Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Andi Makmur Makka: Proses Kreatif Sastrawan, Jurnalis dan Penulis hingga Rekor MURI

4 Januari 2024   13:26 Diperbarui: 4 Januari 2024   19:28 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andi Makmur Makka (tengah memakai batik) setelah menrima rekor MURI penulis buku Habibie terbanyak (pijarnews.com)

Selain buku sastra, kemungkinan virus lain juga berasal dari seniman senior-senior mereka di Makassar, terutama yang tak mungkin mereka lupakan adalah Rahman Arge. Pare-pare dengan Makassar saat itu memang memiliki jarak alamiah dan jarak intelektual. Jarak alamiah karena Makassar hanya tidak dapat dicapai dari daerah manapun di Sulawesi Selatan dalam waktu seketika disebabkan infrastruktur yang belum memadai, belum lagi masalah keamanan. Adapun jarak intelektual, karena mereka merasa sebagai "anak daerah" yang tinggal di feri-feri dari Makassar yang kota besar, pusat pemerintahan daerah dan menjadi jendela untuk melihat cakrawala lain, ke "pengembaraan" dunia intelektual.

Peran Seniman di Makassar

Andi Makmur Makka memberi porsi yang sangat banyak untuk peran seniman Makassar dalam memupuk jiwa seninya. Tidak tanggung-tanggung, ia menuliskannya hingga tiga halaman di buku "Proses Kreatif Penulis Makassar". Di kota Makassar bukan hanya ada Universitas Hasanuddin sebagai satu-satunya perguruan tinggi negeri di Sulawesi saat itu, di kota ini ia juga berkenalan dengan sastrawan nasional, penyair "Rindu Dendam" J. E. Tatengkeng. Juga Profesor ternama, Sutan Muh. Syah. Gelar Profesor saat itu masih sangat langka.

Ia juga menyebut deretan seniman seniornya dengan karya-karya mereka yang dimuat dalam media terkenal di kota Makassar seperti majalah "Sulawesi". Di antara mereka misalnya Arsal Alhabsy, Indra Chandra, Rahman Arge, Hisbuldin Patunru, Rosadi Sani, Ramto, Willy Rissakota. Selanjutnya deretan wartawan seperti M. Basir, L. E. Manuhua, Harun Rasyid Djibe. Di antara karya paling diingat oleh Andi Makmur Makka adalah kumpulan puisi "Jalanan Tiga Orang" karya tiga penyair senior: Arsal Alhabsy, Hisbuldin Patunru, dan Rosadi Sani. Karya lainnya berbentuk esai karya A. Baso Amier. Semua karya adalah karya istimewa, karena biasanya buku dan karya sastra hanya terbit di Jakarta pada waktu itu.

Ia juga menyinggung komunitas seniman yang disebutnya "rival positif" atau "lawan tanding" dalam produktivitas berkarya. Organisasi bernama Gesas (Gerakan Anak Sekarang) itu dimotori oleh seniman seperti Aspar Paturusi, Rusdi Abdullah, dan Osab Bika M. Karya-karya mereka bukan hanya dimuat dalam rubrik remaja, tetapi juga dicetak dalam bentuk selebaran. Meski demikian, jika mereka bertemu tetap tercipta keakraban.

Di kota Makassar pula, Andi Makmur Makka menemukan resensi pementasan drama "Nona Maryam" karya Kirjomulyo, dan "Yang Gelap di Luar" karya Rahman Arge yang dipentaskan di Gedung Kesenian Makassar. Selain itu ia juga berkenalan dengan deretan pelukis seperti Mustafa Djalle, Ali Walangadi, dan Jatimayu. Intinya, Makassar atau Kota Besar Makassar (KBM) telah menjadi kiblat yang mencerahkan bagi mereka, ketika akses mereka sebagai "anak daerah" sangat terbatas ke Jakarta dan Yogyakarta.

Meski demikian karya sastrawan nasional dapat ditemukan di Makassar, seperti Gema Tanah Air karya H.B. Jassin, Tifa Penyair dan Daerahnya, Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay, Malam Lebaran, Bulan di Atas Kuburan karya Sitor Situmorang. Begitupula puisi-puisi pendek seperti puisi Haiku Jepang, sehingga Andi Makmur Makka dan teman-temannya serentak menulis pula puisi-puisi pendek. Setelah musim puisi pendek berlalu, mereka kembali ke karakter puisi semula.

Berguru dan Bergaul dengan Seniman Nasional

Andi Makmur Makka mengisahkan pertemuannya dengan seorang sastrawan jebolan ASRI Yogyakarta, M. N. Sam, pelukis dan pematung Edy Sunarso, dan Saptoto yang baru pulang dari Italia. Ia bertemu dengan ketiga seniman itu di Parepare. Seniman yang disebutkan terakhir lalu menerbitkan "Mingguan Minggu" dengan cerita bersambung diterjemahkan dari The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingwey. Karya ini diterjemahkan langsung oleh M.N. Sam menjadi Lelaki Tua dan Laut.

Hebatnya lagi, Mingguan Minggu rubrik sastra dan kebudayaan khusus untuk penulis Parepare dan sekitarnya dan satu halaman lagi untuk rubrik penulis Makassar dan sekitarnya. Andi Makmur Makka menjadi redaksi rubrik untuk Parepare, sedangkan rubrik Makassar diasuh August Parengkuan, salah seorang pendiri Orsenim di Makassar.

Andi Makmur Makka (berjas), sejarawan Suriadi Mappangara (sebelah kanannya) dan penyair Zawawi Imron (sebelah kirinya) (sumber:Parepare Menulis)
Andi Makmur Makka (berjas), sejarawan Suriadi Mappangara (sebelah kanannya) dan penyair Zawawi Imron (sebelah kirinya) (sumber:Parepare Menulis)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun