Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kekerasan terhadap Relawan: Intimidasi, Ketidaknetralan atau Kekerasan Tidak Terkait Pilpres?

8 Januari 2024   13:20 Diperbarui: 8 Januari 2024   13:24 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa menolak anggapan salah paham dalam kasus tersebut. Menurut Mantan Panglima TNI ini, dalam rekaman video tidak ada proses salah paham melainkan langsung aksi penganiayaan atau murni tindakan kekerasan. Ia menambahkan bahwa hal ini diperkuat oleh keterangan yang disampaikan oleh dua korban saat dijenguk oleh Capres Ganjar Pranowo. Meski demikian, ia mengapresiasi langkah Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang merespon cepat masalah ini dengan meminta para pelaku diperiksa melalui Denpom IV Surakarta.

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis juga menanggapi kasus penganiayaan terhadap relawan Ganjar-Mahfud. Koalisi yang terdiri dari beberapa lembaga seperti Imparsial, PBHI, Kontras, YLBHI, ICW, Elsam, Setara Institute dan lainnya menyebut tindakan ini sebagai bentuk kesewenang-wenangan hukum (above the law) karena penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas merupakan tugas kepolisian atau perhubungan, bukan TNI. Hal ini disampaikan merespon keterangan Dandim 0724/Boyolali bahwa sebelum pemukulan ada kesalahpahaman karena kendaraan relawan itu mengeluarkan suara bising akibat knalpot brong. Selain itu koalisi juga menyinggung karena massa politik sedang berkampanye politik maka seharusnya dianggap sebagai dugaan pelanggaran yang masuk ranah penindakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Kepala Staf AD, Jenderal Maruli Simanjuntak dalam acara ROSI Kompas TV (5/1/2024) juga sudah menekankan bahwa berdasarkan penyelidikan kekerasan yang dilakukan anggotanya sekitar pukul 11.19 siang itu tidak terkait dengan Pilpres. Ia meminta kepada banyak pihak agar menganalisa peristiwa itu jangan hanya dari video pendek yang beredar. Menurutnya mereka sudah berputar-putar sejak jam 09.00 pagi dan telah delapan kali pulang-pergi di depan batalion. Mereka juga sudah sering diingatkan, tetapi sekian persen di antara mereka juga dalam kondisi mabuk. Jadi adanya aksi mereka ini menyebabkan terjadinya reaksi dari anggota. Itulah sebabnya ia membantah jika dikatakan bahwa aksi anggotanya sudah direncanakan. Ia menilai berlebihan jika masalah ini dikaitkan dengan netralitas TNI.

Kepala Staf TNI AD, Jenderal Maruli Simanjuntak dalam acara ROSI (sumber: video Kompas TV)
Kepala Staf TNI AD, Jenderal Maruli Simanjuntak dalam acara ROSI (sumber: video Kompas TV)

Di kesempatan dialog ROSI, Kasad  Jend. Maruli Simanjuntak juga mengapresiasi respon positif dari pasangan Ganjar-Mahfud, tetapi ia menyayangkan justru yang "pinggir-pinggir" itu yang "ribut". Jadi ia meminta agar semua pihak terkait melakukan evaluasi, misalnya mereka itu dalam keadaan mabuk tetapi berkendara. Hal ini seharusnya menjadi evaluasi pihak penyelenggara kampanye. Pihaknya sendiri sudah melakukan penindakan dengan langsung menahan para pelaku pada malam hari, lalu sepekan kemudian di antara mereka sudah jadi tersangka. Ia lalu menyerahkan prosesnya di persidangan termasuk kesempatan anggotanya untuk membela diri, meskipun ia tidak membenarkan aksi pemukulan. Sebab aksi pemukulan---meskipun itu defensif---tetap dianggap salah.

Sebuah Pesan Meningkatnya Eskalasi

Meski terkesan insidensial atau spontanitas dan dianggap tidak berhubungan dengan Pilpres, tetapi terkait penyerangan terhadap relawan Ganjar-Mahfud ini, sejumlah pengamat memprediksi eskalasi kekerasan terhadap relawan Capres-Cawapres akan meningkat jelang pencoblosan Pilpres 2024 jika aparat lamban menindak pelaku dan mengungkap motifnya. Eskalasi kekerasan itu kemungkinan besar terjadi di daerah rawan yang memiliki kantong suara besar dan potensi perebutan suaranya sangat kuat, seperti Sleman, Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun