Mohon tunggu...
Agustinus Triana
Agustinus Triana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Lampung

Menulis agar ada jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tragedi Amplop Kondangan dan Masalah Sosial

15 Januari 2020   23:00 Diperbarui: 16 Januari 2020   11:03 2901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah saya pastikan uang seratus ribuan di atas meja kamar itu uang apa, dan coba saya ingat-ingat apakah benar saya belum memasukkan uang ke dalam amplop kondangan, baru saya sepenuhnya sadar. Ya Tuhan, ternyata saya memang lupa memasukkan uang ke dalam amplop untuk Mas Heri.

Jadi amplop yang saya masukkan ke dalam kotak hajatan adalah amplop kosong.

Beberapa hari pasca hajat di tempat Mas Heri, saya datang lagi ke rumahnya. Niatnya adalah melakukan klarifikasi atas insiden amplop kosong.

Rasa malu dan merasa lucu saya tahan di hadapan beliau. Saya sampaikan klarifikasi dan permintaan maaf sembari nyengir kuda. Tidak lupa saya sampaikan lagi amplop kondangan yang sudah saya pastikan ada isi uangnya Rp200 ribu.

Bagi Mas Heri ini mungkin hanya kejadian lucu yang bisa dimaklumi, namun bagi saya ini tragedi yang memalukan.

Cerita di atas hanya penghantar dari tulisan saya ini. Soal hikmahnya, pembaca sendiri yang mengira-ngira.

Menghadiri undangan resepsi dari sanak saudara atau kawan rasanya memang satu kegiatan biasa saja. Sudah lazim dan ada sejak zaman baheula alias zaman dahulu. Biasanya ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada yang mengundang.

Meskipun kadang kala kita sama sekali tidak mengenal orang yang mengundang, karena bisa saja yang memiliki hajat adalah saudara dari teman kita, atau teman dari teman kita, atau lebih parah lagi kita ditokohkan oleh yang punya hajat, tetapi sebenarnya kita tidak kenal sama sekali dengan mereka.

Kebiasaan menghadiri sebuah gelaran hajat merupakan tradisi adat istiadat suatu tempat. Tentu saja kekhasannya berbeda-beda tiap suku dan wilayah.

Zaman dahulu, masyarakat lazim menghadiri hajat dengan membawa buah tangan berupa hasil bumi, hewan, ataupun bahan memasak. Beras, gula, minyak, kerupuk mentah, ayam sampai buah-buahan akan dibawa mayarakat ketika menghadiri sebuah hajatan. Zaman sekarang sudah sangat praktis. Di tangan cukup berupa uang yang dimasukkan dalam amplop yang bertuliskan nama dan alamat kita.

Cara menyampaikan undangan oleh yang memiliki hajat, zaman dahulu juga berbeda dengan sekarang. Undangan harus disampaikan langsung secara lisan oleh tuan rumah kepada kerabat, teman atau masyarakat sekitar kampung yang akan diundang. Ini adalah bentuk penghormatan si tuan rumah kepada semua yang diundang. Sekaligus cara meminta doa restu atas hajat yang akan mereka gelar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun