Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu... Advokat, Pengusaha -

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politisi, Rakyat Tidak Buta dan Tidak Bodoh, Kami akan Menilai dan Mengawasimu

22 Agustus 2014   15:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:52 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo jokowi-jk-antara-2_zps0834879c.jpg

Pilpres kali ini benar-benar memberi pelajaran politik dan hukum (tata negara) yang sangat baik untuk mendewasakan rakyat di negeri ini. Memang proses ini tidak mudah dan belum semua komponen dari rakyat mengerti dan cukup dewasa dalam berpolitik dan berdemokrasi, khususnya akibat masih adanya sekelompok petualang politik (istilah elite politik terlalu baik untuk mereka) yang justru tidak dewasa dan terus memprovokasi dan menjejali para pendukungnya dengan logika-logika politik dan hukum yang justru tidak logis, seakan-akan rakyat ini begitu bodoh atau tertutup mata, hati dan pikirannya seperti mereka (para petualang politik itu). Pilpres kali ini, adalah Pemilu yang sangat transparan dan tinggi partisipasi rakyatnya sehingga menjadi sarana yang sangat baik bagi proses pembelajaran kepada rakyat yang ingin belajar (bukan bagi sebagian rakyat yang cuma suka menggosip dan mempergunjingkan gosip-gosip murahan yang tak jelas sumbernya dan cenderung fitnah). Dalam transparansi Pemilu kali ini sesungguhnya kita sudah dapat menilai seperti apa partai tertentu itu dan seperti apa para politisi yang mewakilinya itu. Ini akan sangat bermanfaat bagi proses politik yang akan terus bergulir di negeri ini ditingkat lokal (dengan berbagai Pilkada) maupun ditingkat nasional (5 tahun lagi). Rakyat akan dapat menilai seberapa dewasa dan pantas seorang politisi itu dapat memimpin suatu wilayah atau negeri ini, atau seberapa pantas mereka akan dapat diandalkan untuk mewakili suara rakyat di lembaga legislatif. Proses kampanye yang sangat "Hitam", penuh dengan fitnah dan info-info yang menyesatkan telah berhasil menanamkan "kebencian" yang dalam di hati para pendukungmu dan cenderung memecah belah rakyat. Begitu banyak proses pembodohan dan bukan upaya mencerdaskan rakyat yang dilakukan oleh sekelompok politisi dimasa Pemilu ini. Hal ini lebih disebabkan oleh hadirnya petualang politik yang mengusung paradigma lama, pola lama yang menginginkan rakyat semata-mata menyerahkan keterwakilan politiknya pada beberapa gelintir politisi semata saja dan pola ini tentu sangat menguntungkan bagi para petualang politik itu. Jika rakyat ini cerdas tentu mereka tidak akan menyerahkan seluruh suaranya begitu saja, tanpa kejelasan suara itu digunakan untuk sebesar-besar kepentingan rakyat, dan bukan untuk sebesar-besar ketentingan pribadi atau partai politisi itu semata. Semakin tidak berkualitasnya politisi atau partai politik itu, semakin tidak ada nilai jual politisi atau partai politik itu, semakin mereka menginginkan rakyat ini tetap bodoh dan menilai merekalah yang pintar dan karenanya rakyat, dalam pemikiran mereka, cukup mendelegasikan segala keputusan penting dalam negara ini seluruhnya pada mereka, para petualang politik itu. Sebaliknya semakin berkualitasnya politisi atau suatu partai politik, akan ada banyak hal yang dapat mereka tawarkan kepada masyarakat, kepada rakyat yang akan memberikan suaranya untuk mereka; dari segi intergritas dan rekam jejak individual para politisi itu, mau pun dari segi visi misi, ide-ide dan program-program baru yang dapat memberi solusi atas berbagai persoalan masyarakat dan negeri. kelompok politisi dan partai politik yang terakhir ini sudah tentu akan lebih senang jika rakyat pemilih itu cerdas, sehingga dapat memberikan penilaian dan suara mereka secara lebih objektif kepada politisi atau partai yang terbaik bagi mereka dan negeri ini. Pilpres 2014 sudah berakhir, sudah selesai. Keputusan Mahkamah Konstitusi sesuatu ketentuan hukum di negara hukum NKRI ini adalah bersifat tetap (final and binding). Tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan. Bahkan, upaya politik pun berkaitan dengan pemilu dinegara hukum ini sesungguhnya semua bermuara pada Mahkamah ini. Bahwa jika sekelompok petualang politik ternyata hanya mau setengah hati mengakui supremasi hukum di negeri ini, dan menganggap bahwa "keadilan substansial" yang sesungguhnya sudah diuji dengan baik dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi yang sangat transparan karena diliput terus oleh berbagai media dan disaksikan pula oleh sebagaian (besar) rakyat negeri ini, masih tidak tersentuh, silahkan saja, karena itu hanya akan memperjelas siapa dan dan seperti apa mereka sesungguhnya. Padahal 9 hakim Mahkamah Konstitusi mengambil keputusannya berdasarkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang diajukan para pihak termasuk bukti atau saksi yang diajukan pihak Penggugat. Jika benar memang telah terjadi kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis, maka tentu mudah dan akan banyak bukti-bukti nyata dan kuat yang dapat disampaikan dan ditampilkan di proses peradilan Mahkamah Konstitusi untuk membuktikan adanya hal tersebut (jangan dibalik seperti kemarin disampaikan di salah satu acara telivisi swasta bahwa karena kecurangan yang terjadi itu masif, terstruktur dan sistematis maka sulit dibuktikan). Bahwa Pemilu ini tidak sempurna dan terdapat beberapa kekurangan, ya, semua kita juga mengetahui itu. Namun, sangatlah tidak adil untuk mengeneralisir adanya satu-dua kekurangan sebagai kegagalan Pemilu secara keseluruhan. Bagi rakyat, bahkan pengamat dalam dan luar negeri, Pilpres 2014 ini sangat patut diberi apresiasi yang tinggi dan acungan jempol karena sangat-sangat transparan sehingga kecil sekali kemungkinan kecurangan, tanpa terdeteksi. Keadilan sudah dipertimbangkan dengan baik dan diwujudkan dalam keputusan bulat (tanpa desenting opinion) 9 Majelis Hakim MK itu Jika ingin membaca lengkap, semua pertimbangan dan keputusan Majelis Hakim MK secara tranparan dapat dibaca disini. Lalu jika bukan peradilan yang mempunyai legitimasi yg sah secara hukum, apa keadilan itu ditentukan oleh para politisi Prahara seperti Fadli Zon, Fahri Hamzah, Ngabalin, Idrus Marham, Suryadarma Ali, Prabowo, Abu Rizal Bakrie, MS Kaban, Tantowi Yahya gitu ??? Come on guys.. wake up..!! Jika mereka mengganggap sebagaian besar rakyat negeri ini buta mata, hati dan pikiran (seperti sebagian pedukung fanatik mereka yang bisa terus menerus mereka bohongi), tidak dapat melihat bahwa tuduhan-tuduhan yang selama ini digembar-gemborkan ternyata memang tidak terbukti didalam persidangan yang terbuka dan sangat transparan, mereka SALAH. Kami rakyat negeri ini akan menilai dan mengawasimu. Kami tidak akan membiarkan negeri ini kembali disandera oleh segelintir petualang politik dan kembali kejaman Orde Baru (Orba) lagi. Kami rakyat negeri ini akan move on. Bersama Pemerintah yang mempunyai legetimasi dan sah membangun negeri ini; bersiap menghadapi zona perdagangan bebas ASEAN tahun depan, membersihkan negeri ini dari korupsi yang masif, terstruktur dan sistematis, mensejahterahkan, memberi kepastian hukum dan keadilan bagi SELURUH (bukan sebagian, apalagi hanya sekelompok) RAKYAT negeri ini. Perubahan yang mendewasakan iklim politik dan demokrasi di negeri ini sedang terjadi. Silahkan menjadi bagian dari perubahan dan berpartisipasi dalam proses menjadikan Indonesia yang lebih baik. Atau, jika masih aja kalian tetap memilih untuk ngotot surotot bin ngeyel sureyel tidak menerima kekalahannya dan terus mencoba membolak balik data, fakta dan logika, ya, juga silahkan saja. Kami, rakyat tidak buta dan tidak bodoh; kami akan menilai, mengawasimu dan mengeliminasimu dari panggung politik di negeri ini. Selamat datang Presiden dan Wakil Presiden baru di NKRI, Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Mari bekerja keras membangun Indonesia yang lebih baik. Ayoo, SEMANGAT, Pak. PR kita dinegeri ini banyak sekali. Kami mendukungmu, tapi juga akan mengawasi langkah-langkah dan kebijakanmu. Salam INDONESIA RAYA. *Foto Jokowi-JK diunduh dari sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun