Saya mencoba menjadi pendegar yang baik. Di saat beberapa orang, sebagian saya kenal sebagai musisi, membincang serius urusan musik. Mereka menggunjing soal perkembangan musik di Indonesia. Yang dibilang jalan di tempat. Tidak banyak perubahan. Monoton. Â Â
Lalu, sampai kapan kondisi ini akan berubah? Tidak ada jawaban pasti. Hanya  selera mayoritas penikmat musik diyakini akan bergeser. Tidak pernah statis. Lamat maupun cepat. Cepat atau lambat.  Â
"Percayalah, musik rock bakal bangkit. Ini seperti sebuah siklus. Musik rock akan kembali Berjaya seperti tahun-tahun lalu," begitu komentar salah seorang musisi.
Sebagai ilustrasi, sederet grup rock era 70-an pun disebut. Grup-grup tersebut diyakini  sebagai generasi rocker pertama. Di antaranya, AKA/SAS (Surabaya), Bentoel (Malang), God Bless (Jakarta), Gang Pegangsaan (Jakarta), Gypsy (Jakarta), Giant Step (Bandung), Super Kid (Bandung), Terencem (Solo), dan Rawe Rontek (Bandung).
Masih dengan semangatnya. Di era 80-an juga ada grup-grup rock hebat. Sebagain masih eksis, lainnya vakum (untuk menghibur diri kalau gripnya sudah bubar, hehe..) Ya, Ada Slank (Jakarta), Jamrud (Cimahi), Elpamas (Pandaan), Grass Rock (Surabaya), Power Metal (Surabaya), Adi Metal (Surabaya), Van Halla (Medan), dan Roxx (Jakarta).
Musik rock bangkit? Akan lahir banyak grup rock yang kemudian merajai pasar musik? Benarkah publik bakal jenuh dengan dengan pesona grup-grup yang masih eksis sekarang?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini pun sangat menggelitik. Mungkinkah musik rock akan menembus "barikade" genre paling populer di Indonesia? Mampukah musik rock membelalakkan mata pemilik modal maupun pemasang iklan, kemudian mem-blocking time program-program musik di televisi?
***
Mengapungkan optimisme akan terjadinya siklus sangat manusiawi. Wajar-wajar saja. Pasar sangat sulit ditebak. Sangat misterius. Keyakinan dengan kehendak pasar acap kali terbalik. Tidak selalu seiring sejalan atau berbanding lurus.
Hanya, kalau optimisme berubah menjadi sikap kelewat percaya diri, itu juga mencemaskan. Sebab bisa jadi ujungnya bisa menjadi keputusasaan. Kehendak hati tak sesuai dengan realitas empirik. Harapan yang diusung patah di tengah jalan.
Sikap proaktif dalam berkarya tentu sangat dibutuhkan. Tidak perlu menunggu momen. Karya harus mengalir dari waktu ke waktu. Ambilllah pelajaran dari kisah sukses banyak orang. Apakah karya-karya mereka lahir dari aktivitas ongkang-ongkang kaki. Bukan dari lamunan panjang atau menunggu keberuntungan.