"Oh yang di MK itu. Oke, nanti saya kirim datanya. Saya belum bisa bertemu karena minggu-minggu ini ada di Jakarta," begitu kata M. Sholeh menjawab WA saya, Minggu (16/7/2023).
Setelah bongkar-bongkar file, ketemulah data lewat perkara nomor 22/PUU-VI/2008, terkait uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Waktu itu, Ketua MK dijabat Prof. Moh. Mahfud MD (sekarang Menko Polhukam).
Keputusan tersebut dibacakan pada 23 Desember 2008. Disebutkan jika Muhammad Sholeh selaku pemohon, meminta pasal 55 ayat (2) dan Pasal 214 huruf a, b, c, d, e UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3) dan pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Dengan keputusan MK tersebut, penetapan calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2009 ditentukan dengan sistem suara terbanyak. Bukan lagi ditentukan oleh elite partai politik atau mekanisme melalui nomor urut.
Dikabulkannya gugatan M. Soleh oleh MK itu mendapat perhatian luas dari masyarakat. Nama M. Sholeh yang mengajukan gugatan pun moncer. Menjadi perbincangan publik.
Banyak media massa mainstream menjadikan berita keputusan MK itu sebagai laporan utama. Jawa Pos malah memasang wajah M. Sholeh menjadi utama di halaman 1.
Yang menarik, foto Sholeh itu dimontase dengan sosok Superman lengkap dengan kostumnya dengan huruf "S".
M. Sholeh menceritakan, ketika itu putusan MK mengubah sistem pileg ke sistem proporsional terbuka murni relatif mepet dengan pelaksanaan pemungutan suara, yaitu setelah penetapan daftar calon sementara (DCS).
Adanya perubahan ini memang menghentak. Membuat sebagian caleg yang sudah terdaftar di dalam DCS kalang-kabut.
Sebab, mereka telanjur merencanakan strategi pemenangan dengan mengamankan nomor urut kecil, sebagaimana berlaku pada Pemilu 2004, bukan dengan berlomba meraup suara terbanyak.
Sementara itu, terang M. Sholeh, dengan sistem proporsional terbuka murni, para caleg dinilai harus pandai-pandai mengambil simpati dan membangun kedekatan dengan konstituen di dapil masing-masing.