Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Penjelasan Presiden Boleh Memihak dan Kampanye hingga Gimik Dua Jari yang Dipersoalkan

27 Januari 2024   07:46 Diperbarui: 27 Januari 2024   07:50 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi tentang pernyataan presiden boleh memihak dan kampanye (sumber: video Kompas.com) 

Belum padam obrolan tentang gimik cawapres Gibran Rakabuming Raka yang dianggap menghina lawan debatnya, kini Presiden Jokowi yang menciptakan sensasi baru terkait Pilpres 2024. Ini bukan lagi tentang mobil Mercedes Benz produksi 2008 yang ditumpanginya dan mengalami ban kempes di salah satu ruas jalan di Jawa Tengah. Bukan pula tentang no coment-nya terkait gimik putranya. Tetapi ini tentang sesuatu yang lebih penting dari semua yang disebutkan itu. Ini tentang alibi atas sikap politiknya yang berhubungan dengan keberpihakannya kepada pasangan Prabowo-Gibran. Pernyataannya bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye membuat segala manuver politiknya semakin terang-benderang.

Lalu apa kontroversi yang menyusul pernyataan seorang kepala negara itu? Apa alasan yang mampu mendukung pernyataan itu dan apa pula persyaratan yang harus dipenuhi jika presiden ingin memihak salah satu pasangan calon (paslon) di Pilpres atau mengampanyekan paslon tersebut? Kami akan berusaha mengulasnya dengan sudut pandang sejarah dengan menyajikan pro-kontra pernyataan itu, juga dari sudut pandang konstitusi berdasarkan pemaparan mereka yang ahli di bidangnya.

Saling Tanggap Tim Ganjar-Mahfud dengan Prabowo-Gibran

Tanggapan pertama yang ingin kami sajikan berasal dari salah satu rival paslon yang didukung oleh Presiden Jokowi, yaitu Ganjar-Mahfud. Tanggapan itu disampaikan oleh Todung Mulya Lubis dalam sebuah diskusi. Ia menjelaskan bahwa sepanjang pengetahuannya, pernyataan Presiden Jokowi itu adalah sesuatu yang berada di luar kebiasaan bahkan belum pernah terjadi, baik oleh Presiden Jokowi sendiri maupun presiden-presiden sebelumnya. Ia menambahkan pernyataan bahwa presiden boleh berkampanye sangat merisaukan karena bisa dikatakan sebagai bentuk pengingkaran terhadap sifat-sifat netral yang melekat pada diri presiden yang juga bertindak sebagai kepala negara.

Mantan pendiri dan koordinator salah satu lembaga pemantau pemilu 1999, UNFREAL ini juga menyatakan bahwa pernyataan presiden boleh memihak dan berkampanye bertentangan dengan UUD 1945 misalnya bahwa presiden harus berada di atas semua kelompok, di atas semua golongan, di atas semua suku, agama, dan partai politik. Ia juga menambahkan bahwa berdasarkan UUD 1945, Indonesia adalah negara berdasarkan hukum dan konsekuensi logisnya dari sebuah negara hukum adalah semua tindakan dan ucapan presiden harus sesuai dengan hukum yang berlaku.

TPN Ganjar-Mahfud lainnya, yakni Deddy Sitorus menyatakan bahwa presiden boleh melakukan kampanye seperti Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Sukarnoputri di masa sebelumnya dengan dua syarat. Pertama, dia adalah kontestan pemilu dan kedua, dia cuti dan ada prasyarat lain misalnya tidak menggunakan fasilitas negara. Jadi, dia berhak berkampanye tetapi dengan rambu-rambu yang jelas atau yang sudah ada. Ia juga menyinggung gimik presiden Jokowi mengacungkan dua jari saat melintas dengan menggunakan mobil kepresidenan di salah satu ruas jalan di Jawa Tengah. Menurutnya, ini juga tidak pantas secara etika untuk seorang presiden dan bukan contoh yang baik untuk kontestasi pemilu. Ia juga menekankan bahwa ini baru pertama kalinya terjadi dalam sejarah. Di akhir segmen diskusi Kompas Petang, 25 Januari 2024 itu Deddy juga menyinggung sekaligus mempertanyakan mengapa harus Presiden yang langsung turun membagi-bagikan bansos padahal ada Badan Ketahanan Pangan atau Kementerian Sosial. Ia menyayangkan hal ini secara etika karena putranya mencalonkan diri dalam Pilpres 2024 ini.

Lalu bagaimana tanggapan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran? Tim Hukum dan Advokasi pasangan ini yang diwakili oleh Fahri Bachmid juga setuju bahwa presiden boleh kampanye tetapi diatur dalam UU Pemilu No. 7 tahun 2017. Terkait gimik presiden mengacungkan dua jari dan pernyataan yang dikeluarkan itu adalah sesuatu yang sudah konstitusional. Ia lalu menyatakan bahwa dalam UU No.7 tahun 2017 itu sendiri diatur bahwa presiden boleh untuk memihak tetapi dengan batasan-batasan atau kaidah-kaidah seperti tidak boleh menggunakan fasilitas negara, abuse of power dan harus cuti. Ia lalu menekankan jika ada pihak-pihak yang merasa bahwa apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah sebuah pelanggaran silakan menempuh langkah serius misalnya melalui Bawaslu.

Penjelasan Guru Besar Ilmu Pemerintahan IPDN dan Tanggapan Bawaslu

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof. Djohermansyah Djohan menyampaikan bahwa presiden boleh diikutsertakan dalam kampanye sebagai peran dia dalam kepartaian. Ia lalu menjelaskan batasannya yaitu dia harus cuti di luar tanggungan negara. Ia lalu menyinggung gimik Presiden mengacungkan dua jari dengan menggunakan fasilitas negara sebagai sebuah pelanggaran terhadap Pasal 281 UU Pemilu No. 7 Tahun 2017. Mengingat ini adalah sebuah pelanggaran, ia lalu menantang Bawaslu apakah berani menindak pelanggaran tersebut.

Bawaslu Kota Salatiga sendiri sudah mengeluarkan pernyataan bahwa gimik salam dua jari yang dimaksudkan sebagai kampanye dan lagi ramai dibahas videonya hanyalah sapaan Presiden Jokowi kepada warga.  Menurutnya, Presiden Jokowi itu orangnya responsif sehingga jika ada warga yang menyapa maka dia akan balik menyapa. Demikian dikutip dari video Kompas.com (26/1/2024). Dengan demikian Bawaslu membantah ini adalah bentuk pelanggaran sebagaimana diklaim oleh TPN Ganjar-Mahfud dan Guru Besar Ilmu Pemerintahan IPDN, Prof. Djohermansyah Djohan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun