Pekan ini, umat Islam terutama di Indonesia memperingati peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad Sallallaahu alaihi wasallam (saw). Meski terdapat perbedaan riwayat kapan tepatnya peristiwa agung ini terjadi, tetapi pendapat terkuat menyebut 27 Rajab atau delapan bulan sebelum hijrah sebagaimana ditulis dalam kitab al-Wafa Ibnul Jauzi.
Jika memakai sudut pandang sejarah, peristiwa ini tidak boleh dipisahkan dari peristiwa yang mendahuluinya. Sebab untuk memahami suatu peristiwa, kronologi dan kausalitas tidak boleh dilupakan.
Isra'-Mi'raj Hadiah untuk Menghibur Nabi Saw
Saat mengingat atau membahas peristiwa Isra' dan Mi'raj, kebanyakan kita masih berfokus pada peristiwa Isra' dan Mi'raj itu sendiri. Kita melupakan bahwa sesungguhnya mukjizat ini dianugerahkan oleh Allah sebagai "hadiah" atau "hiburan" untuk kekasihnya Nabi Muhammad saw pasca dikecewakan di Mekah oleh suku Quraisy dan di Thaif oleh Bani Tsaqif.
Kita mungkin masih ingat bagaimana Nabi saw diperlakukan oleh penduduk Thaif dari Bani Tsaqif yang mengusir bahkan melempari beliau dengan batu hingga darah bercucuran membasahi betisnya. Meski demikian, beliau tetap bertekad kembali ke Mekah. Sahabat beliau yang setia menemani, Zaid bin Haritsah sampai bertanya, "Bagaimana mungkin engkau kembali ke Mekah sementara mereka telah mengusirmu?" Nabi Saw menjawab, "Hai Zaid, sesungguhnya Allah yang membuat jalan keluar pada masalah yang sedang kamu hadapi."
Setelah berkata demikian, Nabi Saw lalu melakukan usaha yang menjadi urusan seorang hamba. Beliau menemui Muth'im bin Adi agar sudi memberi perlindungan. Setelah memasuki Mekah, pelecehan berupa kekerasan verbal kembali dialami oleh Nabi saw. Terutama dari Abu Jahal dan Utbah bin Rabiah.
Abu Jahal berkata, "Kenapa tidak turun pasukan malaikat untuk menjagamu?" Lalu dia berkata lagi, "Inikah Nabi kalian wahai keturunan Abdi Manaf?" Adapun Utbah menimpali dengan berkata, "Mengapa harus diingkari jika ada Nabi dan Raja dari kalangan kita?" Demikian inilah pelecehan yang dialami oleh Nabi Saw sebagaimana tertulis dalam buku Muhammad Sang Yatim buah tangan Prof. Dr. Muhammad Sameh Said. Ia selanjutnya menulis bahwa merupakan mukjizat istimewa yang dianugrahkan Allah yang bertujuan mengangkat moral Rasulullah Saw dengan menghiburnya dan memperlihatkan kepadanya betapa mulia kedudukan dan fadilah dirinya di sisi-Nya.
Tentang Buraq dan Pertemuan Empat Nabi di Baitul Maqdis
Penamaan buraq berasal dari barq (kilat). Buraq adalah kendaraan yang ditunggangi oleh Nabi Saw saat peristiwa Isra' dari Mekah ke Baitul Maqdis. Beliau sendiri menjelaskan bahwa buraq merupakan kuda putih nan panjang, lebih tinggi dari keledai dan lebih rendah dari bagal. Buraq inilah yang mengantarkan beliau Saw tiba di Baitul Maqdis, lalu beliau salat dua rakaat di masjid. Kisah buraq ini sebagaimana dikutip dari Muhamamd Sang Yatim dari Tarikh ath-Thabari 15/3.
Dalam perjalanan ke Baitul Maqdis, Nabi Saw melewati Gunung Sinai, tempat yang diberkati ketika Allah berfirman kepada Nabi Musa as. Di tempat ini Nabi Saw salat dua rakaat. Beliau Saw lalu melanjutkan ke Betlehem, tempat Nabi Isa as dilahirkan. Di tempat ini lagi-lagi beliau salat dua rakaat. Saat tiba di Baitul Maqdis, tiga Nabi telah menunggu kehadiran beliau Saw. Paling depan Ibrahim as, lalu Musa as dan Isa as. Nabi Saw lalu mengimami salat bersama ketiga Nabi utusan Allah ini.