Tiba-tiba, lamunanku terhenti saat sebuah cahaya lembut menyinari jendela. Bulan purnama memantulkan sinarnya yang menenangkan, membuatku teringat akan janji yang kupegang erat di dalam hati. "Ya Allah, tuntunlah langkahku di malam ini," bisikku dalam hati, merasakan kehadiran-Nya di tengah keheningan.
Aku meneguk air mineral di samping tempat tidur, merasakan segarnya yang membuatku lebih waspada. Suara hujan yang lembut mengetuk kaca jendela seperti melodi pengantar tidur, namun malam ini aku tidak ingin terlelap. Aku teringat akan sunnah malam yang dianjurkan, mengingat betapa indahnya saat-saat berdoa dan bermunajat kepada-Nya.
Setelah beberapa menit berpikir, aku memutuskan untuk menjelajahi hotel lebih dalam. Langkahku ringan, mengabaikan rasa lelah yang masih membayangi. Ketika membuka pintu, suara denting piano dari lobi semakin mendekat, seakan memanggilku untuk ikut merasakan kehangatan di dalamnya.
Saat melangkah ke lobi, aku merasakan kehadiran ketenangan. Dalam hati, aku mengucapkan syukur atas kesempatan ini, sebuah malam yang indah penuh dengan kemungkinan.
Hujan di luar masih berlanjut, menambah pesona malam ini. Saat matahari tenggelam dan bulan mulai bertahta, aku menemukan diriku berdiri di jendela besar yang menghadap Danau Como. Dalam keheningan, aku menutup mata dan membiarkan angin malam yang segar dan sedikit dingin membelai wajahku. Aroma tanah basah dan kayu yang lembap bercampur dengan wangi bunga malam yang mekar di sekitar, membawa ketenangan. Aku pun mengangkat tangan, berdoa dalam hati, meminta petunjuk dan keberanian untuk melangkah ke depan, seperti yang diajarkan dalam Al-Qur'an, bahwa doa adalah senjata orang beriman.
Saat kembali ke lobi, matahari benar-benar tenggelam, dan suasana semakin intim. Aku duduk di sofa yang nyaman, mendengarkan alunan lagu-lagu yang mengalun. Momen ini mengingatkanku pada masa lalu, saat aku dan orang-orang terkasih berbagi cerita dan tawa di tempat yang sama.
Sekonyong-konyong, seorang wanita berambut panjang dan bergaun putih melangkah masuk ke lobi. Gaun itu berkilau di bawah cahaya lampu, terbuat dari satin yang lembut, seolah terbuat dari cahaya bulan itu sendiri. Dengan senyum hangatnya, ia mendekati piano yang terletak di sudut ruangan dan mulai bernyanyi. Suara merdunya mengalun lembut, membawa kedamaian dan harapan. Lirik lagu itu seperti menyentuh relung hatiku, mengajak untuk kembali mengingat impian dan cita-cita yang pernah kuinginkan.
Setelah penampilannya selesai, wanita itu berkeliling, menyapa para tamu. Ketika matanya bertemu dengan mataku, dia tersenyum dan mendekat. "Saya suka lagu yang saya nyanyikan tadi," ujarnya, suaranya lembut namun penuh percaya diri. "Tapi saya lebih suka berbagi cerita daripada hanya menyanyi."
Kami berbincang ringan, dan aku menemukan namanya, Mira. Ia seorang seniman yang sedang melakukan perjalanan untuk mencari inspirasi. Saat Mira menceritakan pengalamannya berkeliling dunia, hatiku bergetar. Dia berbicara tentang keindahan dan keunikan setiap tempat yang pernah ia kunjungi---dari pasar yang ramai di Istanbul, aroma rempah yang kuat menguar di udara, hingga pemandangan menakjubkan di pegunungan Alpen yang diselimuti salju. Semua itu mengingatkanku pada semua hal yang ingin kulakukan, namun terhalang oleh ketakutan dan keraguan.
"Kamu tahu," katanya sambil tersenyum lembut, "setiap tempat yang kita kunjungi menyimpan cerita. Dan terkadang, kita perlu mengumpulkan keberanian untuk menulis cerita kita sendiri."