Israel-Palestina kembali memanas pasca pejuang Hamas mendeklarasikan Operasi Badai Al-Aqsha. Mereka mengklaim telah meluncurkan 5.000 roket ke wilayah Israel pada hari pertama, 7 Oktober 2023. Mereka mengaku menggelar operasi ini sebagai balasan terhadap tindakan Israel di Yerusalem Timur, dan tindakan mereka terhadap ribuan tahanan Palestina di penjara Israel, juga pembelaan mereka terhadap Masjid Al-Aqsha.
Dari berbagai media kita disuguhkan pemandangan tragis, korban jiwa berjatuhan terutama dari pihak pejuang dan rakyat Palestina pasca Israel menggelar serangan balasan. Bukan hanya pejuang atau tentara yang menjadi korban tetapi warga sipil, perempuan dan anak-anak sebagaimana konflik-konflik terbuka sebelumnya di wilayah ini. Sejak Israel menggencarkan serangan balasan, dalam sepekan sedikitnya 2.000 warga Palestina gugur dan lebih dari 8.000 lainnya luka-luka.
Muncul pertanyaan: apakah tidak pernah ada perdamaian di wilayah ini? Mungkin sebagian kita ada yang masih ingat dengan sosok kharismatik pemimpin Palestina bernama Yasser Arafat. Tak ada salahnya sejenak kita mengenang sosoknya dan perannya dalam menciptakan perdamaian di Palestina, sambil kita berharap kedua pihak bersedia mengulang perdamaian sebagaimana pada masa Palestina dipimpin oleh PLO dengan tokohnya Yasser Arafat.
Latar Belakang Keluarga
Yasser Arafat bernama lengkap Mohammed Abdel Raouf Arafat bin Qudwa al-Husseini. Lahir di Mesir pada 24 Agustus 1929 sebagai anak keenam. Ayahnya seorang pedagang tekstil di Mesir, tetapi ia berasal dari keluarga Qudwa dari Gaza dan Khan Yunis. Adapun Sang Ibu berasal dari keluarga terhormat dan terkemuka di Yerusalem, yakni Abu Saud. Ada yang menyebut bahwa silsilah keluarga ibunya ini bersambung hingga Nabi Muhammad saw. Tetapi ibunya wafat saat Yasser Arafat masih berusia lima tahun. Ia kemudian diasuh oleh keluarga pamannya dari pihak ibu dan selanjutnya berguru pada seorang ulama besar Yerusalem bernama Abdul Al-Qadir Al-Husseini yang juga masih punya hubungan kekerabatan dengan ibunya.
Aktivis Mahasiswa dan Latar Belakang Pemikiran
Yasser Arafat pernah tinggal di Jalur Gaza pasca kekalahan pejuang Palestina pasca proklamasi negara Israel pada tahun 1948 (ini berarti usia Yasser Arafat muda saat itu sekitar 19 tahun). Dari Gaza ia kembali ke Mesir mengikuti ayahnya. Di Kairo, ia menempuh pendidikan di Fakultas Teknik Universitas Raja Faud. Di almamaternya ini ia sempat menjadi aktivis Ikhwanul Muslimin dan memimpin Serikat Mahasiswa Palestina pada 1952-1956. Ia juga mendalami filsafat politik Marxisme, Islamisme dan Pan-Arabisme dan ia memutuskan menyatukan ketiganya dalam strategi perjuangan Palestina. Setelah menyelesaikan kuliahnya, ia mulai bergabung melawan Israel dalam Perang Arab-Israel.
Perwira Militer AD Mesir dan Kontraktor Sukses
Karir Yasser Arafat di militer tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia adalah personil Angkatan Darat Mesir di bagian sabotase, bahkan berhasil menyandang pangkat Letnan. Sebuah prestasi juga ditorehkan saat berhasil menghancurkan gudang senjata musuh di Pos Said dan Abu Kabir saat Krisis Terusan Suez. Meski demikian, panggilan jiwa sebagai seorang Insinyur Teknik mengantarnya pindah ke Kuwait pada 1957 dan mendirikan perusahaan kontraktor.