Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Mengenal "Fidyah" sebagai Denda bagi yang Tidak Mampu Berpuasa

14 Maret 2024   12:20 Diperbarui: 14 Maret 2024   12:47 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi fidyah (sumber: Kompas.com)

Sehari yang lalu penulis ditanya tentang fidyah (kafarat atau denda puasa) bagi orang tua yang sakit-sakitan. Pertanyaan inilah yang menjadi motivasi bagi penulis untuk menjelaskannya dari sudut pandang ulama.

Tidak semua orang yang tidak berpuasa boleh membayar fidyah.  Sebagian besar kita yang tidak berpuasa tidak mendapat keringanan fidyah sebagai ganti puasa. Kita masih terkena kewajiban untuk mengqadha (mengganti) setelah Ramadhan berlalu. Lalu siapakah yang diberi keringanan membayar fidyah? Kami akan jelaskan menurut sudut pandang ulama sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dan Syekh Muhammad Jawad Mughniyah.

Fidyah Puasa Orang Lanjut Usia atau Sakit

Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dalam Fiqih Imam Syafi'i Jilid I menjelaskan bahwa orang yang tidak mampu berpuasa karena lanjut usia atau sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya wajib mengeluarkan satu mud (675 gram). Allah SWT berfirman, "Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin." (QS. al-Baqarah (2): 184). Maksudnya, mereka tidak mampu berpuasa atau sangat berat melaksanakannya.

Membayar fidyah dalam kasus ini semula wajib bukan sebagai pengganti puasa. Apabila fidyah ditangguhkan sampai tahun berikutnya, tidak ada satu kewajiban apa pun yang dibebankan kepadanya sebab penangguhan tersebut. Jika dia tidak mampu membayar fidyah, ia tidak menjadi beban tanggungannya, sebagaimana bahasan yang dikemukakan oleh an-Nawawi.

Senada dengan penjelasan di atas, Syekh Muhammad Jawad Mughniyah dalam Al-Fiqh 'ala al-madzahib al-khamsah (Fiqih Lima Mazhab) menjelaskan bahwa orang tua renta, baik lelaki maupun wanita, yang mendapatkan kesulitan dan kesukaran, serta tidak kuat lagi berpuasa, dia mendapat rukhshah (keringanan) untuk berbuka, hanya harus membayar fidyah setiap hari dengan memberikan makanan pada orang miskin. Begitu juga orang sakit yang tidak ada harapan sembuh sepanjang tahun. Hukum ini disepakati oleh semua ulama mazhab, kecuali Hambali, ia berpendapat, bahwa bagi orang tua renta dan orang sakit tersebut, hanya disunahkan untuk membayar fidyah, tidak diwajibkan.

Fidyah Puasa Wanita Hamil atau Menyusui

Dalam Fiqih Imam Syafi'i Jilid I juga dijelaskan bahwa wanita hamil atau menyusui jika tidak berpuasa karena mengkhawatirkan kondisi anaknya wajib membayar 1 mud (675 gram) dan mengqadha puasa yang ditinggalkan. Ketentuan itu sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Baihaqi dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas ra mengenai firman Allah SWT, "Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin." (QS. al-Baqarah (2): 184). 

Apabila wanita hamil atau menyusui tersebut tidak berpuasa hanya karena mengkhawatirkan keselamatan dirinya, dia hanya wajib mengqadha puasa tanpa harus membayar fidyah.

Kesimpulan

Dengan demikian, mereka yang dibolehkan tidak berpuasa dan mendapat keringanan dengan membayar fidyah (kafarat atau denda puasa) adalah orang lanjut usia atau tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa, orang sakit yang berat harapan untuk sembuh dan wanita hamil atau menyusui. Tetapi bagi wanita hamil atau menyusui ada dua kondisi berbeda. Jika dia tidak berpuasa karena mengkhawatirkan anaknya maka baginya berlaku fidyah dan qadha, tetapi jika yang dia khawatirkan adalah keselamatan dirinya maka dia hanya dikenakan kewajiban qadha (mengganti puasa) tanpa harus membayar fidyah. Ini adalah penjelasan dari sudut pandang Imam Syafi'i.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun