Tiba di tempat oleh-oleh, istri dan keluarga langsung menawarkan kepada sang sopir, apakah mau menunggu untuk mengantarkan ke tempat oleh-oleh lain yang recommended di Jogja.
Sang sopir menyanggupi. Tentu saja kali ini tidak pesan melalui aplikasi, melainkan offline. Biayanya dinego langsung. Rutenya tidak jauh dari tengah kota. Seketika, sopir ojek online itu pun berganti menjadi pemandu wisata partikelir.   Â
Setelah mengantarkan beberapa tempat oleh-oleh dan kembali ke hotel, sopir itu menyerahkan kartu nama. Berikut nomer WA-nya. Sebelum pergi dan memberi salam, dia mengucapkan selamat menikmati Jogja.
Belakangan, istri saya baru tahu kalau dia menyopir ojek online di sela waktu luang kerjaan utamanya sebagai pemandu wisata partikelir.Â
Sopir itu pernah bekerja di perusahaan farmasi, pernah tinggal lama di Jakarta. Selama bekerja di Jogja, dia merintis usaha pemandu wisata partikelir ini. Dari usahanya, dia bisa membeli tiga mobil dan punya dua anak buah sebagai sopir.
Saat pandemi covid-19, perusahaan tempatnya bekerja goyah. Banyak karyawan dirumahkan alias di-PHK, dan dia menjadi salah satunya. Setelah di-PHK itu, dia full mengoperasikan usaha sebagai pemandu wisata dan sopir ojek online.
***
Dua minggu jelang keberangkatan ke Jogja, saya mengontak sopir pemandu wisata itu. Mengabarkan waktunya, berikut jadwal kedatangan kereta api yang akan kami tumpangi.
Dia meminta kami segera mem-booking hotel. Kata dia, di Jogja meski bukan high season, sulit mencari hotel yang recommended. Dia lantas mengirim nama-nama hotel tersebut.
Benar juga, ada tujuh hotel yang saya lacak via marketplace. Sebagian besar kamarnya memang sudah sold. Hanya kamar dengan rate relatif tinggi dan premium yang masih ada.