Mohon tunggu...
Agustinus Triana
Agustinus Triana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Lampung

Menulis agar ada jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maaf, Kami dan Mas Didi Kempot Tidak Ikut Upacara 17 Agustus

17 Agustus 2019   09:30 Diperbarui: 17 Agustus 2019   10:11 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi: Orang Tua Asuh Alumni SMP N 1 Pagelaran - Lampung

Beberapa malam yang lalu sebuah televisi swasta menayangkan acara tentang Mas Didi Kempot. Sang maestro campursari itu sekarang dijuluki Bapak Patah Hati oleh kaum milenial. 

Tentu saja julukan ini tidak disematkan kepada beliau melalui upacara kenegaraan. Julukan itu hanya sebuah simbol dari ekspresi kaum milenial kepada Mas Didi Kempot karena berhasil mengisi ruang tertentu di hati generasi milenial kita.

Ya, inilah generasi milenial, yang memiliki keunikan tertentu dan berbeda-beda di setiap zaman, mudah berubah-ubah tergantung pada ruang dan situasi tertentu. Pada ruang dan situasi tertentu inilah, Mas Didi Kempot hadir dan berhasil diterima oleh generasi milenial kita.

Pada sisi yang lain, keberhasilan Mas Didi kempot yang terbatas dalam ruang dan waktu ini rasanya patut diberi apresiasi. Paling tidak generasi milenial kita mengenal sebuah budaya negeri, yaitu campursari dan tidak hanya K-Pop. 

Apakah bisa dikatakan bahwa Sang maestro sudah ikut serta menanamkan jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda kita? Rasanya memang demikian, meski dalam ruang dan dimensi yang terbatas.

Pada ruang dan dimensi yang lain, walau hanya di kampung yang jauh dari pemberitaan media massa, sudah banyak ibu-ibu berhasil menjadi seorang agen perubahan. Sebut saja salah satunya seorang perempuan bernama Tino Yuliati, yang tinggal di Desa Sukoyoso, salah satu desa di Provinsi Lampung. 

Si Mbak Tino mantan buruh migran ini mahir memberdayakan kaum perempuan di kampungnya. Di tangan Beliau, KWT-nya berhasil menjadi salah satu KWT termaju di Kabupaten Pringsewu. Dia sukses membawa pundi-pundi pendapatan baru bagi anggota KWT-nya lewat usaha budi daya jamur tiram dan olahan kripik jamur. 

Seabrek bantuan dari dinas kabupaten dan lembaga lainnya datang ke desanya, dan berkat sepak terjangnya di bidang pemberdayaan perempuan, Desa Sukoyoso semakin maju. Di tengah kegiatan pemberdayaan yang cukup padat, Mbak Tino masih bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi suami dan 3 orang anaknya. 

Sang suami juga tidak kalah hebat, mendukung penuh gerakan kesetaraan gender meski hanya bekerja sebagai petani. Mbak Tino dan keluarganya adalah contoh SDM unggul yang mencintai negara ini lewat perbuatannya yang terbatas di kampung.

Masih dalam ruang dan waktu yang lain, Akhiruddin dan kelompoknya yang masing-masing bekerja sebagai tukang parkir, petani, pedagang es keliling, honorer dan sebagian besar adalah ibu rumah tangga biasa, rutin setiap bulannya menyisihkan sedikit pendapatannya membantu anak-anak sekolah dari keluarga kurang mampu di Kecamatan Pagelaran. 

Meski masih sedikit anak-anak kurang mampu yang terbantu lewat pikiran dan tangan Akhiruddin dan kelompoknya, namun mereka sudah berbuat untuk kemajuan pendidikan di negara ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun