Yakin bukan cuma saya, tapi banyak orang pasti pernah merasakan. Pengalaman tidak mengenakkan dengan juru parkir (jukir). Ketika tiba-tiba "ditodong" harus bayar uang parkir tanpa diberi selembar karcis pun. Atau ditarik uang parkir yang nilainya tidak wajar. Meski pada akhirnya harus membayar dengan perasaan dongkol.
Kalau mau tahu lebih banyak, lihat saja kicauan para netizen di medsos. Berapa banyak pengalaman yang diceritakan terkait kekecewaan mereka ketika parkir kendaraan. Dari keluhan mahalnya tarif parkir sampai adanya tudingan aji mumpung.
Ya, masalah perparkiran hingga kini memang masih sulit diurai. Hampir di semua daerah. Aparat acap kali kedodoran mengatur perparkiran. Baik dari segi piranti kebijakan, finansial, maupun ketertiban. Banyak sekali kebocoran dan inefisiensi. Padahal sektor ini menjadi salah satu andalan menyokong pendapatan asli daerah (PAD).
Di sejumlah lahan parkir banyak kita jumpai berbagai macam pelanggaran. Di antaranya, tarif parkir tepi jalan yang melebihi ketentuan.
Banyak masyarakat diperlakukan tidak nyaman dari ulah jukir yang menarik tarif parkir melebihi ketentuan. Bayar karcis parkir sepeda motor yang seharusnya Rp 2.000 menjadi Rp 3000. Bahkan ketika ada event, jukir berani menarik uang parkir Rp 5.000. Pun dengan karcis mobil, seharusya Rp 3.000 bisa menjadi Rp 10.000.
Yang tidak mengenakkan lagi, banyak masyarakat yang menggunakan jasa parkir tidak pernah mendapat karcis dari jukir. Padahal, karcis parkir wajib diberikan kepada pengguna jasa. Masyarakat tidak protes karena mereka tak ingin ribut.
Ini belum termasuk parkir swasta. Yang memberlakukan tarif progresif. Besarnya bisa 3-4 lipat. Â Bagi pihak swasta, alasan tingginya penetapan tarif parkir karena mereka dibebani kontribusi ke pemerintah daerah. Besarnya bisa mencapai 20-30 persen.
Selain itu, pihak swasta harus menghitung nilai investasi untuk lahan parkir. Berikut gaji karyawan yang tiap tahun naik, pembenahan sarana prasarana, dan sebagainya.
Carut marut masalah perparkiran ini memunculkan kekhawatiran jika kebocoran di sektor ini cukup tinggi. Lemahnya pengawasan yang bisa mengkerangkeng menyebabkan juga mendorong lahirnya premanisme.
Kalau ini terus dibiarkan tentu sangat rawan. Lahan parkir umum ditengarai lebih banyak penyimpangan ketimbang parkir swasta yang notabene dikelola swasta.