Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peluang Hak Angket DPR: Dapatkah Menganulir Hasil Pemilu hingga Memakzulkan Presiden?

7 Maret 2024   13:24 Diperbarui: 7 Maret 2024   17:52 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi mendukung hak angket di depan gedung DPR-RI pada Selasa 5 Maret 2024 .(Kompas.id, 5 Maret 2024).

Hak angket masih ramai menjadi perbincangan publik, terlebih pasca paripurna di parlemen (DPR). Paripurna yang digelar pada 5 Maret 2024 itu diwarnai pro-kontra antara fraksi yang mengusulkan hak angket dengan fraksi yang menolak.

Fraksi Pendukung Hak Angket dan Alasannya

Jika mau dirunut ke belakang, hak interpelasi hingga hak angket pertama kali digaungkan oleh calon presiden Ganjar Pranowo berselang sehari setelah pemilu digelar, tepatnya saat rapat tim pemenangan Ganjar-Mahfud MD pada Kamis, 15 Februari 2024 kemudian ditegaskan kembali pada 19 Februari 2024. Sehari berselang, calon presiden Anies Baswedan didampingi Muhaimin Iskandar menyambut positif usulan Ganjar Pranowo ini. Itulah sebabnya, pengusung hak angket ini adalah Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) dan partai di Koalisi Perubahan.

Di antara pengusul utama hak angket, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) beralasan adanya dugaan banyak kecurangan dalam proses demokrasi pemilu 2024. Usulan PKS ini kemudian didukung oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan penekanan agar DPR tidak menutup mata terhadap dugaan kecurangan yang muncul di muka publik. Begitupun sikap Fraksi PDI-P yang mendorong pimpinan DPR agar mengambil sikap mendukung usulan hak angket. Menurut fraksi mayoritas di parlemen dan dinyatakan unggul pada Pemilu 2024 ini, hak angket penting untuk memastikan kecurangan tak terjadi lagi di kontestasi elektoral mendatang.

Adapun Nasdem memiliki sikap sendiri menyangkut hak angket. Meski mereka tidak melakukan interupsi saat paripurna sebagaimana PKS, PKB dan PDI-P tetapi partai utama pengusung Anies-Muhaimin ini tetap mendukung hak angket. Hanya saja mereka menyatakan lebih melakukan langkah konkret yaitu mempersiapkan dokumen-dokumen untuk hak angket. Juga mengumpulkan tanda tangan termasuk dari anggota fraksi lain di DPR. Mereka juga menyebut tidak ada kaitan antara komitmen dengan interupsi dalam paripurna. Mereka menambahkan bahwa jika telah ada yang menyampaikan pentingnya hak angket maka itu sudah mewakili.

Fraksi yang Menolak dan Alasannya

Adapun fraksi yang menolak hak angket adalah Gerindra, Demokrat dan Golkar yang pada kontestasi Pemilu 2024 mengusung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Gerindra berpandangan bahwa hak angket ini tidak urgen. Menurutnya lebih penting DPR membantu mencari solusi atas berbagai persoalan nyata yang dialami masyarakat, misalnya masalah pengangguran, penciptaan lapangan kerja, dan masa depan pendidikan puluhan ribu anak-anak Indonesia. Sementara itu Demokrat sedikit melunak dengan mempersilakan hak angket dengan catatan harus diperjelas apa yang akan diselidiki bukan semata-mata karena menuduh adanya kecurangan dan mendegradasi hak konstitusional rakyat. Golkar bahkan berpendirian bahwa hak angket ini tidak diperlukan. Fraksi ini bahkan meminta untuk membuktikan kecurangan pemilu. Mereka menambahkan jikapun ada maka seharusnya diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu yakni melalui Bawaslu yang tidak lain merupakan produk DPR.

Penolakan terhadap hak angket ternyata bukan hanya berasal dari fraksi pendukung Prabowo-Gibran, terbaru dinamika sedang terjadi terhadap salah satu fraksi pendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebelumnya fraksi ini disebut-sebut sebagai pendukung hak angket tetapi tiba-tiba mengalami perubahan sikap. Mengutip BBC News Indonesia (5/3/2024) ada beberapa alasan yang mereka kemukakan yaitu sebagian besar anggota fraksi masih berada di daerah pemilihan untuk mengawal suara mereka. Juga mempertimbangkan masa jabatan yang tersisa enam bulan serta belum adanya perintah partai atau fraksi untuk menandatangani usul hak angket.

Pimpinan DPR Tidak Menanggapi Tetapi Menampung Aspirasi

Terkuak dalam paripurna bahwa pimpinan DPR yang berasal dari Fraksi Gerindra tidak memberikan tanggapan terhadap usulan hak angket karena menurutnya pengajuan hak angket ada mekanismenya, bukan melalui interupsi di rapat paripurna. Meski demikian aspirasi ini tetap ditampung. Pimpinan DPR dari Fraksi Gerindra ini lebih memilih membahas banyaknya masukan terkait mahalnya harga beras.

Aksi Mendukung Hak Angket

Hak angket DPR terkait dugaan kecurangan di Pemilu 2024 sudah terlanjur menjadi komsumsi publik, apalagi adanya unjuk rasa di depan gedung DPR-RI seperti pada Selasa, 5 Maret 2024. Aksi yang mengatsnamakan Gerakan Rakyat Tolak Pilpres Curang ini di antaranya mendukung DPR menyegerakan hak angket dan memakzulkan Presiden Jokowi.

Aksi mendukung hak angket di depan gedung DPR-RI pada Selasa 5 Maret 2024 .(Kompas.id, 5 Maret 2024).
Aksi mendukung hak angket di depan gedung DPR-RI pada Selasa 5 Maret 2024 .(Kompas.id, 5 Maret 2024).

Dukungan terhadap hak angket juga disuarakan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara. Mereka menilai penggunaan hak angket atau interpelasi untuk menyatakan pendapat oleh DPR merupakan langkah tepat. Alasannya tidak semua pelanggaran terkait pemilu dapat diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Terlebih lagi, MK saat ini berada pada posisi tidak merdeka usai putusan No. 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023 (Kompas.com, 24/02/2024).

Dukungan terhadap hak angket juga terlihat dari survei Litbang Kompas (26-28 Februari 2024) yang menemukan data bahwa 62,2% responden setuju jika DPR menggunakan hak angketnya untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.

Bagaimana Peluang dan Perjalanan Hak Angket di Masa Depan?

Berdasarkan pemaparan di atas, kita semakin paham bahwa meski telah lama diwacanakan sesungguhnya hak angket ini baru sebatas usulan, kecuali Nasdem yang mengaku telah menyiapkan dokumen dan tanda tangan untuk kelengkapannya. Kita juga belum bisa membuat kesimpulan apakah hak angket ini sudah tepat digulirkan atau tidak? Terkait hal ini kita perlu memperhatikan pandangan para pakar terkait hak angket.

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiarti berharap komitmen hak angket baru dibuktikan jika sudah pengajuan dan interpelasi. Apalagi ia melihat fraksi pendukung hak angket belum begitu solid, misalnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tiba-tiba menunjukkan sikap tidak mendukung hak angket (BBC News Indonesia, 5/3/2024).

Itulah sebabnya, Aisah menyatakan belum ada jaminan hak angket benar-benar dapat diwujudkan. Bahkan menurutnya belum tentu dapat diajukan. Belum lagi ada potensi lobi-lobi politik yang mungkin dapat memecah soliditas fraksi penggagas hak angket.

Sedikit berbeda dengan pengamat BRIN, pakar hukum tata negara,  Bivitri Susanti menyatakan masih ada kesempatan menggulirkan hak angket sehubungan dengan dimulainya masa persidangan DPR. Jika mengacu pada pendapatnya, maka hak angket ini harus diagendakan dalam rapat paripurna. Meski demikian, pimpinan DPR harus memfasilitasi dengan menggelar rapat Badan Musyawarah, kemudian mengagendakan rapat paripurna khusus membahas hak angket.

Apakah Hak Angket Dapat Menganulir Hasil Pemilu hingga Memakzulkan Presiden Jokowi?

Ini di antara pertanyaan yang diajukan publik terkait efek atau dampak politis hak angket. Lagi-lagi pengamat politik BRIN, Aisah Putri Budiarti meragukannya. Ia tidak yakin hak interpelasi dan hak angket dapat dituntaskan di sisa waktu masa jabatan DPR dan pemerintahan yang akan berakhir pada Oktober mendatang. Pendapat ini senada dengan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Cecep Hidayat yang menilai peta politik di parlemen juga sulit untuk solid untuk melaksanakan hak interpelasi dan hak angket di tengah lobi-lobi politik yang kini tengah berjalan. Peneliti politik lain dari Indopolling Network, Dewi Arum Nawang Wungu menambahkan bahwa upaya hak angket DPR ini tidak akan berhasil jika tidak ada dukungan dari kekuatan masyarakat atau people power (BBC News Indonesia, 5/3/2024).

Jika demikian, masih merupakan tanda tanya besar terkait rencana hak interpelasi atau hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024, apakah berhasil atau tidak. Sebab jika mencermati proses politik yang harus dilalui oleh hak interpelasi atau hak angket, maka pesimisme yang disampaikan oleh tiga pengamat seperti telah disampaikan memang ada benarnya. Tetapi jika fraksi-fraksi di DPR tetap teguh menggerakkan hak interpelasi atau hak angket tentu ini juga harus dihargai sebagai hak demokrasi, karena fraksi-fraksi ini tentu sudah melakukan kalkulasi politik. Begitupun fraksi-fraksi yang menolak juga merupakan hak demokrasi mereka. Begitupun jika ada masyarakat yang turun melakukan aksi mendukung atau menolak hak angket juga dilindungi dalam demokrasi selama mereka tidak melakukan demo-crazi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun