Pulang ke rumah mertua, rutinitas harian kami dimulai. Minumin anak-anak per 3 jam 20cc dengan media sendok. Saat itu kami masih pakai ASI perah dari donor. Dan masalah mulai timbul. Shofa nggak mau disendokin, jadi hampir selalu nendang dan namplek.
Marwa yang entah gimana kalau nenen selalu bikin puting sakit. Rencana nenenin berdua langsung gagal total, semua teori posisi sudah hapal di luar kepala, tapi prakteknya zonk. Marwa yang suka lepas-lepas kalau nenen bareng. Akhirnya mau nggak mau saya nenen satu-satu.
Tapi hasilnya satu bayi belum selesai, bayi lain sudah nangis. Kegiatan saya sehari-hari selain nenenin ya makan bentar, mandi bentar banget, pipis, minum super kilat (saya nggak sholat, saat itu masih nifas).
Breast care? Ya saya sempat disalahkan oleh ibu saya sendiri. "Kae ibu2 sik nunggu di perina sardjito, itu kalangan awam bahkan byk yang golongan menengah ke bawah, tapi sebelum lahiran putingnya sudah dibersihkan jadi salurane nggak tersumbat. Lha koe dokter tapi ra mudheng persiapan."
Ya saya dokter, dan saya yo ora pekok, saya paham kalau menyusui itu fisiologis. Puting nggak usah dibersihin gosok-gosok kapas ya asal nggak dakian pasti saluran ASI kebuka sendiri kok. Nek digosok2 ngko malah minyak alaminya hilang jadi gampang lecet.
Tapi buat nglegani ibu saya manut, saya breastcare di RS JIH. Pas breastcare ASI banyak netes-netes. Tapi pas dinenenin kenapa zonk.
Oh ya, masalah lain adalah milk blister. Bagi ibu-ibu yang pernah merasakan pasti paham rasanya payudara penuh sampai keras, tapi disedot nggak bisa soale salurane tersumbat ASI yang membatu. Asumsi saya saat itu ASI saya keluar, nyatane sampe ada milk blister, tapi kenapa anak-anak saya selalu rewel dan seolah kelaparan.
Saya sudah nggak bisa mikir lagi, milk blister bingung mau tak apain. Disusuin terus nggak hilang, malah tambah nyeri. Hahaha konyol kan, namanya juga orang stres.
(Beberapa bulan kemudian saat proses menyusui sudah lancar, milk blister bukan masalah, sering saat saya jaga IGD pasien banyak nggak sempat pompa, milk blister tinggal disudet sendiri saja pakai jarum steril, beres).
Tiba saatnya kontrol (karena lahir prematur dan BBLR Shofa Marwa disarankan kontrol seminggu sekali). Kami memilih praktik pribadi dr. Ekawati, Sp.A (K) di Klinik Bedah Sinduadi. Di sana ditimbang (insya Allah valid karena ditimbang tanpa memakai baju), ternyata 3 minggu lebih mereka belum kembali ke berat lahirnya, bahkan 1 minggu hanya naik 100 gram, sangat kurang dari target mengejar BB yang 1kg/bulan.
Dr. Ekawati mengevaluasi penyebab kenapa BB tidak mau naik. Shofa tidak ada masalah, berarti karena kurang asupan. Marwa saat diperiksa ternyata punya tongue tie, jadi perlekatannya tidak maksimal dan nyedot ASI nya tidak efektif. Dr. Ekawati menawarkan opsi untuk memotong tongue tie selagi masih kecil, struktur di dalam tongue tie nya masih belum terbentuk jadi seperti periksa rawat jalan saja.