Selain mesin handpress, Ali juga diberikan beberapa plat-plat yang bertulisan huruf Arab pegon, Jawa kuno, dan lainnya. “Saya diberi satu besek plat-plat itu,” beber pria yang hobi mengoleksi benda-benda kuno dan arsip ini.
Ali menambahkan, mesin handpress peninggalan KH Ahmad Dahlan tersebut diboyong dari Yogyakarta ke Surabaya dengan menggunakan mobil pikap.
“Alhamdulillah, sampai sekarang barang-barangnya masih dalam kondisi baik,” katanya.
Nanang Purwono, pegiat sejarah dan ketua Begandring Soerabaia, menuturkan, jejak sejarah KH Ahmad Dahlan di Surabaya sangat kuat. Pendiri Muhammadiyah itu adalah salah seorang tokoh pergerakan nasional.
Selain KH Ahmad Dahlan, nama-nama tokoh seperti HOS Tjokroaminoto, Agus Salim, KH Mas Mansur, Soekarno, Roeslan Abdulgani, Ahmad Jaiz, Johan Sjahruzah, dan lainnya juga sangat berjasa terhadap perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia.
Nanang menyebut, KH Ahmad Dahlan seorang ulama kharismatik. Dia juga dikenal sebagai tokoh pembaruan Islam. Masa itu, KH Ahmad Dahlan sering mengadakan pengajian di Surabaya.
"Bung Karno sering ikut pengajian KH Ahmad Dahlan di Surabaya. Hingga dia mendapat dapat julukan santri ngintil KH Ahmad Dahlan," sebut Nanang.
Nanang mengungkapkan, sebelum didirikan Museum Pendidikan Surabaya, tempat itu dulunya dipakai sekolah Tionghoa. Namanya, Chung Hua Kuo Min School.
"Tahun 1958, Chung Hua Kuo Min School tutup. Gedung sekolah itu kemudian digunakan Perguruan Taman Siswa Surabaya. Perguruan Taman Siswa kemudian membangun gedung sekolah sendiri di kawasan Lontar, Sambikerep," jabar Nanang.
Lantaran mangkrak, imbuh Nanang, Bu Risma (sebutan Tri Rismaharini) punya ide untuk memanfaatkan aset strategis itu untuk kepentingan masyarakat.