Mencermati setiap perkataan masing-masing Capres dan mengulangnya beberapa kali ada beberapa hal yang menarik. Sementara Jokowi menyampaikan visi secara sistematis dan terstruktur, Prabowo tetap mengambang dan masih membahas bocor dan bocor lagi. Sementara Jokowi mengembangkan ide-ide dan cara pandang baru yang sekaligus mencerdaskan bangsa dengan memperkenalkan istelah Perang Cyber, Perang hybrid, penggunaan Drone, Prabowo masih berputar di seputar retosika dan juga kebocoran lagi. Sudahlah, lupakan soal kebocoran yang mungkin sedang mendominasi pemikirannya akibat bocornya kantong-kantong Koalisi Prahara ini karena proses pembentukan image dan menaikkan elektabilitas Prabowo ini memang sangat menguras kantong dan dana mereka, ada hal yang sangat menarik sekaligus menggelikan melihat apa yang disampaikan dan cara berfikir Prabowo, terlepas dari apa yang dikatakannya langsung mendapat sorak sorai gegap gempita dan dukungan dari pendukungnya.
Coba simak rekaman video Sesi ke dua (pendalaman visi misi) di menit 06:25-06.42, debat Capres kemarin (sumber bisa di klik dan lihat disini):
"... kalau kita tidak punya kekuatan, pesawat terbang kita kurang, peluru kita kurang, helikopter kita kurang, Polisi kita gajinya kurang, hakim kita gajinya kurang, kalau demikian, kita tidak punya wibawa ke luar negeri..."
Wah... Apa betul jika Polisi kita gajinya kurang, hakim kita gajinya tinggi (tidak kurang), kita lantas punya wibawa ke luar negeri..?? Apakah masalah kita tidak punya kekuatan, pesawat terbang kita kurang, peluru kita kurang, helikopter kita kurang, itu sama atau identik atau sejenis dengan Polisi kita gajinya kurang, hakim kita gajinya kurang dalam  kaitannya dengan wibawa kita (negeri kita) keluar negeri ?? Apakah wibawa ditentukan oleh besarnya gaji seseorang ????
Mohon maaf Pak Prabowo, kali ini saya sama sekali tidak sependapat. kalau pun ada kerancuan antara orang  atau negeri lain segan dengan takut yang dikaitkan dengan kekuatan militer kita, itu masih bisa saya tolerir. Namun, jika mengaitkan antara kewibawaan negeri ini dengan kurangnya gaji Polisi dan Hakim kita saya sangat-sangat tidak setuju. Menurut saya, mencampur adukkan kekurangan persenjataan dengan gaji Polisi dan hakim ini lagi-lagi menunjukkan sebuah kerancuan berfikir yang fundamental. Walau Bapak terkesan sangat yakin dan bersemangat saat mengatakan itu (dan tentu saja serta merta di amini oleh para pendukung Bapak), tetapi saya ingin katakan sekali lagi, salah besar jika menganggap rakyat negeri ini bodoh dan tolol. Rakyat negeri ini sudah mulai cerdas dan tidak semuanya akan menelan mentah-mentah semua hal yang Bapak katakan. Apakah kalau kita menaikkan gaji Polisi dan Hakim kita setara dengan negara-negara maju itu adil (bagi banyak abdi negara lain) dan realistik (dengan keterbatasan anggaran kita) serta menjamin hilangnya korupsi (jika itu yang Bapak maksudkan) dan juga diperolehnya wibawa dari orang asing atau negara-negara lain ???
Kalau pun yang dimaksudkan Prabowo maksud adalah menaikkan gaji Polisi dan hakim itu akan menghentikan korupsi, hal itu tidak akan terjadi jika mental dan sistem tidak di benahi. Lihatlah total penggasilan (resmi dan halal) Anggota Parlemen kita yang tinggi (lebih dari Rp. 1 milyar setahun) bahkan tertinggi ke-4 di dunia) dibandingkan rata-rata penghasilan resmi abdi negara lain dan bahkan pegawai saswta sekali pun, apakah hal itu menghentikan mereka dari praktek-praktek yang korup ? Lagi-lagi dalam hal ini saya, dan mungkin juga Bapak (seperti yang bapak lakukan dalam 2 debat terakhir ini), harus mengakui Jokowi benar saat mengatakan kita perlu revolusi mental dan membangun sistem (bukan sibuk menaikkan ngurusin kebaikan gaji para pejabat negara saja).
Seperti acara Bukan 4 mata, kembali ke laptop... Kali ini acara Debat capres diikuti oleh sebgaian besar mata rakyat negeri ini, bahkan juga mata orang-orang asing di luar negeri. Please deh Pak, jangan bilang kewibawaan negeri ini tergantung besarnya gaji Polisi dan Hakim kita. Saya memang mendukung Jokowi-JK dan semakin  mantap dengan pilihan saya. Namun please jangan permalukan diri Bapak sendiri (dengan cara atau membuat pernyataan-pernyataan seperti itu), karena Bapak adalah Calon Presiden negeri ini. Saya juga ikut malu kalau Bapak dipermalukan. Saya ingin rakyat negeri ini memilih dengan rasa bangga calon pemimpinnya, salah satu dari 2 anak negeri yang terbaik (bukan yang malu-maluin).
Mari melihat, mencerna dan berfikir cerdas dan jernih.
Salam 2 jari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H