Dalam beberapa tulisan berselang, kami pernah mengulas kemungkinan kolaborasi pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Tetapi belakangan ini mencuat analisa bahwa tidak menutup kemungkinan tim pasangan Anies-Muhaimin merapat ke "rival" mereka yakni kubu Prabowo-Gibran. Awalnya mungkin ini hal yang mengejutkan kita. Tetapi bagi saya, hal ini bisa saja terjadi. Spontan saya teringat kepada dosen Sejarah Politik di kampus dulu. Ia berkata bahwa di dalam politik tidak ada yang abadi kecuali kepentingan. Menurutnya, di dalam politik tidak ada pertemanan atau permusuhan yang abadi, kecuali kepentingan.
Menyangkut iklim pertemanan atau persaingan dalam sejarah pemilihan presiden (pilpres) ingatan kita mungkin melayang ke pilpres 2019. Saat itu panasnya kompetisi pasangan Jokowi-Ma'ruf versus Prabowo-Sandi sangat terasa menyengat. Fanatisme pendukung bahkan nyaris merusak nilai-nilai persaudaraan dengan dimunculkannya istilah "cebong" dan "kampret". Pun di panggung debat, dua pasang kompetitor saling serang, dan terkadang bertahan. Tetapi siapa sangka, jika tahun terakhir menjelang pilpres 2024, tim Jokowi-Ma'ruf berhasil "menaklukkan" rivalnya di pilpres 2019. Atas nama kepentingan bangsa dan negara serta pengabdian, kedua personal kompetitor itu  bersedia merapat masing-masing masuk Kabinet Indonesia Maju.
Bagaimana dengan pilpres 2024 ini? Akankah berlaku magnet dengan daya tarik besar secara otomatis akan menarik elemen yang lebih lemah? Mungkinkah akan ada yang "patah hati" setelah sempat kedua tangan terbuka lebar bersiap merangkul?
Kiranya perlu diingat oleh semua kita agar tidak fokus pada figur calon presiden-calon wakil presiden masing-masing kandidat. Jangan lupa, bahwa ini bukan hanya "head to head" Anies vs Prabowo vs Ganjar atau Muhaimin vs Gibran vs Mahfud. Tetapi ini juga pertaruhan "marwah" tokoh dan partai pendukung di belakang mereka.
Analisa Pengamat
Agung Baskoro, Direktur Trias Politika Strategis berpandangan bahwa dalam banyak survei pilpres akan tetap dua putaran, 02 juga masih diunggulkan dikisaran 45-47 persen suara. Ia pun berkesimpulan bahwa tetap ada peluang 01 merapat ke 02. Ia juga menyinggung sering disebutnya peluang kolaborasi Anies-Ganjar, tetapi sepekan terakhir ini kubu Prabowo-Gibran mengeluarkan sinyal kolaborasi, baik ke AMIN (Anies-Muhaimin) maupun ke GAMA (Ganjar-Mahfud). Ia menjelaskan di antara alasan AMIN dan GAMA adalah karena kubu Prabowo-Gibran ini dijadikan sebagai musuh bersama. Tetapi pertimbangan pragmatis tetap ada. Tentu yang dimaksudkan oleh pengamat ini adalah kepentingan masing-masing kubu untuk saling berkolaborasi. Tantangannya karena dalam koalisi harus setara dan tidak banyak syarat dan ketentuan.
Menyangkut kabar 01 sulit merapat ke 03, Agung punya analisa bahwa memang PDIP sulit membangun koalisi dengan kubu manapun karena mereka memiliki syarat dan ketentuan yang akan membuat siapapun berpikir ulang. Adapun partai selain PDIP di pilpres 2024 ini cukup terbuka peluang karena arahan agar mereka tetap berada di orbit kekuasaan. Adapun PDIP sudah terbiasa dengan pengalaman sebagai oposisi atau berada di luar kekuasaan seperti pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama dua periode. Hasilnya, mereka berhasil berkuasa dua periode juga pasca Presiden Jokowi memenangkan pilpres 2014 dan 2019. Jadi siapa yang akan merapat ke mana di putaran kedua? Semua kemungkinan masih terbuka apalagi jika pertimbangan pragmatis sebagaimana dimaksudkan oleh Agung Baskoro.
Peluang dan Tantangan Koalisi
Nasdem sendiri yang menjadi pengusung utama pasangan Anies-Muhaimin melalui Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya menyatakan bahwa mereka siap membangun koalisi dengan siapapun saat pilpres putaran kedua nanti. Apalagi menurutnya, hasil survei menunjukkan bahwa elektabilitas pasangan yang mereka usung mulai menanjak.
Menyangkut analisa Agung Baskoro, bahwa PDIP sulit membangun koalisi dengan partai apapun, PDIP melalui Puan Maharani menyatakan bahwa peluang koalisi dengan kubu Anies-Muhaimin tetap terbuka. Ketua Umum NasDem, Surya Paloh juga hingga saat ini masih menunggu waktu yang tepat untuk membahas koalisi dengan partai pengusung Ganjar-Mahfud itu, tetapi ia menegaskan bahwa peluang koalisi tetap terbuka dengan semua kubu. Meski demikian, komunikasi tidak resmi ke kedua paslon lain tetap dilakukan sebagaimana diakui oleh Sekjen NasDem, Hermawi Taslim.