Mohon tunggu...
Agus Wirajaya
Agus Wirajaya Mohon Tunggu... profesional -

warga kompasiana baru berdomisili di Denpasar, salah satu rakyat Indonesia, yang berusaha mengikuti nasihat bapaknya,"semua kegiatan harus diawali dengan niat baik, berlaku dengan jujur, bertanggung jawab, dan bersahabat dengan semua orang".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Reklamasi Teluk Benoa untuk Siapa? (Secarik Perenungan Orang Awam)

31 Juli 2014   12:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:47 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kawan-kawan masyarakat Bali yang saat ini masih pro reklamasi teluk benoa.
Perkenankan melalui tulisan ini saya menyampaikan secarik pendapat saya sebagai orang awam yang hanya coba menggunakan logika berpikir sederhana saja, anggap ini  sekedar bertukar pikiran saja sebagai bentuk kepedulian kita kepada Bali yang kita cintai.

Saya yakin kawan-kawan memiliki pandangan yang positif dan benar dari sudut pandang yang kawan-kawan pilih, makanya tetap setuju pada reklamasi teluk benoa.

Sekarang mari kita berpikir dan membayangkan dari masa depan ke masa sekarang, anggap saja sekarang  reklamasi sudah selesai dan pulau itu berdiri dengan gagahnya dilintasi jalan toll Bali Mandara. Mungkin akan banyak penduduk Bali yang akan bekerja disana, atau mungkin penduduk Bali akan semakin bertambah akibat eksodusnya pencari kerja di pulau yang baru.
Dengan pulau eksotis seperti itu maka tidak mungkin hotel yang berdiri disana itu hotel melati, mungkin bintang empat  atau lebih sehingga otomatis tenaga kerja yang diterima juga berstandar tinggi, kecuali mungkin untuk pekerjaan teknisi, tukang kebun, sekuriti, tukang cuci, dan sayangnya tidak semua penduduk Bali memiliki ketrampilan seperti itu.

Anggap saja sekarang anda bekerja disana sebagai teknisi dan digaji 2,5 juta per bulan, dan setiap hari kerja harus melalui jalan toll atau mungkin harus naik kapal dari benoa? Yah anggap saja naik motor lewat toll.
Dalam sebulan 25 hari kerja berarti harus 50 kali lewat toll.
Dengan biaya toll anggap saja 5.000 (sekarang saja biaya toll untuk motor Rp. 6000,-) maka harus bayar maka harus bayar toll sebulan 250.000. Lalu bensin motor sekitar 100.000 jadi gaji sudah terpotong 350.000 hanya untuk transportasi, bayar cicilan motor 500.000 karena sulitnya transportasi umum di bali.
Makan sehari yang paling irit 10.000 selama 30 hari jadi 300.000 kalo ada istri anak 2 jadi habis 500.000 sebulan kemudian bayar kos listrik dan air 500.000. Biaya sabun mandi dan cuci sebulan 100.000. Lalu biaya servis motor ganti oli tambal ban 100.000, bayar sekolah dan buku anak 500.000.

Kira-kira kalau dihitung:
2,5 juta-(250rb+100rb+500rb+500rb+500rb+100rb+100rb+500rb) = -50.rb
Mesti pinjam di koperasi atau LPD  Rp.50.000,- setiap bulan agar minus tertutupi.
Lalu dimana untungnya untungnya untuk mereka yang kerja disana nanti, kalau tiap bulan harus nombok?


Menurut teman saya yang bergerak di bidang properti, katanya kalau mau membuat kompleks perumahan maka tanah yang luas itu dikapling kapling terlebih dahulu termasuk sebagian disiapkan menjadi jalan untuk keluar masuk komplek perumahan tersebut. Bahkan saat masih dalam bentuk maket kapling saja asal urusan surat jual beli tanah sudah beres, maka kapling tanah bahkan rumah sudah bisa dijual. Sehingga saat proyek pembangunan selesai semua rumah atau minimal 80% sudah terjual.
Pertanyaan saya, kawan- kawan yang pro reklamasi, bagaimana jika, ternyata, toll Bali Mandara yang baru itu, dulu dibangun hanya untuk kepentingan reklamasi seperti jalan yang disiapkan saat mengkapling tanah kompleks perumahan?
(Maafkan bila saya curiga, bahwa toll itu sebagai bagian memuluskan reklamasi, karena sampai sekarang toh yang pakai toll masih sedikit, dan jalur-jalur motor yang dibuat kok tidak bersebelahan dengan jalur mobil, tapi ada jalur yang turun dan pada beberapa ruas ada jalur motor yang seperti menggantung putus? ).

Bagaimana jika ternyata tanah kapling-kaplingan di pulau buatan tersebut ternyata sudah mulai dijual dari sekarang dan sudah sebagian laku sehingga saat semua proyek reklamasi rampung penduduk bali hanya bisa bengong karena saat  itu semua tanah di pulai itu sudah milik orang, orang Bali hanya kebagian berusaha berebut menjadi pegawai di salah satu hotel di pulau yang baru tersebut?

Bila saja (ini juga hanya berandai-andai) pemerintah Bali dengan alasan profesionalisme dan tidak memiliki kemampuan mengelola pulau buatan seluas 800-an hektar lalu menyerahkan pengelolaannya pada orang lain, lalu mengapa beliau berani mengelola dan memerintah pulau Bali yang luasnya beratus ribu hektar?

Lalu masih perlukah reklamasi dilakukan dengan alasan demi kepentingan Bali? Kalau memang menurut kawan-kawan masih perlu, untuk siapa?

Pernahkah kawan-kawan brpikir kenapa Presiden kita Pak SBY pada masa akhir jabatannnya mengelurakan Perpres untuk memuluskan proses reklamasi ini agar seluruh urusan operasional reklamasi ini selesai sebelum presiden yang baru terpilh dilantik?

Semoga secarik perenungan saya ini bisa sedikit kawan-kawan pikirkan karena tentu saja saya tak mampu menghasut kawan-kawan untuk duduk diam dengan serius memikirkan ini. Tapi kalaupun itu teman-teman lakukan, saya sangat berterima kasih, walaupun akhirnya kawan-kawan tetap pro reklamasi,.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun