Pekan yang syahdu. Malam jelang datangnya Bulan Suci Ramadan. Merasakan nuansa yang sungguh berbeda. Bukan lagi berbondong-bondong membanjiri masjid. Dari malam hingga dinihari. Bertaqarrub (mendekat) kepada Sang Khalik.
Menghabiskan waktu bareng keluarga. Bercengkerama di rumah. Melaksanakan salat tarawih berjamaah, salat fardhu, membaca Alquran, dan banyak amal ibadah lain di bulan penuh berkah.
Merasakan saat tunduk dan sujud dalam kepasrahan. Tatkala merasakan semua urusan dunia harus ditanggalkan. Berserah diri dalam perasaan takut dan harap. Sebagai manifestasi rindu pada Sang Pencipta alam semesta.
Dalam renungan, tiba-tiba terbesit membaca sebuah kisah yang menyentuh. Dari Sa'ad  Al-Anshari. Dia menceritakan tentang seorang sahabat Rasulullah yang memperlihatkan tangannya yang hitam dan melepuh.
Ketika Rasulullah menanyakan hal itu, ia berkata bahwa tangannya melepuh lantaran bekerja keras. Sahabat itu bekerja membelah tanah keras dengan kampaknya untuk mencari nafkah yang halal bagi keluarga.
Mendengar itu, Rasulullah yang mulia mengambil tangannya, lalu menciumnya. Seakan-akan Rasulullah ingin mengatakan kepada seluruh pengikutnya bahwa yang yang melepuh karena kerja keras adalah tangan yang dicintai Allah.
Kisah seorang sahabat Rasulullah itu pantas menjadi cermin diri. Lihatlah, berapa banyak orang tak beruntung di sekitar kita. Berapa banyak kaum papa yang bekerja tanpa kenal waktu. Memenuhi kebutuhan periuk nasi. Pagi-pagi betul berangkat, tiba di tempat kerja lantas memikul barang-barang yang berat. Mereka bekerja di tengah sengatan matahari yang menghujam kulit.
Jangan pernah abai untuk menginsyafi, berapa banyak bekerja dalam tekanan keras namun tidak pernah meninggalkan ibadah puasa. Mereka tetap yakin dengan pertolongan Allah tanpa mau bertanya kapan datangnya.
Tengoklah! Berapa banyak pekerja kasar di pelabuhan yang tak pernah lelah menjemput rezeki. Para pedagang asongan yang hatinya selalu berdebar-debar karena setiap saat harus berkejar-kejaran dengan polisi pamong praja.Â
Nelayan yang bersemangat melaut karena cinta kepada keluarga. Para petani yang saban hari tak kenal lelah menyemai lahan dan merawatnya agar tetap subur. Para buruh pabrik yang datang dari kampung terpencil yang bekerja tanpa perlindungan asuransi. Para sopir angkot yang nasibnya makin terjepit menyusul harga bahan bakar yang melangit.