Sholeh pernah menceritakan betapa dia kaget berada di Penjara Kalisosok. Bayangannya, penjara Kalisosok itu menyeramkan, angker. Ternyata dia salah setelah menjalani hidup sebagai warga binaan di sana.
Cerita M. Sholeh kepada para wartawan, di Kalisosok dia ditempatkan di blok E yang merupakan blok isolasi. Satu kamar di blok itu hanya diisi satu orang. Di blok tersebut biasa diisi para tahanan politik.
Di Kalisosok, kata Sholeh, para narapidana bebas berkeliaran dari blok satu ke blok yang lain.
Tentu ada batas waktu kapan harus masuk sel lagi. Di sana, dia bersama narapidana lain bisa berolahraga bersama, nonton TV, baca buku, dan lainnya.
Selain menggeluti profesi sebagai pengacara. M. Sholeh juga berhasrat masuk panggung kekuasaan. Ingin mencecap riuhnya suasana politik.
Dia sempat mencalonkan sebagai anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerindra, dan bakal calon wali kota (bacawali) dari jalur independen, tapi belum berhasil.
Suatu hari, saya pernah bertemu M. Sholeh di kantornya, di sebuah ruko di Jalan Genteng Muhammadiyah, Surabaya. Di sana, saya ketemu Budiman Sujatmiko, Adi Sutarwijono (kini ketua DPRD Surabaya), dan Jagad Hari Suseno.
Nama terakhir adalah anak Ir Sutjipto Soedjono (kini sudah almarhum), tokoh PDIP, pernah menjabat Wakil Ketua MPR RI, tokoh kepercayaan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Di kantor M. Sholeh kami berdiskusi banyak hal sembari makan rujak cingur Genteng yang legendaris. Satu di antaranya soal rencana penerbitan buku biografi Ir Sutjipto.
***