Tanggal 5 Oktober sebagai Hari Lahir Tentara Nasional Indonesia (TNI) baru saja berlalu. Di tulisan kami sebelumnya sudah dibahas tentang peran TNI menjadi benteng Pancasila setelah dirongrong oleh Gerakan 30 September (G.30.S) yang ingin memaksakan ideologinya. Beberapa tulisan berselang, kami juga sudah menyinggung peranan TNI menggelar Serangan Umum 1 Maret 1949 yang telah menyadarkan dunia internasional bahwa Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia masih ada. Mundur lebih ke belakang lagi, kita pernah membahas bagaimana peranan TNI dalam Pertempuran Surabaya saat masih bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sesungguhnya bagaimana metamorfosa dan proses intengrasi Tentara Nasional kita hingga dikenal saat ini dengan nama Tentara Nasional Indonesia (TNI)? Berikut kami sajikan secara kronologis dengan rujukan utama buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.
Cikal Bakal TNI Masa Pendudukan Jepang
Cikal bakal Tentara Nasional kita sesungguhnya bisa ditelusuri kembali ke zaman pendudukan Jepang. Sebagaimana kita paham sejak pembelajaran sejarah di sekolah bahwa pendudukan Jepang bercorak militer. Terlebih lagi Jepang masih harus menghadapi Sekutu dalam Perang Pasifik atau Perang Dunia II. Maka Jepang membentuk beberapa badan, baik semi militer maupun militer, baik yang dikirim bertempur membantu tentara Jepang atau mempertahankan tanah air Indonesia jika ada serangan dari luar.
Seinendan
Badan semi militer yang dimaksud misalnya adalah Seinendan dan Keibodan yang dibentuk pada 29 April 1943 ini, langsung di bawah pimpinan Gunseikan. Khusus Seinendan, jumlah anggotanya semula sebanyak 3.500 pemuda dari seluruh Jawa dan berkembang hingga 500.000 pada akhir masa pendudukan Jepang. Tujuan kedua badan ini secara resmi disebutkan untuk mendidik dan melatih para pemuda, agar dapat menjaga dan mempertahankan tanah airnya sendiri. Meski demikian maksud tersembunyi yang sebenarnya adalah memperoleh tenaga cadangan untuk memperkuat tentara Jepang menghadapi Sekutu. Seinendan sendiri di dalam perang merupakan barisan cadangan yang mengamankan garis belakang.
Anggota Seinendan bukan hanya pemuda tetapi juga pemudi (putri) yang disebut Josyi Seinendan (Seinendan Putri) yang dibentuk pada bulan Oktober 1944. Seinendan tidak semata-mata dibentuk di desa-desa atau sekolah-sekolah, tetapi juga di pabrik-pabrik atau perumahan-perumahan. Untuk kepentingan mensukseskan organisasi lembaga latihan pemuda diperluas menjadi lembaga pusat latihan pemuda. Di lembaga inilah kader-kader pimpinan Seinendan daerah dilatih. Mereka mendapat latihan dasar kemiliteran tetapi tanpa menggunakan senjata yang sebenarnya.
Keibodan
Adapun Keibodan merupakan barisan pembantu polisi dengan tugas-tugas kepolisian seperti penjagaan lalu lintas, pengamanan desa dan lain-lain. Berbeda dengan Seinendan yang umurnya antara 14-22 tahun, Keibodan direkrut dari pemuda yang berusia 26-35 tahun. Jumlah anggota Keibodan lebih dari satu juta pemuda yang semuanya laki-laki yang diambil dari setiap desa. Syaratnya adalah mereka harus berbadan sehat, kuat dan berkelakuan baik. Untuk meningkatkan kualitas anggotanya, Keibodan dilatih khusus di sekolah kader kepolisian di Sukabumi. Bukan hanya pribumi putra Indonesia yang direkrut menjadi anggota Keibodan, di kalangan penduduk Cina dibentuk pula Kakyoo Keibotai.
Jepang sebenarnya punya maksud tersembunyi merekrut Keibodan dari pemuda-pemuda di desa. Tujuannya agar anggota-anggotanya tidak terpengaruh oleh kaum nasionalis, tidak seperti Seinendan yang mendapat pengaruh dari tokoh-tokoh nasionalis. Itulah sebabnya di markas pusat Seinendan beberapa anggotanya menjadi nasionalis muda. Kelak beberapa di antara mereka mengambil peran penting dalam Peristiwa Rengasdengklok seperti Sukarni dan Abdul Latif Hendraningrat.