Mohon tunggu...
Agus Tulastyo
Agus Tulastyo Mohon Tunggu... lainnya -

Praktisi periklanan, Pengamat media, Peneliti. "All Truth passes thru three stages: First, it is ridiculed. Second, it is violently opposed. Third, it is accepted as self-evident." - Arthur Schopenhauer; German Philosopher

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politisi Pariah: Pengalihan Isu, Ketua/Wakil DPR dan 2 Momen Merendahkan/Meremehkan

9 September 2015   11:09 Diperbarui: 9 September 2015   11:31 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua momen Merendahkan/meremehkan: Momen pertama

“Political language is designed to make lies sound truthful, and murder respectable, and to give an appearance of solidity to pure wind” - George Orwell; Nineteen Eighty Four(1984)

Sejarah merupakan pijakan awal sebuah perjalan waktu bagi seorang politisi untuk mengatakan dan mengungkapkan ideologi politik, perilaku, pengalaman dan latar belakang, sebagai sebuah port folio yang akan menjamin integritas dan kemampuan pribadinya di dunia politik. Jadi, seperti sebuah peta perjalanan hidup. Sejarah akan menyatakan, mengatakan, dan menempatkan diri seorang politisi pada saat ini dan masa depan. Namun diatas semua itu yang terpenting adalah: “Sejarah merupakan alat  ukur dan mengukur, kapabilitas dan integritas, serta cermin kepribadian dan perilaku seorang politisi dalam bertindak tanduk, menempatkan diri, cara dan berbicara, juga dalam mengambil sebuah keputusan. Ia (sejarah) akan selalu mengikuti (Embedded) kemanapun sang politisi pergi dan menjadi apapun.” 

Fakta, mengapa sejarah hidup bagi seorang politisi sangat berpengaruh pada banyak hal yang ia lakukan, termasuk cara dan kemampuan berfikir, dalam menghadapi satu peristiwa, serta bagimana ia harus menanggapi dan mengungkapkan buah pikirnya. Sebagai contoh seorang politisi mengatakan: Saya ingin muntah lihat pejabat yang sering blusukan.” Politisi yang sama juga mengatakan: “Di saat rupiah melemah, harga-harga naik, pengangguran bertambah, isu ini (Ketua/wakil DPR) diolah untuk alihkan isu substansial." Kompas.com; 5 September 2015.

Dua Momen Merendahkan/Meremehkan: Momen kedua

Dari pernyataan politisi tersebut di atas, pertanyaan, apakah politisi tersebut meninggalkan atau mengabaikan sejarah? Justru apa yang dikatakan adalah cerminan perjalanan hidup dirinya, dia tidak meninggalkan sejarah masa lalu. Ya...memang sebatas itu kapasitasnya, tidak lebih tidak kurang; “...isu ini (Ketua/wakil DPR) diolah untuk alihkan isu substansial”. Kasihan sekali...Sangat Kasihan...Sedemikian “Miskin”-nyakah dia, apakah ia mengerti dan paham akan dampak pernyataannya? Pasti mengerti. Paham? Sedikit, ia tidak memiliki kapasitas untuk memahami secara penuh pernyataannya sendiri, terlebih terkait dengan ”Disaat rupiah melemah,...” Politisi seperti ini yang disebut oleh sebuah media international sebagai seorang “POLITISI PARIAH”. 

Bagi seorang Politisi Pariah, untuk mengatakan kebenaran merupakan sebuah revolusi besar-besaran, karena mereka terbiasa hidup ditengah tengah kebohongan diri sendiri dan koleganya, mulai dari pertama ia membuka mata bagun tidur, sampai kembali ketempat yang sama memejamkan mata untuk tidur, setelah sepanjang hari bergumul dengan Kebohongan. Bahkan jikalau bisa, tatkala bermimpipun ia berbohong.  

Ini contoh lucu umpatan orang Betawi pada seseorang karena kesal. Menganggap orang tersebut sudah tidak ada gunanya tapi angkat bicara: “Asal oblak ajah luh! Kaga tau ape-ape juga! Bae’ an lu ngejubleg di ononoh dipojok, dengaaak dengoook tunggu rejeki, kali aje ade Toke‘ (Juragan beretnis Cina) nyang mampir ape mandor kumpeni, lu layanin lu dapet duit dah!!!”   

Politisi Pariah 

Sebelum pada inti, terlebih dahulu kita mengerti dan memahami kata “Pariah” Bahasa Indonesia “Paria”. Apple Dic.: (1) an outcast (2) histtorical, a member of a low caste in Southern India. Origin early 17th cent.: from Tamil paraiyar, plural of paraiyan (hereditary) drummer, from parai’a drum; Pariah not being allowed to join in with a religious procession. Oxford Eng. Dic.: a member of a very extensive Low Caste in Southern India. Cambridge Advance Learner Dic.: a person who is not accepted by asocial group, especially because he or she is not liked, respected or trusted. American Heritage Dic.: (1) A social outcast (2) Also known as untouchables, a very low in society. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): golongan masyarakat terendah atau hina-dina (dmasyarakat Hindu) yang tidak mempunyai kelas (kasta).  

Jadi Politisi Pariah adalah seorang politisi yang sama sekali tidak dapat dipercaya kerena rendahnya kualitas ilmu pengetahuan dan pengetahuan, Integritas dan kredibilitas, perilaku dan kemampuan, serta gaya hidup dan kehidupannya; “Ass Licker, Utterly Dick Sucker”. Oleh karena segudang keterbatasan, seorang politikus pariah akan menutupi kelemahan, dengan bahasa-bahasa terkesan elitis dan ilmiah. Mereka “mendisain kata-kata yang digunakan sedemikian rupa untuk dapat menutupi kelemahan dan kebohongannya, sehingga terasa mengandung sebuah kebenaran. Serta membuat ketidak mampuan dan kebohongannya layak mendapatkan kehormatan atau tempat. Semua itu dilakukan dengan penampilan penuh percaya diri dan meyakinkan, tapi pada dasarnya hal tersebut berlaku hanya untuk para Naif.” Tragisnya populasi (para naif) ini cukup besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun