Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu... Advokat, Pengusaha -

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dulu diculik, sekarang bergabung dengan penculik ?

13 Juni 2014   02:33 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:59 1973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan ini memang bisa berputar. Kalau dulu miskin sekarang kaya, dulu sehat, sekarang sakit  atau sebaliknya, udah biasa. Kalau dulu diculik sekarang membela yang menculik itu baru luar biasa. Kontroversi seputar masalah penculikan itu memang menjadi tanda tanya besar dan memanas kembali, jelang Pilpres 2014 ini, karena salah satu Capres yang dikait-kaitkan dengan kasus-kasus penculikan dimasa lalu. Pius Lustrilanang, Desmon J. Mahesa dan Haryanto Taslam yang dulu adalah aktivis yang sempat diculik, kini justru bergabung bersama Prabowo di Partai Gerindra. Pius Lustrilanang, bekas aktivis pro-demokrasi, yang pernah diculik Tim Mawar Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat mengatakan:

Saya diculik oleh Tim Mawar bentukan Kopassus pada tanggal 4 Februari dan baru dibebaskan pada 3 April 1998. Saya diculikkarena saya adalah aktivis yang konsisten mendorong isu anti-Soeharto sejak 1993. Delapan minggu saya mendekam dalam sel bersama sejumlah aktivis, antara lain Desmon J. Mahesa, Haryanto Taslam, Faisol Riza, dan Raharjo Waluyo Jati. Mereka ini semua dibebaskan dalam keadaan hidup. Di tempat penyekapan itu, saya juga sempat berkomunikasi dengan Herman Hendrawan, Yani Afri, dan Soni. Ketiga orang ini sampai saat ini belum diketemukan. Dari mulut Yani Afri dan Soni, saya mendapat informasi bahwa Dedi Hamdun juga disekap di tempat tersebut. Untuk detail dan lengkapnya silahkan baca sendiri dan klik disini. Menarik juga untuk melihat dari sisi lain, apa motivasinya mereka-mereka yang pernah berjuang untuk rakyat, hingga kemudian diculik itu begitu masuk ke panggung politik, justru tak pernah lagi terdengar atau terlihat bersama rakyat ? Dan bahkan kemudian bergabung dan menyatakan bahwa orang yang menculiknya tidak bersalah. Apakah perubahan arah itu semata-mata karena "percaya" bahwa yang menyuruh melakukan penculikan itu adalah "Atasan" dan Pangab ABRI yang saat itu menjabat tidak pernah memberi perintah apapun, kemudian yang Prabowo (setahun setelah Soeharto meninggal) menyatakan secara tidak langsung disuruh "Soeharto" yang saat itu menjabat sebagai Presiden RI selaku Panglima Tertinggi ABRI ? Benarkah Soeharto pernah memerintahkan hal itu ? Kalau pun benar (hal mana saya yakin akan dibantah keras oleh seluruh keluarganya yang masih hidup), lantas bisakah pelakunya membebaskan diri begitu saja ? Walau dari hasil pemeriksaan, Dan POM ABRI saat itu merekomendasikan ke Pangab (agar gak bias, silahkan dengar sendiri rekaman lengkap wawancara dengan Agum Gumilar, klik disini) agar Prabowo diajukan ke Mahkamah Militer (silahkan baca juga detailnya dan klik disini), Pangab saat itu Jendral Wiranto, dengan pertimbangan tertentu memperhalus dan dan memperlunak sehingga akhirnya Prabowo diberhentikan sebelum berakhirnya masa tugasnya di TNI. Sepertinya,  pada saat itu suasana masih sangat sensitif, kekuatan dan pengaruh Soeharto masih sedemikian kuat. Pada rekaman yang sama dapat didengar langsung perkataan Jenderal (Purn) Fachrul Razi yang mengemukakan:

"Pada saat itu terus terang saja, kami hanya fokus pada yang diculik, yang sudah kembali. Kami tidak sedikit pun menyentuh yang hilang. Dari hasil itu saja, kami anggap dia sudah sangat pantas di pecat. Tapi, kami sepakat tidak menggunakan kata pemecatan," Setelah jaman berubah, Prabowo setelah kembali ke tanah air dari Yordania, kembali berusaha mendapatkan kesempatannya untuk kembali memimpin negeri ini melalui Konvensi Golkar, lalu setelah gagal, mendirikan Partai Gerindra. Sungguh saya menghargai cara-cara yang ditempuh oleh Prabowo untuk menggapai kursi Kepresidenan dengan cara-cara yang konstitusional ini. Oh, kembali ke topik. Jika mereka-mereka yang pernah diculik itu, sekarang bisa berubah, mungkin juga mereka akan bilang, itu hak azasi saya untuk menentukan pendapat dan pandangan hidup saya. Mau saya seperti apa sepanjang saya tidak merugikan orang lain, itu hak saya. Ya, itu bisa saja. Namun apakah mereka LUPA bahwa sebagian teman-teman seperjuangan mereka, yang sempat bertemu juga dengan mereka saat mereka diculik, masih hilang dan tak pernah kembali hingga saat ini ??? Apakah mereka peduli ? Apa mereka bersimpati pada keluarga-keluarga yang kehilangan anak mereka ? Apa mereka peduli dengan hak azasi mereka atau orang lain ? Mungkin ketiga orang "terculik" yang kini menjadi politisi gerindra itu perlu membuka mata dan hati mereka (yg entah tertutup apa) dan tak mendengar suara-suara keluarga korban teman-teman seperjuangan mereka dulu. dan bukannya malah serempak mereka menyamakan pendapatnya dengan Prabowo dan mengatakan Prabowo bukan dalang Penculikan, tetapi dalangnya adalah Soeharto. (Baca Pernyataan Desmon dan klik disini). Lebih aneh lagi secara kontradiktif sekarang Prabowo mengatakan akan mengusulkan Soeharto jadi Pahlawan Nasional (Baca dan klik disini). Memang sejarah pernah mencatat ada Pengadilan Militer yang menghukum beberapa orang Prajurit Kopasus anggota Team Mawar itu. Team Mawar, sebagaimana dikonfirmasi Agum Gumelar bukanlah team permanen yang ada terus-menerus atau sudah ada sebelumnya di Kopasus. Jika demikian, artinya Team Mawar adalah team baru yang dibentuk berkaitan dengan culik-menculik itu saja..? Lha siapa yang membentuk ? Kok yang membentuk bahkan bisa lempar tanggung jawab bilang diperintah oleh atasannya ? Menarik untuk menyimak jawaban Prabowo berkaitan dengan soal culik-menculik itu:

"Kadang dalam pemerintahan, kita sebagai alat pemerintah menjalankan misi yang dianggap benar. Begitu ada pergantian pemerintah, pemerintah baru menganggapnya tidak benar. Saya, kan, hanya petugas saat itu.Kadang dalam pemerintahan, kita sebagai alat pemerintah menjalankan misi yang dianggap benar. Begitu ada pergantian pemerintah, pemerintah baru menganggapnya tidak benar. Saya, kan, hanya petugas saat itu," Dalam kesempatan itu (Detailnya silahkan baca dan klik Tempo disini: Penculikan Aktivis, Prabowo Saya Tidak Ngumpet), sebagaimana dikutip dari Wikipedia, Prabowo hanya mengakui menculik 9 orang aktivis pada saat itu, yang semuanya telah ia kembalikan dalam keadaan hidup. Sementara 13 orang sisanya, ia tidak tahu-menahu. Pernyataan ini dikuatkan oleh Pius Lustrilanang:

"Prabowo berkata, saya hanya menculik yang ada saja, yang sudah dikembalikan," kata Pius menirukan Prabowo. Dalam kesempatan itu pula Prabowo minta maaf pada Pius. (Baca Tempo: Pernah Diculik, Pius: Prabowo Tak-Bersalah) Bahkan, mantan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Mayor Jenderal TNI (Purn) Syamsu Djalal menyatakan Tim Mawar mengaku mendapatkan perintah dari Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus terkait pelaksanaan operasi penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998. (Sumber: klik dan baca disini) Tak kurang, Fadli Zon yang merupakan petinggi Partai Gerindra sendiri melalui akun twiternya bahkan juga mengakui sendiri penculikan dilakukan oleh Prabowo (Baca dan klik disini) Entahlah apa yang mendasari bergabungnya para aktivis yang pernah diculik dulu dalam Gerindra yang kni mengusung Prabowo menjadi Capres di tahun 2014 ini. Itu sepenuhnya merupakan hak mereka. Mungkin, mereka telah berubah kehidupannya dan sangat mungkin juga kemudian merubah pola pikir dan mentalitasnya. Yang pasti mereka tidak pernah lagi terdengar mereka menyuarakan kesulitan rakyat banyak. Bahkan ada yang gencar berupaya melemahkan KPK (yang sedang berusaha keras membersihkan korupsi di negeri ini). Baca juga berita lain dan klik disini. Berbeda dengan para aktivis yang dulu pernah diculik itu, saya memang memilih Jokowi pada saat ini dan bukan karena cinta buta pada Jokowi. Saya secara pribadi juga tak kenal Jokowi. Saya juga tak kenal Prabowo. Saya memilihnya simply karena setelah membaca dan mempelajari banyak hal dari berbagai sumber, kita hanya punya dua pilihan dan kita hanya bisa memilih yang terbaik dari yang ada. Dan, dari banyak catatan sejarah, saya memilih yang tidak atau tidak berpotensi bermasalah dengan masa lalunya. Bukan untuk mengungkit-ungkit lagi masa lalu, tapi justru lebih apa yang kita butuhkan hari ini karena tentu saja, masa lalu akan banyak berpengaruh pada hari ini dan hari esok. Ini menjadi penting karena karena yang akan kita pilih ini adalah Calon Presiden, Calon Pemimpin negeri ini. Itu saja. Selamat memilih :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun