terkisah di sebuah dunia, tempat kami
menghabiskan masa lalu, diberikanlah
kepada kami masing-masing satu mata
dan satu telinga untuk berpantas saja;
satu telinga kami menjulur mencari
bunyibunyi sunyi kebenaran sejati,
yang menunjukkan kepada satu mata kami,
tak seberapa dalam kita memandang dimensi:
ini dunia bak konsol permainan saja;
kami semua menangkap satu sumber suara
yang terdengar jelas, meski sejatinya
ia berkumandang dari ujung cakrawala,
berkata: lembu kebajikan tengah berpayah
meneguhkan tubuh,bertopang pada satu kaki;
lantas kami menjenguk pada satu jurusan;
tengadah kami melihat awan penghujan
yang mengaburkan seluruh penglihatan;
dengan satu kakinya terjulur menjejaki daratan,
kita tak pernah tahu besar tubuh yang ia topang;
kini, kami terlahir kembali di dunia biasa;
dengan seluruh indera tubuh yang biasa
kami mencoba menjadi makhluk yang tak biasa
duduk diam mengagumi pangkuan kami;
tanpa rehat kami kian bergerak melupakan
semua waspada yang tertinggal di lampauan;
ya, semoga inilah sebaik-baiknya zaman,
yang tak lagi mengenal penindasan;
mungkin tak akan lagi ada kata penipuan;
sebab kita telah mafhum betul, bahwa
di tempat para pemuja angka-angka ini,
kebohongan tak lagi punya lawan
selagi kita mampu membentuk para pahlawan kita.
Pancurwening, 13062014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H