Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Film

Aida Selmanagic: Penerjemah PBB yang Kehilangan Keluarga saat Genosida di Bosnia

2 Juli 2024   16:14 Diperbarui: 3 Juli 2024   08:35 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik antar etnis yang disebabkan oleh ambisi politik untuk berkuasa banyak terjadi di berbagai belahan dunia. Para kekuatan politik yang telah dibutakan oleh keinginan berkuasa seringkali tidak mau peduli nasib rakyat kecil yang akan menjadi tumbal ambisi berkuasa mereka. Banyak contoh yang dapat dikemukakan bagaimana kejahatan kemanusiaan bahkan tindakan pemusnahan etnis terjadi di berbagai belahan dunia, bahkan hingga saat ini.

Kali ini kami akan mengulas kisah yang terjadi hampir bersamaan dengan genosida di Rwanda, yaitu kisah tragis yang dialami oleh Aida Selmanagic, seorang penerjemah yang bekerja untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ia bertugas menjadi penerjemah antara pasukan PBB dengan pemerintahan setempat di Bosnia juga dengan kalangan militer Serbia yang melakukan genosida.

Meskipun ia bekerja untuk PBB tetapi ia tidak mampu melindungi suami dan kedua putranya saat genosida di Bosnia khususnya di Srebrenica. Pembantaian di Srebrenica ini menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah. Kisah Aida yang kehilangan suami dan kedua putranya sekaligus menjadi bukti bahwa PBB seringkali gagal melindungi warga sipil saat genosida sedang terjadi. Kasus Aida menjadi cermin sejarah, jika keluarga seorang penerjemah sudah tidak mampu dilindungi oleh pasukan PBB, bagaimana pula dengan keluarga-keluarga yang lainnya.

Kita ingat kisah Paul Rusesabagina. Pahlawan kemanusiaan di genosida Rwanda ini dapat menyelamatkan diri, keluarga dan ribuan pengungsi saat genosida karena jaringan perkenalannya dengan petinggi militer. Juga dengan diplomasi level negara yang melibatkan atasannya. Jadi kepahlawanan Paul bukan karena perlindungan pasukan PBB meski ia juga berkenalan baik dengan komandan PBB yang ikut membantu pengamanan hotel tempatnya menampung pengungsi.

Jika Paul dapat menyelamatkan diri dan keluarganya karena jaringan yang dimilikinya, tidak demikian dengan Augustin atau Cecile. Keduanya adalah contoh warga sipil yang tak berdaya menghadapi beringasnya para pelaku genosida di Rwanda. Augustin harus rela kehilangan istri tercinta, dan Cecile pun harus menyaksikan suaminya dibantai di depan matanya. Nasib yang hampir sama dengan Augustin dan Cecile menimpa Aida, hanya saja penerjemah PBB ini tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana suami dan kedua putranya dieksekusi.

Pedihnya, menjelang eksekusi Aida beserta suami dan kedua putranya berusaha meminta tolong ke pasukan PBB yang ternyata tidak mampu berbuat apa-apa. Ke mana lagi, Aida harus meminta tolong? Itulah sebabnya, film yang mengangkat kisahnya diberi judul "Quo Vadis, Aida?" yang jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti "Mau Ke Mana, Aida?"

Aida beserta suami dan kedua putranya saat meminta perlindungan kepada pasukan PBB (Film Quo Vadis Aida?)
Aida beserta suami dan kedua putranya saat meminta perlindungan kepada pasukan PBB (Film Quo Vadis Aida?)

Sebagaimana apresiasi terhadap film-film yang mengangkat kisah nyata genosida, Quo Vadis, Aida? juga mendapat respon internasional yang sangat baik. Film ini bukan hanya diproduksi oleh duabelas rumah produksi tetapi juga menjadi nominasi film internasional terbaik dalam ajang bergengsi Academy Awards ke-93 tahun 2021. Film yang rilis tahun 2020 di ajang bergengsi Festival Film Internasional Venesia ke-77 ini juga mendapatkan beberapa penghargaan lainnya sebagai film internasional terbaik di beberapa negara seperti di Belanda dan Inggris.

Berawal dari Ambisi Sang Presiden 

Slobodan Milosevic adalah Presiden Yugoslavia yang terpilih menurut sistem rotasi di antara negara-negara bagian. Presiden asal  negara bagian Serbia ini bercita-cita menyatukan seluruh negara bagian bekas Yugoslavia ke dalam kekuasaan Serbia Raya. Impian Milosevic inilah yang menjadi awal pembantaian terhadap etnis Muslim di Kosovo dan Bosnia-Herzegovina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun