Kita juga pantas berempati kepada para pedagang asongan. Yang hatinya selalu berdebar-debar karena setiap saat harus berkejar-kejaran dengan polisi pamong praja.
Para nelayan yang bersemangat melaut karena cinta keluarganya. Para petani yang saban hari tak kenal lelah menyemai lahannya dan merawatnya agar tetap subur.
Kaum buruh pabrik yang datang dari kampung terpencil yang bekerja tanpa perlindungan asuransi. Para sopir angkot yang nasibnya makin menentu menyusuk melambungnya harga bahan bakar dan makin sepinya penumpang.
***
Kisah dari sahabat Rasulullah ini juga mengajarkan kepada kita tentang arti penting sebuah etos kerja. Semangat kerja yang harus dimiliki agar mampu bekerja lebih baik. Bekerja untuk memperoleh nilai hidup.
Dengan etos kerja yang baik, mereka bisa memiliki totalitas kepribadian diri serta cara memaknai, mengekspresikan, dan meyakini sesuatu hingga mendorong dirinya untuk bertindak serta meraih amal yang optimal. Â
Jika semangat itu yang dipunyai, pekerjaan apa pun yang dilakukan asal halal, pada ujungnya akan memberikan kebaikan. Baik untuk pribadi, keluarga maupun orang lain.
Dalam konteks tersebut, kita juga perlu menyadari tentang roda kehidupan yang terus berputar. Ada kala kita memang berada di bawah. Mengerjakan tugas-tugas berat dengan upah yang tak seberapa.
Namun karena kesabaran, kesungguhan, dan kejujuran jerih payahnya mendatangkan keberkahan. Hingga pada saatnya upaya keras yang kita lakukan mendatangkan hasil yang maksimal.
Jika kemudian kesungguhan kita dalam bekerja bisa mengangkat derajat dan taraf kehidupan yang lebih baik, itu merupakan bonus dari Allah yang pantas kita syukuri.