereka yang terlibat. Ada yang sulit membayangkan masa depannya karena akan terhalang waktu dalam kungkungan. Ada yang benar-benar pupus karena harapan itu sudah pergi untuk selamanya.
Aku geram pada mulanya. Tetapi kemudian kegeraman itu luntur oleh keyakinanku pada beberapa ayat dalam Al-Quran: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu itu dengan takdir" [Al-Qamar 49]. “Sekiranya kalian berada di rumah kalian, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan mati terbunuh akan keluar juga ke tempat mereka terbunuh” [Ali Imron 154]. Dan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori yang mengatakan bahwa mati kecelakaan adalah salah satu dari kematian syahid.
Apapun takdirnya, haruslah ada yang menjadi perantaranya. Pada kejadian tersebut, sebagian dari mereka yang terlibat sudah ditakdirkan terbunuh di tempat itu, tentu harus ada sebagian lain yang ditakdir sebagai perantara yang menyebabkan mereka terbunuh. Terkadang memang merasa sulit untuk menerima kenyataan. Tetapi bisa saja, bukan mereka yang ditakdirkan terbunuh atau bukan mereka yang ditakdirkan sebagai perantara terbunuhnya orang lain. Allahu a’lam.
Salah satu tugasku sekarang, terus berdoa dan berusaha agar tetap berada dalam koridor aturan, etika dan kepatutan yang tidak boleh dilanggar. Perjalananku masih ada di depan sana, entah itu pendek atau panjang. Yang pasti semuanya belum berakhir bagiku. Pasti banyak takdir-takdir lain yang akan melibatkanku disepanjang jalan itu. Entah apa dan dimana.
Doaku bagi mereka, semoga diberi ketabahan dan kesabaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H