Masa sulit masih belum berakhir. Pembatasan masih terjadi di sana sini. Pertemuan tatap muka belum sepenuhnya bisa dilakukan. Tak terkecuali di bulan Ramadan tahun ini.
Pandemi telah memasuki tahun kedua. Belum jelas kapan akan berakhir. Meski sebelumnya banyak kalangan meramalkan covid-19 akan segera minggat. Setidaknya tidak lebih lebih setahun.
Namun kenyataan banyak ramalan meleset. Ancaman covid-19 masih berlangsung sampai sekarang. Kendati situasi dan kondisinya tidak separah tahun lalu, namun kecemasan dan kekhawatiran masyarakat masih terjadi.
Sementara di tengah kegalauan itu, silaturrahim dan komunikasi sangat dianjurkan di bulan penuh berkah. Banyak umat Islam juga berhasrat menjaga keterikatan dan ikatan sebagai keluarga, kolega, dan teman karib. Â
Salah satu kegiatan yang kini marak dibicarakan adalah buka puasa bersama (bukber). Aktivitas ini bisa dibilang "terbengkalai" sejak pandemi melanda Tanah Air dan dunia.
Bukber tak kuasa dilakukan secara tatap muka. Berkumpul di suatu tempat.
Sebagai gantinya, bukber kini dilakikan secara online. Saya sendiri awalnya agak asing dengan istilah itu. Bagaimana mungkin bukber dilakukan secara online.
Akan tetapi, alternatif itu nyatanya makin ngetren. Banyak platform obrolan video langsung yang menjadi mediumnya. Seperti Zoom Meeting dan Google Meet yang bisa dimanfaatkan untuk bertemu teman-teman secara virtual.
Yang mutakhir, di event KapanLagi Buka Bareng, bukber diikuti 1.000 peserta. Mereka yang terlibat para artis, chef, dan musisi Tanah Air. Acara digelar mulai 25 April-16 Mei 2020.
Sesi pertamanya acara itui mengajak chef selebriti Nicky Tirta serta dua selebriti Luna Maya dan Revalina S Temat.
Di acara tersebut juga ditampilkan demo masak untuk buka puasa secara live. Yang ikut bukber bisa mengobrol dengan para artis dan seleb lewat Zoom. Ada juga sajian penampilan musisi papan atas Indonesia.
***
Keluarga saya tinggal berjauhan. Ada keluarga yang bermukim di Tangerang, Surabaya, Mojokerto, Gresik, dan Sidoarjo. Sejak tahun lalu, kami tidak bertemu.
Lebaran yang sebelumnya selalu menjadi ajang berkumpul dan bersilaturrahim, juga tidak bisa dilakukan. Kami hanya berkomunikasi via online.
Kami mencoba menerima keterbatasan itu kami terima dengan ikhlas. Itulah yang bisa kami lakukan ketimbang harus terus meratapi dan mengecam keadaan. Karena hal itu sama sekali tak menyelesaikan masalah.
Tak terkecuali dengan bukber online. Kami sejatinya punya jadwal arisan keluarga. Tiga bulan sekali kami berkumpul. Mereka yang ketempatan kami undi. Bergiliran.
Dalam arisan keluarga, pihak yang ketempatan menyediakan sajian. Sementara keluarga lain tidak ketinggalan dengan membawa makanan dan minuman.
Lha, di bukber online, makanan itu hanya bisa dilihat melalui video. Masing-masing diceritakan menu-menu apa saja yang dimasak. Apa saja jenisnya.
Jadinya hanya bisa melihat dan tersenyum saja. Biasanya ada kelakar memamerkan makanan. Pamer segarnya menyeruput minuman. Ada yang menyampaikan proses memasaknya. Layaknya chef di televisi.  Â
Bagi kami, bersua via online lumayan mengobati secuil kekangenan. Memenuhi dahaga silaturrahim yang semestinya kami lakukan dengan berkumpul bersama.
Kami terus merawat hubungan keluarga. Di  tengah situasi apa pun. Ramadan benar-benar memberikan pelajaran penting bagi saya dan keluarga untuk terus konsisten berikhtiar. Seraya terus menerus berdoa agar pandemi segera berakhir.
Kami sangat percaya, bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Sepeti hanya setiap kegelapan pasti akan terang benderang.
Saya juga percaya, setiap keadaan pasti berubah. Dan sebaik-baik ibadah adalah menanti kemudahan dengan sabar. (agus wahyudi)
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H