Perusahaan milik negara sebenarnya dibuat untuk melayani dan melindungi hajat hidup rakyat. Â Penyelenggaraannya dimaksudkan untuk menghadirkan Negara dalam melindungi hajat hidup tersebut. Oleh karenanya, perusahaan-perusahaan ini harus dikelola dengan benar sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang.
Penerapan aturan yang benar berarti ada tata kelola yang baik, manajemen resiko dan kepatuhan terhadap aturan hukum. Selanjutnya, keuntungan yang diperoleh dari penyelenggaraan perusahaan-perusahaan milik Negara tentu saja digunakan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada hajat hidup masyarakat.
Pernyataan di atas terjadi sebaliknya pada kasus Jiwasraya dan Asabri. Kedua perusahaan pelat merah ini gagal melaksanakan fungsinya. Penyebabnya adalah fraud yang diduga dilakukan oknum pimpinan kedua perusahaan.
Skandal di tubuh Jiwasraya mengemuka setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa laba keuangan PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) sejak 2006 adalah semu.
Laba itu hanya rekayasa laporan keuangan Jiwasraya. Tidak main-main, Jiwasraya memanipulasi angka keuntungan sebesar Rp2,4 triliun, padahal ada kecurangan pencadangan sebesar Rp7,7 triliun pada 2017 lalu.
Menteri BUMN, Erick Thohir juga mengamini hal tersebut. Erick Thohir mengatakan bahwa Jiwasraya telah membuat laporan keuangan perusahaan terlihat lebih baik dari realitanya melalui skema window dressing. Jiwasraya telah memanipulasi angka, data dan informasi di laporan keuangannya agar perusaahaan tersebut terlihat baik-baik saja.
Cara ini ditengarai juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pelat merah lainnya, tidak hanya BUMN kecil, bahkan BUMN besar sekelas PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) di tahun 2018 pernah melakukan cara ini dalam laporan keuangnnya.
Untuk memuluskan skandal ini, Jiwasraya juga diduga telah menyuntikan dana ke perusahaan yang tidak visible alias menempatkan portofolio investasi pada saham-saham gorengan.
Fraud yang dilakukan Jiwasraya melalui cara ini dikuatkan oleh  BPK. Dalam laporannya BPK menyebutkan kerugian negara dalam kasus Jiwasraya mencapai Rp 10,4 triliun yang diinvestasikan dalam instrumen saham dan reksa dana. Akibatnya PT Asuransi Jiwasraya (Persero) memiliki risiko sistemik.
Sementara itu, skandal yang terjadi di Asabri yaitu BUMN yang mengurusi perlindungan finansial bagi prajurit TNI, anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri ini, muncul ke permukaan setelah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengeluarkan pernyataan bahwa ada dugaan kasus korupsi di Asabri yang nilainya mencapai Rp 10 triliun.
Setali tiga uang dengan skandal Jiwasraya, permasalahan yang muncul di Asabri juga disebabkan karena salah dalam mengelola investasi. Asabri diduga melakukan penempatan portofolio investasi saham-saham gorengan. Buntutnya, Asabri terancam gagal bayar polis kepada para nasabahnya.