Mohon tunggu...
Rg Bagus Warsono
Rg Bagus Warsono Mohon Tunggu... Editor - Sastrawan

Rg.(Ronggo) Bagus Warsono lebih dikenal dengan Agus Warsono, SPd.MSi,dikenal sebagai sastrawan dan pelukis Indonesia. Lahir Tegal 29 Agustus 1965.Tinggal di Indramayu.Mengunjungi SDN Sindang II, SMP III Indramayu, SPGN Indramayu, (S1) STIA Jakarta , (S2) STIA Jakata. Tulisannya tersebar di berbagai media regional dan nasional. Redaktur Ayokesekolah.com.Pengalaman penulisan pernah menjadi wartawan Mingguan Pelajar, Gentra Pramuka, Rakyat Post, dan koresponden di beberapa media pendidikan nasional. Mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca (HMGM) Indonesia. Tinggal di Indramayu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dialektika Mutu Karya Penyair Indonesia

18 Juli 2018   19:17 Diperbarui: 18 Juli 2018   19:41 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pembaca yang baik sering dijumpai puisi-puisi yang nyaris sama persis dalam satu tema, namun tidak berarti sebuah plagiat atau sanduran atau terjemahan. Keadaan ini dikarenakan sebuah antologi bersama dengan pengangkatan tema yang sama dengan memilih objek bidik keseharian yang kebanyakan di masyarakat. Perbedaan itu hanya terdapat dalam pilihan kata. Penyair yang piawai menulis tentu akan menggunakan pilihan kata yang terpilih untuk menyesuaikan bait atau baris puisi.

Evaluasi pembeda pertama terhadap puisi bukanlah pada jenis atan genre yang ditampilkan tetapi tentu saja pada isi atau kandungan puisi itu. Kandungan dan maksud puisi memiliki keanekaragaman pesan yang diangkat. Pesan-pesan tersebut yang pertama sekali harus diyakinkan bahwa pesan itu belum ada sebelumya atau belum pernah ditulis oleh penyair sebelumnya.

Maka dapat dipilah puisi-puisi itu dalam pengelompokan-pengelompokan yang dalam ilmu Charles Darwin dalam dua pembeda yang kemudian hasil pembeda pertama dikelompokan lagi dalam dua pembeda berikutnya, dan seterusnya sengga menghasilkan jenis dan mutu puisi.

Terdapat juga tema kecil dan tema besar dalam penampilan antologi atau event antologi bersama atau event lomba cipta. Tema yang besar membuahkan keluasan pilihan judul dan tema yang kecil tidak berarti memberikan kecil keluasan judul. Syair "Jatuh Cinta" dan " Cinta Pertama" sangat berbeda jauh meski sama sama tema cinta. Tema tersebut dapat dikembangkan menjadi dua tema tentang Jatuh Cinta dan Cinta Pertama. Orang yang jatuh cinta tidak berarti Ia itu merasakan cinta pertama, sebaliknya Cinta Pertama akan ada cinta Kedua dan seterusnya.

Jadi seorang penyair tidak takut atau pesimis dengan semakin banyaknya jumlah penyair. Taruhlah penyair Indonesia itu berjumlah satu juta orang, maka tidaklah sulit untuk menentukan siapa pemilik karya-karya terbaik. Kelemahannhya hanya apabila jumlah kritikus dan kurator sedikit. Bila jumlah kurator dan kritikus sedikit maka semakin besar pula kemungkinan bahwa diluar nama-nama yang diangkat sebagai pemilik karya terbaik terdapat banyak penyair lain yang juga memiliki karya terbaik tetapi terlewat disebut karena belum terbaca.

Upaya memberi penghargaan terhadap pemelihara bahasa khususnya sastra dan mungkin khusus pemeliharaan sastra puisi/sajak harus dilakukan oleh pemangku kepentingan (stakeholder) baik dari unsur pemerintah, budayawan maupun pecinta sastra Indonesia. Untuk apa? Yaitu bagaimana bahasa Indonesia dalam pandangan yang luas memiliki keanegaragaman kandungan yang perlu dikembangkan, disisi lain sastra merupakan sarana pembentukan masyaraklat untuk pertumbuhan budi bangsa ini. karena sastra menyuarakan sesuatu yang baik dan patut menjadi pilihan kebiasaan perilaku bangsa.

Akhirnya kita iri dengan Kontes Dangdut Indonesia (KDI), Indonesia Idol bahkan Bintang Pantura yang menyelenggarakan ajang pencarian bakat. Dibidang puisi atau kepenyairan kita tertinggal jauh. Penyanyi dangdut saja dicari bintangnya dalam ajang pencarian bakat. Terlepas dari siapa yang menyeleksi atau jurinya, tetapi biduan dangdut untuk menuju bintang itu melalui tahapan seleksi siapa pemilik suara terbaik. Namun dalam puisi kita tertinggal jauh.

Indramayu, 17-07-18

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun