Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu...

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Identitas Keagamaan dan Komitmen Kebangsaan

19 Juni 2014   20:46 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:06 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gara-gara pernyataan Musdah Mulia, akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah yang juga anggota Tim Pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) bahwa duet itu bakal menghilangkan kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP) terjadi banyak kehebohan pendapat berseliweran di dunia maya mau pun dunia nyata.

Sejatinya issue yang dipertanyakan itu valid dan Musdah pun mempunyai argumentasinya yang juga cukup fundamental dan masuk akal. Jika ingin mengetahui apa yang mendasari Musda melontar kan ide itu, silahkan baca sendiri lengkapnya dan klik disini.

Namun pernyataan Musdah tersebut dianggap sebagai pendapat pribadi. Sebab, duet capres yang dikenal dengan sebutan Jokowi-JK itu tak punya program menghapus kolom agama di KTP. Soal menghapus keterangan agama dalam KTP ini tentu juga tidak ada dalam visi misi Jokowi-JK. "Itu sama sekali bukan pendapat Jokowi-JK dan juga bukan program PDI Perjuangan," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kerohanian dan Kebudayaan, Hamka Haq, Rabu (18/6) malam (Sumber: Klik disini).

Terlepas dari mestinya ini bukalah merupakan issue lagi, sesungguhnya masalah ini (ada atau tidaknya keterangan agama dalam KTP) seharusnya, menurut saya, sama sekali bukanlah masalah. Sensitivitas dan upaya menghindari gesekan di masyarakat berdasarkan atau akibat masalah SARA memang haruslah dihindari. Dan, menurut saya, ada atau tidaknya keterangan Agama di dalam KTP sama sekali tidak atau sangat insignifikan pengaruhnya dalam terjadinya gesekan-gesekan yang berkaitan dengan masalah SARA. KTP, bahkan tidak sejelas seperti identitas lain yang menunjukkan pilihan keagaaman seseorang. Misalnya tentu perempuan-perempuan yang berjilbab langsung dapat diidentifikasikan sebagai beragama islam.  ungkin kita masih ingat betapa keras upaya para perempuan mulim untuk dapat mengenakan jilbabnya disekolah negeri atau di berbagai kantor pemerintah. Belakangan hal itu sudah boleh dibilang tidak menjadi masalah lagi (walau masih ada juga terjadi halangan dibeberapa tempat). Bahkan baru-baru ini kita juga mendengar Polisi pun sudah memperkenankan Polwannya menggunakan jilbab, dan menyiapkan seragam yang sesuai untuk mereka. Saya sangat mensyukuri hal itu. Alhamdulillah.. Menurut saya ini adalah sebuah kemajuan yang luar biasa dalam proses menumbuhkan kesadaran di negeri ini bahwa apapun agamanya, hal itu tidak boleh menghalangi orang itu untuk mendapatkan kesamaan haknya sebagai Warga Negara Indonesia. Hal yang sama juga berlaku bagi sama berkaitan dengan ras atau suku nya. Negara ini kita sepakati dibangun dibawah kesadaran penuh atas keanekaragamannya. Masihkah kita ingat "Bhineka Tunggal Eka" yang memang sudah jarang disebut akhir-akhir ini ?

Saya sudah sering melihat dan bahkan mengalami berinteraksi dengan orang-orang yang sangat kental dan terlihat identitas keagamaannya namun perilakunya jauh dari "amanah" dan menurut saya, perkataan dan tingkah laju itu jauh lebih penting dari sekedar identitas keagamaannya itu. Bahkan justru penggunaan identitas keagamaan itu akan merusak nilai-nilai mulia agamanya akibat perkataan dan tingkah laku mereka yang tidak sesuai itu.

Nah.. mumpung issue tentang identitas keagamaan ini sedang hangat, mungkin ini bisa mengingatkan kita semua sebagai anak negeri, atas komitmen kita membangun negeri ini diatas keanekaragaman agama, ras, suku dan budaya. Jika kesadaran itu muncul dan kuat, rasanya kita tidak akan mudah digoyang oleh isuue-issue SARA yang mencoba membenturkan berbegai kelompok masyarakat di negeri ini. Tentu harus ada proses untuk membangun rasa saling percaya dan hormat-menghormati karena itu justru akan melahirkan sebuah negeri dan bangsa yang KUAT dan BERMARTABAT.

Mari membuka mata, hati, pikiran, dan menggunakannya dengan jernih, khususnya dalam suasana jelang Pilpres yang cukup "panas" ini. Kita tidak sedang "Perang Badar" atau "Perang Salip". Kita hanya sedang mencari pemimpin terbaik (dari pilihan yang ada) untuk menjadi Presiden negeri ini yang harus mengayomi SELURUH rakyat negeri ini (apapun ras, suku, agama dan budayanya) dan membawa negeri ini menjadi negeri yang lebih baik.

Semoga kita semua, seluruh rakyat Indonesia, menjadi semakin cerdas sehingga bersama-sama dengan para peimpin negeri ini mampu melihat berbagai masalah serta mencari dan membantu penyelesaian masalah itu sehingga menjadikan negeri ini lebih baik lagi.

Ngonmong-ngomong, gara-gara hangatnya topik ini saya baca lagi keteranagn di KTP saya. Ini kenapa status saya masih "Mahasiswa" dan "Bujangan" ya ?? Hahaha... Modussss...

Selamat memilih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun