Lelaki.
Mereka adalah pencuri.
Deru tegapnya, aroma maskulin yang tercium darinya, senyuman yang dapat mereka atur kadar dan frekuensinya adalah segala hal yang mampu mencuri mimpi seorang hawa.
Dari sudut pandangku, lelaki adalah makhluk berbahaya yang pesonanya tak pernah bisa kuabaikan sama sekali. Mereka harus dihindari namun justru memiliki magnet yang menarik kutub egoisme-ku menjadi luluh dan tak berkutik.
Suara itu, acuh tak acuh pola pikir itu, kritis kata-kata itu, kesabaran mahadaya itu...tak pernah gagal membuatku penasaran dan mencari tahu teka teki kehidupan mereka secara diam-diam. Sebenarnya mereka itu siapa?
Seseorang pernah memperingatkanku tentang organisme berjakun yang satu ini.
Kurasa mereka terdiri dari banyak kasta. Ksatria, seniman dengan penampilan berantakan, pujangga rahasia, pecinta yang tak dapat ditolak, pemilik jiwa dengan enigma, pemberontak yang sangat manis, prajurit yang sedikit egois, playboy dengan jiwa rapuh, juga tukang bikin patah hati paling terkenal di setiap karya sastra.
Kenyataan bahwa mereka mewarisi kharisma prosa membuatku tersadar bahwa setiap alinea jiwa mereka tak mudah ditebak bagaimana akhir kisahnya. Mereka memiliki pemikiran sendiri yang tersisipi kata kunci. Mereka dapat dengn mudah membiarkan perempuan masuk ke dunia mereka dengan satu syarat: Jangan mengacau. Atau sepertinya mereka juga tak sudi membiarkan siapapun masuk mengobrak-abrik arsip kehidupan mereka kecuali terhadap raga yang benar-benar bisa dipercaya. Lalu dapat kuprediksikan dengan pemikiran sederhana, bahwa pemilik hormon testosteron ini masing-masing punya kisah yang dibukukan begitu rapi dan tersembunyi.
Hei lelaki dengan sastra cinta....sebenarnya kalian terbuat dari apa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H