Membuat seni pertunjukan, seperti: tari kreasi, drama tari, seni kontemporer, kolosal, Tari berpasangan, individu, kelompok atau sebagainya dapat di awali dari pembuatan gerak atau musik terlebih dahulu, dapat juga dari ide garapan, tema, melihat kehidupan masyarakat, melihat alam, melihat hewan, melihat busana, dan sebagainya, menurut mood dari sang kreator itu sendiri, seperti saat kreator sedang bersedih, bahagia, semangat dan sebagainya, ia menemukan idenya menurut keadaan dirinya, namun semua tergantung dari fresh atau tidaknya ia berfikir.
Menciptakan tarian itu dapat dikatakan mudah tapi sulit, sulit tapi mudah. Biasanya kebanyakan koreografer akan mengatakan yang demikian itu dan menurut kegunaan dan pemanfaatan untuk apa tarian itu ia buat. Untuk itu tarian tidak boleh dianggap enteng dan tidak bisa dibuat asal-asalan, harus ada konsep atau tema. Dalam mengerjakan sesuatu apapun pasti diutamakan adalah konsep dan ide awal. Tapi ada beberapa karya yang tanpa sengaja mereka buat dan menjadi mahakarya yang luarbiasa.
Tari tradisional yang ada di daerah tercipta karena kebiasaan atau dari kegiatan masyarakat setempat, ada yang tercipta karena kebiasaan/kegiatan nelayan, petani, usai memanen, saat melepas lelah, sebelum hari raya dan sebagainya. Kebiasaan-kebiasaan masyarakat dahulu itu ditambah dengan masyarakat yang menari lambat laun menciptakan tari tradisional yang kini kita kenal sekarang ini, seperti tari Dambus Bangka yang tercipta dari kebiasaan masyarakat yang bedincak (berjoget) kemudian diakui sekarang ini menjadi gerak tari tradisional Bangka. Demikian juga di masa sekarang, si koreografer mencipta tarian kreasi menurut kebiasaannya, menurut ide garapannya, menurut karakternya, namun karena si koreografer adalah orang daerah maka ia membawakan identitas daerahnya, dapat berupa busana, logat bicara, gerak dan sebagainya.
Biasanya seorang koreografer membuat tariannya dari konsep yang ingin ia angkat dengan berpijak pada gerakan tari tradisional daerahnya, bisa juga saat ia mendengar musik, melihat busana daerahnya, atau darimana saja yang ia kehendaki. Kemudian dialah yang mencocokkan musik, properti dan busana yang ia inginkan. Untuk itulah ia membutuhkan komposer dan penata busana untuk bekerjasama dan membantu pemikirannya agar keinginannya tercapai.
Semua garapan tarian dari seorang koreografer apabila itu khusus untuk sebuah perlombaan sudah pasti ia harus mengikuti petunjuk panitia yang menghendaki Tema Garapan sesuai dengan peserta lomba, seperti lomba tari tingkat anak, remaja dan orang dewasa, seperti contoh FLS2N (Festival Lomba Seni Siswa Nasional). Seorang koreografer akan menciptakan tarian yang sesuai dengan usia anak didiknya, antara lain:
Taman Kanak-kanak
Tarian anak-anak Preschool/TK/PAUD/Rumah Bermain dan semacamnya di usia  2 - 4 tahun sangat berbeda dengan tarian-tarian anak Sekolah Dasar, SMP, SMA dan umum dalam mengajarkan/membuat tarian. Namun tidak menutup kemungkinan anak kecil mampu menari seperti orang dewasa. Anak-anak ini jelas lebih suka bermain, tariannya pun baiknya tidaklah terlalu berat. Bisa membuatnya menjinjit-jinjit kecil, gerak2 tangan kanan kiri, goyang kepala, pola lantai yang simpel akan lebih membuat mereka bergembira dan apabila ingin lebih meriah, tarian ditambah dengan bernyanyi, dengan busana segar seperti busana/menirukan hewan, topi kelinci, busana peri, sayap malaikat, pohon dan sebagainya agar pementasan mereka segar dan menghibur. Hal seperti ini dapat kita lihat pada film-film keluarga di televisi. Tiap orang pasti menyukai anak kecil apalagi anak-anak ini pentas pada panggung pertunjukan dengan membawa tema dunianya anak-anak. Jangan membuat karya anak-anak menjadi dunia orang dewasa karena sudah pasti banyak yang kurang menyukainya.
Anak Sekolah Dasar
Anak-anak sekolah dasar berusia 5 - 11 tahun, mulai menanjak dalam membuat tarian dan kepenariannya pun dapat di atas rata-rata, karena tarian untuk anak SD ini sudah bisa mengikuti Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Festival ini berjenjang, mulai dari gugus di kecamatan, apabila juara 1 maka berhak ikut FLS2N tingkat Kabupaten, jika juara, mereka kemudian menuju tingkat provinsi, lalu Nasional. Lomba seperti ini dipastikan dapat meningkatkan kepercayaan diri anak dan mereka semakin mengasah kemampuan bakatnya dan sudah pasti bermanfaat bagi mereka.
Tarian anak SD sangat interaktif, koreografer membuat tarian ini disertai permainan layaknya permainan anak-anak SD, contohnya bila tema tentang berkebun/bertani maka tarian mereka tentang seputaran kebun dan diselingi senda gurau anak-anak yang membantu orangtuanya bercocok tanam sambil bermain-main, lempar-lemparan, tertawa-tawa dengan memanfaatkan properti yang ada diperkebunan. Contoh lainnya, saat mendorong kereta yang ada dikebun dijadikannya alat bermain, saling dorong, saling tertawa dan sebagainya. Interaksi-interaksi ini menjadikan tarian anak SD menjadi segar layaknya dunia anak-anak tanpa meninggalkan kesan menari yang kompak. Perkiraan persentase nya adalah 50% - 50%, untuk permainan dan kekompakan, karena tarian ini lebih menonjolkan dunia anak-anak. Dimasa sekarang cukup banyak koreografer mencari atau memanfaatkan anak-anak yang pandai senam lantai dan akrobatik di sekolahnya, hal ini untuk memperkuat garapannya.
Anak Sekolah Menengah Pertama