Mereka beranggapan bahwa tidak ada partai ataupun tokoh yang pantas atau mampu memimpin mereka sesuai dengan apa yang mereka inginkan hingga Pemilu selesai dilaksanakan. Kekecewaan tersebut kemudian menggiring masyarakat untuk bersifat apatis terhadap Pemilu.
Menurut Mahfud MD dalam wawancaranya di tempo.co, Golput sebagai ekspresi dan sikap personal diperbolehkan. Golput secara hukum juga dianggap sah. Hal tersebut sudah dijamin dalam Pasal 28 UUD '45 serta Pasal 23 UU tentang HAM.
Kedua pasal tersebut membebaskan seseorang untuk mempunyai haknya masing-masing. Baik itu mengenai hak berpolitik maupun hak untuk menentukan pilihan dalam politiknya. Termasuk mengenai hak untuk tidak memilih siapapun dalam Pemilu alias Golput.
Namun, jika ada seseorang yang membujuk, mengajak atau mempengaruhi orang lain untuk Golput, ini dikatakan tindakan jahat. Sesuai dengan Pasal 515 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, hukuman bagi seseorang yang melakukan tindakan tersebut dapat di pidana penjara paling lama 3 tahun dengan denda paling besar 36 juta rupiah.
Mendekati Pemilu 2019, banyak warga Indonesia yang secara terbuka menyatakan untuk Golput. Sebagai misal, baru-baru ini ada gerakan Golput yang di lakukan oleh 3.000 warga korban gusuran di Cikuasa Pantai dan Kramat Raya, Kota Cilegon. Itu disebabkan karena tidak ada kejelasan mengenai ganti rugi tanah mereka yang telah di gusur oleh Pemerintah Kota Cilegon sejak 2016 lalu.
Gerakan tersebut, merupakan gerakan kekecewaan warga terhadap Pemkot Cilegon yang hingga sekarang belum juga mengganti tanahnya yang telah di gusur. Hal itulah yang mengakibatkan warga menyatakan Golput di Pemilu 2019.
Munculnya aktor pasangan calon presiden virtual, Nurhadi -- Aldo juga dinilai telah mempengaruhi pemilih untuk bersifat apatis terhadap Pemilu. Vigur tersebut muncul ditengah masyarakat yang sedang jenuh terhadap Pemilu seperti saat ini. Oleh karenyanya, banyak masyarakat untuk memilih Golput di Pemilu 2019.
Tak hanya itu, pelaksanaan Pemilu 2019 pada 17 April ternyata berdekatan dengan libur panjang. Dua hari setelah pelaksanaan Pemilu atau pada tanggal 19 April merupakan hari Wafatnya Yesus Kristus. Hal tersebut, juga dapat mengakibatkan menurunnya tingkat partisipatif pemilih pemula yang lebih memilih untuk berlibur daripada datang ke TPS untuk mencoblos.
Bahkan, ada juga masyarakat yang menyatakan Golput karena kebingungannya terhadap peserta Pemilu 2019. Mereka beranggapan bahwa banyaknya surat suara, akan menyulitkan mereka untuk menentukan pilihannya. Ditambah, pada kertas suara Calon DPR dan DPRD tidak disertai dengan foto. Adapun calon DPD dan calon Presiden yang disertai dengan foto, tetapi mereka tidak mengenalnya.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI), angka Golput di Pemilu 2019 diperkirakan akan mencapai 30%. Angka tersebut, jika dibandingkan dengan data dari KPU RI di Pemilu 2014, tergolong meningkat. Mayoritas mereka beralasan karena enggan untuk mengurus administrasi pindah KTP dan atau pindah Daerah Pemilihan (Dapil).
Dari beberapa fenomena yang sudah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa gerakan Golput, bukan serta merta karena tidak memiliki alasan. Justru Golput ada karena ada alasan yang sangat mendasar dan bersifat umum.