Mohon tunggu...
Agus Wicaksono
Agus Wicaksono Mohon Tunggu... -

Mas Agus, begitulah teman-teman dikantor dulu memanggil saya. Sekarang hanya tinggal dirumah saja, setiap hari kerja saya hanya bermain dengan komputer dan internet. Itulah 2 sahabat sejati saya. Tetapi karena perkembangan tekhnologi demikian cepatnya dan mobile, maka komputer telah digantikan peranannya oleh laptop (meskipun tidak 100%) Maklumlah sejak 7 tahun lalu sampai sekarang pekerjaan tetap saya adalah web programmer disebuah perusahaan swasta asing. Tetapi dengan tekhnologi internet saya dapat bekerja dari rumah (hiihihi... mungkin boss saya disana tidak tahu kalau disini saya sering kerja cuman pake sarung atau celana pendek saja. Mungkin juga gak pakai baju hiihihihihi...). Di tempat saya bekerja menerapkan sistem manajemen Virtual Office. Jadi ya beginilah saya, bekerja dirumah, tanpa perlu antri dijalan berjam-jam hanya demi menuju tempat yang namanya kantor.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anakku Sayang Sekolahnya Malang

30 Januari 2010   05:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:10 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mas Agus: Suatu hari ditengah hiruk pikuknya Jakarta, ditengah ketiak para penumpang bis kota yang berjejal penuh berpacu di jalan tol. Terbesit suatu keinginan diotakku, alangkah senangnya aku jika tidak usah berjejal, mengejar dan menunggu bis kota hanya untuk menuju tempat kerja yang namanya kantor. Ingin rasanya memiliki kendaraan pribadi namun ketika bis yang kutumpangi mengarah keluar pintu tol, hhhmmmm.... ternyata kendaraan pribadi mobil dan motor sudah berjejal saling berebut keluar dari jebakan lampu merah.Hingga suatu hari, karena desakan keadaan keuangan perusahaan, tempatku bekerja memutuskan untuk membuat suatu manajement yang memungkinkan karyawannya bekerja dari rumah.
Kami menyebutnya Virtual Office management. Inilah yang kutunggu, ternyata Allah selalu mendengarkan umatnya yang menderita. Selagi orang-orang memikirkan konsep Virtual Network Community, aku sudah berada didalamnya. Dengan sistem manajemen perusahaan seperti ini, yang memungkinkan aku bekerja dimana saja dan kapan saja selama tempat tinggal ku dialiri listrik dan dapat meraih sinyal komunikasi terdekat, singkat cerita aku dan istriku memutuskan untuk pindah ke sebuah desa kecil di daerah Karawang, Jawa Barat, desa tempat kelahiran istriku.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tibalah saatnya anakku untuk bersekolah. Karena kesibukanku, meskipun bekerja dirumah. Hanya ada satu Sekolah Dasar yang terdekat dengan rumah, ketika masuk sekolah dasar itu anakku baru berumur 5,5 tahun. Sebelumnya anakku bersekolah di sebuah TK yang jaraknya +/- 4km dari tempat tinggal kami selama 1 tahun, tapi dia tidak mau bersekolah di TK lagi. "Saya mau masuk SD saja, kan udah bisa baca tulis", begitu katanya dan ketika saya menulis ini anakku sudah duduk di kelas II.


Gambar 1

Namun suatu hari ketika musim hujan tiba, miris hati saya melihat anak-anak kampung dengan semangat bersekolah yang luar biasa harus bertelanjang kaki kesekolah atau bersandal jepit. Ya, mereka sudah tahu, mereka sudah paham. Ketika musim hujan tiba sekolah mereka akan banjir, becek, dan licin. Ternyata ditengah gembar-gembornya pemerintah pusat dan daerah untuk memajukan pendidikan masih banyak sarana dan prasarana sekolah yang harus dibenahi.Gambar-gambar ini adalah situasi dan kondisi tempat dimana anakku bersekolah. Sebutlah SD Mekarjati III, Kel. Mekarjati, Kec.Karawang Barat (Gambar 1).


Gambar 2

Gambar 3

Suatu pagi, belum lama ini, terjadi hujan dan angin yang cukup besar, tiba-tiba saja meteran listik yang terpasang di pojok luar samping ruang guru tercabut dari tempatnya dan jatuh ketanah. Mengapa demikian? ini terjadi karena kayu-kayu kerangka atap sudah uzur dimakan usia. Ditambah dengan tidak adanya perawatan dan pemantauan yang memadai (Gambar 2 dan 3).Ketidaknyamanan anak-anak sekolah juga terganggu ketika musim hujan tiba. Banjir dan ruang kelas yang becek karena air banjir di halaman sekolah yang masuk ke dalam kelas ataupun bocor (Gambar 4, 5, 6, 7,dan 8).


Gambar 4


Gambar 5

Gambar 6


Gambar 7

Gambar 8

Ketiadaan ataupun keterbatasan biaya, setelah saya membandingkan dengan kasus yang terjadi, adalah suatu hal yang mustahil. Ditengah ketidaknyamanan anak-anak desa tempat tinggalku dan anakku bersekolah, ternyata di kota Karawang tengah gencar-gencarnya membangun SD dengan biaya yang fantastis. Tengoklah gambar dibawah ini (Gambar 9), bangunan yang anda lihat bukanlah sebuah pusat pemerintahan, gedung perkantoran, ataupun sebuah mall. Gambar disebelah adalah bangunan sebuah SD Negeri yang berada di kota Karawang (dekat dengan alun-alun dan Masjid Agung Karawang). Tentu saja ini bukanlah satu-satunya SD Negeri yang dibanguna dengan megahnya dan dengan anggaran yang sangat fantastis, salah satu lagi berada di dekat pusat pemerintahan PEMDA Karawang.Mengapa orang-orang lebih senang berdandan dan menunjukkan keindahaan luar dirinya, padahal didalam dirinya dia keropos, digerogoti oleh "penyakit"?


Gambar 9

Sungguh ironi memang, pejabat-pejabat PEMDA dan PUSAT yang hanya mendengarkan laporan para bawahannya yang hanya membuat laporan "ABS" (Asal Bapak Senang". Seharusnyalah, sudah waktunyalah para pejabat turun ke lokasi mengecek hasil kinerja bawahanya. Ini adalah sebuah Pekerjaan Rumah besar untuk pemerintah pusat dan daerah untuk memberantas "mafia anggaran" yang menyebabkan ketimpangan pembangunan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun