Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu... Advokat, Pengusaha -

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Polisi Periksa Kasus Korupsi APBD DKI, Dimana Kasusnya Akan Berujung?

7 Maret 2015   10:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:02 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa saat lalu kita mendengar Ahok melaporkan ke KPK dugaan penyimpangan anggaran dari tahun 2012 sampai 2015, berkaitan dengan adanya "Dana Siluman" di APBD DKI Jakarta yang disahkan oleh DPRD.

Yang menarik, justru, tiba-tiba kita mendengar Polda Metro telah melangkah jauh lebih cepat dan telah memeriksa 15 orang saksi, berkaitan dengan pengadaan perangkat UPS atau pasokan daya bebas gangguan pada APBD 2014 yang menghabiskan sebanyak Rp 330 miliar dengan harga sekitar Rp 5,8 miliar tiap unitnya.

Sepertinya kita tidak perlu terkejut jika nantinya terbukti ternyata ada keterlibatan oknum-oknum Pemda karena pembobolan anggaran seperti ini sudah hampir pasti akan melibatkan pihak eksekutif. Bahkan Ahok pun mengindikasikan adanya keterlibatan oknum Pemda tersebut. Itulah sebabnya mengapa kita secara teoritis perlu Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang salah satu tugas utamanya adalah untuk "mengawasi" Eksekutif untuk tidak melakukan pemborosan (jika tidak mau disebut kurupsi) uang rakyat via APBN atau APBD. Namun sepertinya melihat harga Rp. 5.8 milyar per unit UPS yang tergolong SANGAT BESAR nilai nya untuk barang tersebut, adalah sangat mungkin juga lolosnya anggaran tersebut dalam APBD DKI Jakarta tahun 2014 juga melibatkan Legislatif yang memberi persetujuan atas APBD tersebut.

Kini, dengan diungkapkannya adanya "Dana-dana Siluman" dalam APBD DKI Jakarta versi DPRD, dimana terdapat sisipan atau tambahan anggaran yang LUAR BIASA BESAR yaitu setidaknya sebesar Rp. 12.1 trilliun, masalah ini menjadi terang benderang merupakan PEMBEGALAN uang rakyat secara berjamaah, masif, terstruktur dan sistematis. Masalah ini menjadi heboh ketika DPRD berusaha "memaksakan" penggunakan APBD versi mereka yang sudah disisipi anggaran siluman sebesar Rp. 12.1 trilliun itu sementara Gubernur Ahok menolaknya mentah-mentah. Ahok dalam Mediasi yang diadakan Kepmendagri mengatakan: "Saya tidak mendiskriminasi dan meminta SKPD ikut hasil pembahasan. Yang saya minta adalah, anda jangan menginput e-budgeting YANG BUKAN HASIL PEMBAHASAN..." Nah... jika tidak dibahas lalu dimasukkan kedalam APBD, siapa yang memasukkan dana Rp. 12,1 triullun tersebut dalam APBD versi DPRD tersebut..???

Beberapa orang berpendapat karena itu masih merupakan Rancangan APBD (RAPBD) 2015 maka tindak korupsinya belum terjadi. Karenanya KPK tidak bisa menindak karena belum ada kerugian negaranya walau sudah nyata dan kasat mata ada upaya untuk merugikan keuangan negara.

Namun kini dengan ditanganinya kasus ini oleh Polisi, saya melihat ada keuntungan yang mungkin didapat agar kita dapat menangkap tikus-tikus berdasi yang merencanakan pencurian uang rakyat ini. Polisi tentu saja dapat memeriksa dugaan adanya kasus korupsi dalam APBD 2014 lalu karena sudah terjadi, namun juga Polisi dapat mengusut siapa yang MEMALSUKAN dokumen APBD dan menyisipkan anggaran Rp. 12,1 trilliun tersebut. Kita masih ingat kata-kata Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik dari Fraksi Gerindra yang mengatakan bahwa APBD itu dokumen negara. Nah.. kini mari kita dorong Polisi untuk mengusut tuntas siapa yang menyisipkan dan menambahkan anggaran Rp. 12,1 trilliun tersebut dan mengurangi program-program yang dibutuhkan rakyat seperti anggaran Rusunawa, Jalan Tol Dalam Kota, dll, sehingga bisa dikategorikan MEMALSUKAN "Dokumen Negara" untuk APBD 2015 tersebut..???

Kita berharap yang terjadi kali ini bukanlah persaingan atau adu cepat antara Polri dan KPK yang terjadi karena "persaingan" institusi penegak hukum. Kita juga berharap penanganan perkara ini oleh Polisi akan memberikan kesempatan pada Polisi untuk menunjukkan profesionalisme serta integritas dan komitmennya dalam turut memberantas korupsi di negeri ini dan bukan berujung pada pembelokan, pembatasan kasus (hanya pada orang-orang tertentu saja) atau menutupi/melindungi orang-orang tertentu. Polisi harus sungguh-sungguh membongkar tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya sejak proses penyusunan anggaran di DPRD agar jelas anggaran Rp 330 miliar di tahun 2014 ini dan Rp. 12,1 trilliun yang dicoba (dan dipaksakan untuk masuk oleh DPRD) itu titipan dan atas inisiatif siapa ??? Publik sangat mengharapkan transparansi penanganan proses ini oleh pihak Kepolisian maupun oleh KPK.

Disisi lain saya melihat ini adalah sebuah sindiran pedas kepada KPK yang akhir-akhir ini telihat lamban dan lambat sekali kerjanya. Banyak kasus terbengkalai sehingga membuka ruang para Tersangka Korupsi kini ramai-ramai mengajukan gugatan Praperadilan karena ketidak siapan KPK dalam mengangani perkaranya. Disisi Polri, proses membangun "Kepercayaan" publik atas integritas Polri itu tidak akan mudah dan perlu waktu serta pembuktian. Dan, ini adalah salah satu kesempatan Polri untuk membuktikan integritas dan profesionalismenya. Jika tidak terlihat jelas arahnya, maka sudah seharusnya KPK mengambil alih kasus ini.

Mari kita amati perkembangan kasus dugaaan korupsi APBD DKI Jakarta ini lebih lanjut secara seksama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun