Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kenapa Pasar Tradisional Lumpuh Setelah Direvitalisasi?

29 Januari 2020   10:52 Diperbarui: 30 Januari 2020   15:42 3857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bak sampah besar ditempatkan di tengah Jalan Aria Putra, depan Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (24/4/2016). Sampah dari pedagang di pasar tersebut dikumpulkan di sana dan tidak jarang sampah berserakkan sampai ke jalan hingga menyebarkan aroma tak sedap dan menghambat arus lalu lintas. (Foto: KOMPAS.com/ANDRI DONNAL PUTERA)

Kami mencoba memediasi keluhan ini kepada pengelola dan PD Pasar Surya. Beberapa kali juga dilakukan survei lapangan. Namun tak segera dieksekusi. Buntutnya, pedagang yang kecewa memilih mundur. Menutup usahanya. Hal itu kemudian diikuti teman-teman yang lain. 

Saya sudah mengingatkan, jika salah satu ciri yang sulit lepas dari pasar tradisional adalah urusan komunal. Mereka berhimpun karena ikatan emosional dari orang yang dipercaya atau dituakan. Jika "pimpinan" pergi, lainnya mengikuti.

Kami tak menyerah. Pascadigelar Festival Pasar Surabaya 2011, kami bikin inovasi lagi. Kali ini kami program "Pedagang Sukses". Apa itu? Kami menyediakan stan yang bisa disewa sekaligus isinya buat mereka yang ingin menjadi pedagang. Semisal stan busana muslim atau baju anak, ada beberapa kami siapkan. Harga sewa Rp 5 juta dan Rp 10 juta per tahun.

Tak dinyana, program tersebut diminati setelah diiklankan. Dua bulan, 60 stan berikut isinya terjual. Rata-rata, pembelinya mereka punya modal tapi bingung menentukan pilihan usaha. Ada beberapa orang yang mau membeli lebih dari satu stan.

Beberapa bulan, masalah timbul. Ini setelah PD Pasar Surya menyetop program tersebut. Kemudian memasukkan puluhan pedagang kaki lima (PKL) masuk pasar. Zoning yang semula ditata jadi berantakan. PKL hanya beberapa hari bertahan di sana, kemudian pergi dan menutup stannya.

***
Saya kembali merenung soal ajakan meramaikan pasar tradisional. Di tengah banternya transaksi online. Masyarakat yang makin digital. Semua bisa dicapai dengan mudah dan cepat. Menjamurnya ritel modern. Produk-produk asing yang murah yang membanjiri pasar.

Saya juga ingat ketika Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menginstruksikan kepada jajaran direksi PD Pasar Surabaya. Tugas membenahi pasar tradisonal adalah menciptakan kebersihan, kenyamanan, dan keamanan. Bukan hanya bisa menaikkan retribusi atau iuran layanan pasar (ILP), biaya listrik, sewa stan/kios, dan lainnya.

Pun Bu Risma juga tak ingin kejadian lama terulang. Di mana pembangunan pasar tradisional harus melibatkan pihak ketiga. Karena jika diserahkan pihak ketiga, biaya stan akan dibebankan jauh lebih mahal kepada pedagang. Gilirannya usaha pedagang banyak rontok. Untuk itu, revitalisasi pasar tradisional harus memakai dana APBD. Biar biaya tambahan yang dibebankan pedagang tidak kelewat berat.

Membuat pasar nyaman, aman, dan bersih tidak semudah membalik telapak tangan. Praktiknya berat. Butuh revolusi mental untuk memenuhi ketiga unsur tersebut. Dan saya yakin, untuk pencapaian ini harus dimulai dari atas (struggle from above). Dari pemimpin.

Satu hal lagi yang saya catat masih menjadi peluang pasar tradisional. yakni, budaya tawar menawar. Hal yang genuine (watak asli) ini selayaknya mampu dieksplorasi sebagai kekuatan. Seperti halnya pasar-pasar tradisional di luar negeri yang masih diminati pengunjungnya.

Hingga sekarang, gerakan menghidupkan pasar tradisional terus digaungkan pemerintah. Baik di pusat maupun di daerah. Berbagai asosiasi juga ikut mendorong kemajuan pasar tradisional agar ekonomi kerakyatan tumbuh. Semoga hal ini bukan menjadi pepesan kosong dan slogan semata. (agus wahyudi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun