Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berhenti Jadi TKI, Perempuan Ini Bisa Jual Kacang di Pesawat Citilink

10 September 2019   11:28 Diperbarui: 10 September 2019   11:31 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mas, aku diundang karo Dinas Perdagangan. Jare dikon crito pengalaman dodolan kacang. (Mas, saya diundang Dinas Perdagangan. Katanya disuruh menceritakan pengalaman jualan kacang, red)," begitu kata Suparti saat bertemu saya di Kaza City Mall.

Di tempat itu, Suparti biasa datang pada hari Minggu. Ikut pelatihan Pahlawan Ekonomi Surabaya. Bareng ratusan perempuan pelaku usaha lainnya.    

"Jare sing teko wong-wong sing arep daftar dadi TKI, Mas. (Katanya yang datang mereka yang berminat menjadi tenaga kerja Indonesia, Mas, red)," imbuh perempuan berjilbab ini.  

Saya tersenyum. Bangga. Sekaligus haru. Suparti yang sebelumnya pernah 12 tahun menjadi TKI di Malaysia, kini bisa menularkan sucuil pengalaman bisnisnya.  

Suparti telah mencecap pahit getir kehidupan. Dulu, ia pernah punya usaha konveksi. Namun karena krisis ekonomi akhirnya bangkrut, 1998. Ujian makin berat setelah rumahnya di Wonokusumo, Surabaya terbakar. Dia menangis. Meratapi kejadian yang menyesakkan dada.

Di sisi lain, ia harus menghidupi ketiga anaknya Galih Permana, Ganda Pambudi, dan Gardika Putra Prasetya yang masih sekolah, sendirian. Juga kewajibannya melunasi utang-utangnya.

Pilihan berat harus diambil Suparti. Dia memenuhi tawaran bekerja sebagai TKI di Malaysia. Juni 1999. Suparti berangkat ke Negeri Jiran. Keberagkatannya dibantu Jamaludin, tetangganya.

"Dia (Jamaludin, red) yang menawari. Ada pekerjaan jadi penjahit di Malaysia. Gajinya besar," ucap Suparti, mengenang.

Tawaran yang menggiurkan. Suparti seperti bermimpi ketika akhirnya ia tiba di Bandara Internasional Kuala Lumpur.  Di pintu keluar bandara, Suparti sudah ditunggu seorang pejemput yang membawa plakat dengan selembar kertas bertuliskan namanya. 

"Saya Suparti dari Indonesia,"

"Oh, Ibu ikut saya. Sini, saya bantu," ujar pria itu, sereya bergegas membawakan barang bawaan Suparti.

Tidak banyak tanya, Suparti hanya bisa manut saja. Dia hanya ingin segera di perusahaan tempat bekerja. Tidak sampai setengah jam, mobil yang membawa Suparti tiba di rumah yang cukup mewah di Kota Kuala Lumpur. Ketika pagar rumah dibuka, Suparti terkesima dengan rumah tersebut. Tamannya yang asri. Namun sekelebat dia pun bertanya, bukankah kedatangannya ke Malaysia untuk berkeja sebagai penjahit?

"Mana mesin jahitnya, Bu? Saya kan mau kerja jadi penjahit di sini," ucap Suparti usai menjabat erat tangan seorang perempuan berwajah ayu. Menurut Suparti, perempuan itu adalah pemilik rumah. Namanya Nur Soraya binti Maswin. Dia mendiami rumah tersebut bersama suaminya, Muhammad Lukman bin harun dan lima orang anaknya.

 "Oh tidak, Bibi tidak menjahit. Bibi kerja bantu rumah sini," tutur Suparti menirukan ucapan Nur Soraya.  

"Lha, kok membantu di rumah? Berarti jadi pembantu rumah tangga? gumam Suparti.

Kecewa berat. Begitulah yang dirasakan Suparti, kala itu. Jamaludin yang menjadi perantara dirinya untuk pergi ke Malaysia ternyata telah membohonginya. Bukan bekerja sebagai penjahit, tapi pembantu rumah tangga.

"Sudah, bibi di sini saja. Bantu-bantu disini," cetus Nur Soraya, masih seperti ditirukan Suparti.

Suparti hanya terdiam. Di tengah kekecewaan dan kelelahan, datang seoarang bocah perempuan menghampiri mereka. Bocah tersebut datang dengan keluguan dan kelucuannya. Matanya berbinar, mulut mungil.

Melihat bocah itu, hati Suparti berasa tersiram es. Adem banget. "Eh, cantik sekali," ucap Suparti, lantas tersenyum seraya mengelus bahu bocah tersebut dengan sayang.

Detik itu juga, sikap Suparti berubah. Dia tidak keberatan dengan ajakan Nur Soraya, bekerja sebagai PRT tentunya.

Suparti melakoni pekerjaaan itu dengan ikhlas. Meski sebagai PRT, Suparti diperlakukan seperti keluarga sendiri. Bahkan, ketika ia sakit, keluarga Nur Soraya merawat Suparti dengan fasilitas memadai.

Dari segi pendapatan juga terbilang relatif cukup. Tahun 1999, Suparti mendapat bayaran 350 ringgit, bila dirupahkan sekitar Rp 700 ribu. Uang tersebut cukup untuk biaya hidup tiga anaknya. Juga mencicil utang-utangnya. Dari penghasilannya, Suparti masih bisa menyisakan untuk ditabung.

 "Tiap tahun gaji saya pasti naik 50 ringgit," ungkap Suparti.  

Hidup di negeri orang tak selamanya membuat Suparti nyaman dan bahagia. Meski ada kesempaatan cuti untuk pulang ke Surabaya, namun Suparti masih belum puas.

Memasuki tahun ke-12, Suparti risau. Dia merasa tak mungkin berlama-lama meninggalkan anak-anaknya. Selain itu, kondisi fisiknya juga mulai menurun.

"Kalau buat nyamu, nyuci, dan ngangkat barang sakit sekali," aku Suparti yang mengeluhkan kedua tangannya. Nur Soraya tahu keluhan Suparti. Dia sempat  dibawa berobat ke rumah sakit. Nur Soraya juga meminta Suparti istirahat dulu.

Suparti mengaku, meski majikannya baik, tapi dirinya sedih. Di sela bekerja, dia kerap menangis. Hal itu sempat dipergoki majikannya. "Apa kamu akan terus menangis sampai kontrakmu habis?" begitu majikannya berucap. Ditanya seperti itu, Suparti tak menjawab.  

Selama di Malaysia, Suparti tidak boleh berkomunikasi dengan keluarga. "Di sana saya sarapan pagi dengan dua keping roti. Makan nasi hanya satu kali. Makan malamnya mie instan," ucap Suparti.

Tahun 2011, Suparti nekat pulang ke Tanah Air. Keputusannya sudah bulat. Hujan batu di negeri sendiri lebih baik ketimbang hujan emas di negeri orang. Begitu kata pepatah.

foto:tatarupa.com
foto:tatarupa.com

***

Pulang ke Surabaya, Suparti menyisakan tabungan. Sebagian ia pakai buat membangun rumah. Iseng-isen ia bikan kacang goreng. Barangnya dititipkan ke warung-warung kopi.

"Awalnya hanya ingin ngisi waktu kosong. Modalnya Rp 100 ribu. Eh, ternyata banyak yang suka kacang goreng buatan saya."

Kacang buatan Suparti awalnya dikemas sederhana. Menggunakan plastik bening, diikat tali plastik. Harga Rp 1.000 per bungkus. Suparti kemudian mengembangkan bisnis kecil-kecilan itu. Ia bikin tiga macam rasa: kacang rasa original, kacang telur, kacang rasa asam manis.

Pada 2012, Suparti diajak teman di kampungnya bergabung dengan Pahlawan Ekonomi. Ketika itu, Suparti merasa menemukan dunia baru. Ia juga bersyukur karena berkenaan dengan banyak ibu-ibu yang memiliki semangat yang sama: menjadi pengusaha.

Bekal pengetahuan Suparti bertambah. Ini setelah di Pahlawan Ekonomi dia ikut berbagai pelatihan. Yang membuat Suparti terkesan, dia juga dapat pengetahuan tentang manajemen usaha.

Suatu ketika dalam kegiatan bazar, kacang goreng buatan Suparti menarik perhatian Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Ketika itu, wali kota mengeluh kenapa kemasan kacang Suparti tidak bagus.

"Kalau dikemas harganya bisa lebih mahal. Eman-eman sekali, Bu," ucap Risma. "Nanti minta bantuan teman-teman biar dibuatkan kemasan yang baik."

Suparti kemudian terpilih ikut program Tatarupa. Program yang melibatkan para desainer yang membantu me-repackaging produk UKM.Hasilnya, Suparti menyepakati dengan nama produknya: Kacang TreeG. Nama yang keren, begitu katanya.

Menurut Suparti, nama Kacang TreeG selain berbau teknologi mutakhir, sejatinya singkatan nama ketiga putranya yang nama awalnya ada huruf "G", yakni Galih, Ganda, dan Gardika.

"Selain nama tiga putra itu, huruf depan G itu kebetulan juga alamat rumah saya, yaitu di Gang 3 G. Jadi, Kacang Tree 3G sepertinya memang cocok buat nama produk saya," ucap dia, lalu tersenyum.

Kemasan baru Kacang TreeG terbilang menarik dan eksklusif. Menggunakan karton warna putih ukuran lebih besar. Harganya Rp 10.000 per 100 gramnya.

***

Tahun 2016, Suparti dibantu empat orang pegawai mampu memproduksi 100 kilogram kacang goreng per hari. Jutaan rupiah diraup dari berjualan kacang tersebut. Jelang bulan Ramadan dan Lebaran, produksinya Naik tajam: 500 kilogram per harinya.

Produk kacang goreng Suparti kala itu tersebar di 500 warung kopi di Surabaya. Tiap pagi, anak-anak Suparti mengirimnya. Mereka mengambil uangnya sekaligus mengganti barang yang retur tipa hari.  

Khusus Kacang TreeG, Suparti biasa mengirim  ke resto-resto ternama di Kota Pahlawan. Kacang TreeG jadi ada di beberapa pusat oleh-oleh. Selain itu, Kacang TreeG juga dipesan oleh PT Garuda Indonesia.

Tak hanya, kacang Kacang TreeG juga masuk satu dari empat produk UKM Pahlawan Ekonomi yang dijual di dalam pesawat Citilink. Hingga Agustus 2019, Citilink sudah tiga kali repeat order. Tiap pengiriman sebanyak 400 pack.  

Gurihnya bisnis kacang goreng membuat kehidupan Suparti makin sejahtera. Tahun 2017, Suparti bisa meraup omzet Rp 30 juta sebulan. Pendapatan itu naik dua kali lipat pada saat mendekati Lebaran. Kacang TreeG juga menjadi salah satu item yang dipakai pemesan untuk mengirim parcel dan hadiah.

Ketika order makin meningkat, Suparti berupaya memperbesar kapasitas produksi. Dia membeli mesin. Harganya Rp 17 juta. Ketika dioperasionalkan, kapasitas kacang gorengnya bisa dilipatgandakan. Waktunya juga lebih pendek.

Kesuksesan Suparti terdengar mantan majikannya di Malaysia, Nur Soraya. Lewat teknologi skype yang dibantu anaknya, Suparti kerap berkomunikasi dengan Nur Soraya.

Nur Soraya sempat mengucapkan selamat kepada Suparti karena sekarang telah jadi pengusaha. Nur tahu Suparti jualan kacang goreng. 

"Lha saya tanya, dari mana  kok ibu tahu? Beliau ngaku membaca berita di Facebook. Kebetulan anak saya berteman dengannya. Pokoknya beliau  senang dengan keadaan saya sekarang," tutur Suparti, lalu tersenyum. (agus wahyudi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun