Jawa barat begitu penting bagi kubu Pemerintah dan Oposisi dalam hal ini Jokowi-Kalla dan Prabowo. Jawa Barat dengan jumlah hak pilih terbanyak (23, 8 jt pemilih /KPU) merupakan penentu suara pemilihan Presiden dan kemenangan pemilu Legeslatif 2019. Maka wajar apabila Pilkada Jabar menjadi perhatian serius bagi dua kubu itu, untuk dapat mendudukan orangnya sebagai Gubernur di propinsi penentu Pilpres tersebut.
Keseriusan dua kubu tersebut dapam pemenangan Pilkada jabar menjadikan arah politik Pilkada jabar akhir-akhir ini menjadi tak menentu dan sulit ditebak. Sebab peran-peran pucuk pimpinan partai sangat menentukan dalam pemilihan cagub dan cawagub Jabar yang akan berlaga pada Juni 2018 tersebut.
Dinamika yang diperankan tokoh-tokoh DPD-DPD Partai di Jawa barat hanya merupakan peluru-peluru sebagai penilaian awal bagi para elit di DPP partai-partai peserta pelkada di Jabar itu. Kejadiannya sungguh membuat publik Jawa Barat sempat dibuat bingung. Hal demikian dikarenakan berbagai kebijakan yang telah diluncurkan dan bahkan dideklarasikan belum berarti hal yang sudah pasti. Akhirnya masyarakat memahami bahwa kepastian pasangan-pasangan Cagub dan Cawagub bagi yang diusung oleh partai peserta Pilkada Jabar itu apabila telah mendaftar di KPU yang akan dimulai pada 8-10 Januari 2018 yang akan datang.
Pasal 5 Ayat 2 PKPU itu menyebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik bisa mencalonkan jika punya paling sedikit 20 persen kursi di DPRD, atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah di pileg terakhir.
Masyarakat dapat menilai partai-partai yang harus mengadakan koalisi agar dapat mengusung calonnya. Besar kecilnya perolehan kursi DPRD pada pileg terakhir membuat besar kecilnya peran yang diberikan pada partai-partai itu menjelang pendaftaran pasangan cagub dan cawagub. Seperti diperlihatkan Partai Nasdem dan Partai Hanura dengan perolehan suara kurang dari cukup di DPRD Jawa Barat ini, partai tersebut libih pada mendukung ketimbang mengusung calon sendiri.
Hak perogatif ketua DPP partai-partai di Indonesia yang memegang nama nama calon Gubernur dan calon wakil gubernur sekan membelenggu demokrasi yang justru dilakukan oleh partai itu sendiri. Bagaimana tidak keinginan DPD atau Cabang di daerah terkadang tak direspon oleh Ketua DPP yang memgang hak perogatif itu.
Dari semua itu apalagi perkembangan politik terkini, di tingkat elit partai sama-sama memiliki kepentingan yang lebih besar. Partai-partai pendukung pemerintah seperti PDIP, Golkar otomatis memperhatikan Joko Widodo yang pada 2019 akan mencalonkan kembali. Sedang partai-partai oposisi perti Gerindra, PAN dan PKS memperhatikan komando Prabowo Subianto yang juga adalah Ketua Umum Partai Gerindra.
Pilkada Jabar tampaknya seperti drama atau sandiwara para elit politik, peran-peran DPD hanyalah lauk tambahan di meja makan seperti krupuk, sambel lalab dan buah-buahan.
(Rg Bagus Warsono, penyair tinggal di Indramayu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H